Memasuki bulan Syaban menandakan bahwa sebentar lagi akan bertemu dengan Ramadhan. Keistimewaan bulan Syaban menjadi waktu terbaik bagi umat Islam untuk berpuasa sunah.
Beberapa umat muslim ketika tiba di bulan Syaban belum melakukan qadha atas utang puasanya di bulan Ramadhan. Hal ini membuat muncul pertanyaan apakah boleh menjalankan kedua jenis puasa tersebut secara bersamaan? Dalam artikel ini akan dibahas terkait boleh atau tidaknya puasa Syaban sekaligus qadha Ramadhan beserta penjelasan dan dalilnya.
Bolehkah Puasa Syaban Sekaligus Qadha Ramadhan?
Puasa Syaban adalah puasa sunnah yang dilakukan oleh umat Islam di bulan Syaban. Sementara, qadha Ramadhan merupakan puasa wajib yang harus dilakukan oleh umat muslim untuk menggantikan hari-hari puasa saat bulan Ramadhan yang belum terlaksana. Sayyid Sabiq dalam buku Fiqih Sunnah 2 menjelaskan bahwa qadha Ramadhan tidak wajib dilakukan dengan segera, tetapi harus dilakukan kapan saja
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam buku Fiqih Niat karya Isnan Ansory, dijelaskan terkait dua amalan yang salah satunya dihukumi wajib sementara lainnya sunah. Hal ini terdapat tiga kemungkinan hukum yang berlaku:
1. Semuanya Dihukumi Sah
Dua niat amalan wajib dan sunah yang semuanya dihukumi sah dicontohkan seperti menggabungkan antara niat sholat tahiyyatul masjid dengan sholat fardhu ketika melaksanakan sholat fardhu.
Jika seseorang hendak masuk masjid kemudian ia sudah berniat melaksanakan sholat sunah, tetapi sholat fardhu berjamaah telah berlangsung, maka seseorang tersebut dapat menggabungkan niat sholat sunahnya dengan sholat wajibnya.
2. Salah Satunya Dihukumi Sah dan Lainnya Batal
Dua niat ibadah wajib dan sunah yang salah satunya dihukumi sah dan lainnya batal dalam hal ini dicontohkan seperti puasa dalam satu hari dengan dua niat puasa. Misalnya puasa wajib seperti qadha Ramadhan sekaligus puasa sunah di bulan Syawal.
Dalam penggabungan ini, menurut sebagian ulama, yang sah hanya terbatas pada puasa yang wajib. Sementara puasa sunahnya dihukumi batal. Adapula sebagian ulama lain yang berpendapat bahwa yang sah adalah ibadah sunahnya, sementara yang fardhu dihukumi batal.
3. Semuanya Dihukumi Batal
Kedua niat ibadah wajib dan sunah yang semuanya dihukumi batal dicontohkan oleh kasus apabila seseorang membaca satu takbir dalam sholat yang diniatkan untuk dua takbir. Misalnya, takbiratul ihram yang wajib dan takbir intiqal untuk rukuk yang sunah. Dalam kasus ini, kedua takbir tersebut dihukumi batal dan tentu saja sholatnya juga ikut batal.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa antar ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait dibolehkannya puasa Syaban sekaligus qadha Ramadhan. Namun, perlu diperhatikan bahwa puasa qadha Ramadhan harus diutamakan terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan puasa qadha Ramadhan merupakan kewajiban bagi umat muslim. Sementara puasa Syaban hukumnya sunah untuk dilakukan.
Hadits Qadha Puasa Ramadhan di Bulan Syaban
Dalam buku Ringkasan Shahih Muslim karya M. Nashiruddin Al-Albani, mengqadha puasa ramadhan di Bulan Syaban diperbolehkan.
Aisyah, istri Rasulullah SAW, pernah memiliki utang puasa. Kemudian beliau mengqadha puasanya di bulan Syaban karena Aisyah selalu siap sedia melayani suaminya sehingga beliau tidak ingin hajat suaminya tertunda karena beliau sedang mengqadha puasa Ramadhan. Akhirnya, Aisyah mengqadha puasa wajibnya pada bulan Syaban dan itu menjadi kesempatan terakhir untuk mengqadhanya.
Hal ini sebagai mana dalam hadits yang dikutip dari buku Dakwah Kreatif karya Hj. Udji Asiyah, Aisyah pernah berkata:
كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شعبان، الشُّغُلُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ
"Aku punya utang puasa Ramadhan, aku tak dapat mengqadhanya kecuali di bulan Syaban karena sibuk melayani Nabi" (HR Al Bukhari-Muslim).
Hukum Mengakhirkan Qadha Ramadhan Hingga Ramadhan Berikutnya
Berdasarkan buku Panduan Ramadhan Bekal Meraih Ramadhan karya Ruhyat Ahmad, mengutip dari Majmu' Fatawa Ibnu Bazz, Syaikh Ibnu Baz mengatakan, "Orang yang menunda qadha puasa hingga Ramadhan berikutnya tanpa uzur wajib bertaubat kepada Allah dan dia wajib memberi makan kepada orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan disertai dengan qadha puasanya. Dan tidak ada kafarah (tebusan) selain itu. Hal inilah yang difatwakan oleh beberapa sahabat radhiyallahu 'anhum seperti Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma."
Akan tetapi, apabila seseorang menunda qadha nya karena terdapat udzur seperti sakit, bersafar, ataupun pada wanita hamil dan menyusui sehingga sulit untuk berpuasa, maka tidak ada kewajiban bagi mereka selain mengqadha puasanya."
Sementara itu masih dalam sumber yang sama, ulama lain seperti Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin menganggap bahwa memberi makan kepada orang miskin sebab menunda qadha puasa hingga tiba Ramadhan berikutnya dapat dianggap sunah dan tidak wajib. Hal ini dengan alasan bahwasannya pendapat tersebut hanya perkataan sahabat dan menyelisihi dalil yang menyatakan puasa hanya cukup diqadha dan tanpa tambahan selain itu.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana