7 Macam Puasa Sunnah dan Keutamaannya

7 Macam Puasa Sunnah dan Keutamaannya

Azkia Nurfajrina - detikHikmah
Senin, 21 Nov 2022 16:15 WIB
Hijab women and a man pray together before meals, a fast breaking meal served on a table in backyard
Ilustrasi jenis-jenis puasa sunnah. Foto: Getty Images/iStockphoto/ferlistockphoto
Jakarta -

Satu di antara sejumlah ibadah yang utama adalah puasa. Selain puasa wajib, Islam juga menyariatkan untuk melaksanakan puasa sunah. Ada sekian jenis puasa sunah yang dicontohkan dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Dalam buku Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid 3 oleh Prof. Dr Wahbah Az-Zuhaili, puasa sunah disebut dengan puasa tathawwu', yang artinya mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan pelaksanaan ibadah yang tidak wajib.

Melansir buku Fikih Sunnah Jilid 2 oleh Sayyid Sabiq, ada beberapa macam puasa sunah yang disepakati oleh jumhur ulama, di antaranya:


1. Puasa Nabi Daud

Pelaksanaannya dengan sehari berpuasa dan sehari tidak. Puasa Nabi Daud dinyatakan sebagai puasa yang paling utama. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

أَحَبُّ الصِّيَام إلى الله صِيَامُ دَاوُدَ، وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّه صَلَاةُ دَاوُدَ، كَانَ يَنَامُ نِصْفَهُ، وَيَقُومُ ثُلُثَهُ، وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا، وَيُفْطِرُ يَوْمًا

Artinya: "Puasa yang paling disukai Allah adalah puasa Daud, dan shalat yang paling disukai Allah adalah shalat Daud. Dia tidur separuh malam, dan bangun untuk shalat pada sepertiganya, dan tidur lagi pada seperenamnya. Dia puasa satu hari dan tidak berpuasa satu hari (berikutnya)." (HR Ibnu Majah & Ahmad)

ADVERTISEMENT


2. Puasa Senin Kamis

Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA dikatakan bahwa Rasulullah biasa berpuasa pada hari Senin dan Kamis.

تُعْرَضُ الْأَعْمَالَ يومَ الاثْنَيْنِ وَالخميسِ فأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِيْ وَأَنَا صَائِمٌ

Artinya: "Amal-amal diajukan (di depan Allah) pada hari Senin dan Kamis, dan aku ingin agar amalku diserahkan sementara aku sedang berpuasa." (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, & Ahmad)

Disebutkan juga bahwa hari Senin memiliki keutamaan sebagaimana dalam sabda Nabi SAW

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ، وَأُنْزِلَ عَلَيَّ فِيْهِ

Artinya: "Itu adalah hari ketika aku dilahirkan, dan saat wahyu diturunkan kepadaku." (HR Muslim)

3. Puasa Tiga Hari Setiap Bulan

Dikatakan dalam Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid 3, puasa ini disebut juga dengan Ayyamul baidh, artinya hari-hari putih. Maksudnya hari yang pada waktu malamnya cahaya bulan begitu terang dan siang harinya dengan matahari, yakni pada tanggal 13, 14, 15.

إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ

Artinya: "Apabila kau berpuasa tiga hari dalam suatu bulan, lakukanlah pada tanggal 13, 14, dan 15." (HR Tirmidzi & an-Nasa'i)

4. Puasa Enam Hari di Bulan Syawal

Madzhab Syafi'i berpendapat bahwa puasa lebih utama dilakukan berurutan yang dimulai setelah hari raya Idul Fitri.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِنًّا مِنْ شَوَّالٍ فَذَاكَ صِيَامُ الدِّهْرِ

Artinya: "Barangsiapa berpuasa Ramadhan lalu melanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka itu setara dengan puasa sepanjang tahun."

5. Puasa Arafah

Dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah bagi yang sedang tidak mengerjakan ibadah haji. Adapun jemaah haji yang sedang menunaikan wukuf di Arafah, bagi mereka tidak disunahkan puasa.

Keutamaan puasa Arafah disebutkan dalam hadits Nabi SAW dari Abu Qatadah RA, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:

صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ؛ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً، وَصَوْمُ عَاشُوْرَاءَ يُكَفِّرُ سَنَةٌ مَاضِيَةً

Artinya: "Puasa pada hari Arafah dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, yaitu tahun yang lalu dan tahun yang akan datang. Dan puasa pada hari Asyura dapat menghapuskan dosa tahun yang lalu." (HR Muslim, Ahmad, An-Nasai, Ibnu Majah, & Abu Dawud.)

6. Puasa Tasu'a dan Asyura

Puasa ini dilakukan pada 9 dan 10 Muharram. Dalil disunahkannya puasa Asyura adalah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan dari Muawiyah bin Abu Sufyan.

إِنَّ هَذَا يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ، وَلَمْ يُكْتَبْ عَلَيْكُمْ صِيَامُهُ ، وَأَنَا صَائِمٌ، فَمَنْ شَاءَ صَامَ، وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطَرْ

Artinya: "Hari ini adalah hari Asyura dan kalian tidak diwajibkan puasa pada hari ini. Sedangkan aku sekarang berpuasa pada hari ini. Siapa yang menghendaki, dia boleh berpuasa, dan siapa yang menghendaki dia boleh tidak berpuasa." (Muttafaq Alaih)

Dikatakan bahwa saat Rasulullah berpuasa di hari Asyura dan menyariatkan pada kaum muslim untuk berpuasa pada hari itu, mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, hari ini merupakan hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.' Kemudian beliau bersabda:

لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلِ، لَأَصُوْمَنَّ التَّاسِعَ، يَعْنِي؛ مَعَ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ

Artinya: "Seandainya usiaku masih sampai pada tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada hari ke sembilan." (HR Ahmad & Muslim)

Maksud hardits di atas, Nabi SAW akan berpuasa pada tanggal 9 serta 10 Muharram. Tetapi Ibnu Abbas RA mengatakan bahwa belum sampai pada tahun depan, Rasulullah telah wafat.

7. Puasa di Bulan Sya'ban

Dari Ummu Salamah RA, ia berkata bahwa sepanjang tahun Nabi SAW tidak pernah berpuasa selama sebulan penuh kecuali pada bulan Sya'ban, yang beliau lanjutkan dengan puasa Ramadhan. (HR Ahmad Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, & Sunan Ibnu Majah)

Disebutkan juga oleh Usamah bin Zaid RA, ia berkata: 'Aku bertanya kepada Nabi SAW, 'Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa pada bulan-bulan lain yang sesering pada bulan Sya'ban.' Beliau bersabda:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبَ، وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبْ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِيْ، وَأَنَا صَائِمٌ

Artinya: "Itu adalah bulan yang diabaikan oleh orang-orang, yaitu antara bulan Rajab dengan Ramadhan. Padahal pada bulan itu amal-amal diangkat dan dihadapkan kepada Tuhan. Maka, aku sangat menginginkan amalku diangkat sementara aku dalam keadaan berpuasa." (HR Abu Daud & Nasai)




(lus/lus)

Hide Ads