Kota yang dijuluki "kota seribu menara" itu semakin populer dan dekat dengan telinga ketika booming novel Ayat-Ayat Cinta--kemudian digubah menjadi film-- yang ditulis oleh Ustadz Habiburrahman El Shirazi. Salah satu novel yg saya hatamkan secara cepat ketika kuliah S1 di Jogja.
Siang itu, saat matahari terik namun suhunya masih cukup dingin saya dijemput oleh rekan-rekan dari PCI NU Mesir. Ada Mbak Hamidah, Mas Yusril dan Mas Zein. Sepanjang perjalanan saya takjub melihat keindahan dan ikon kota ini. Sungai Nil, Cairo Tower, Masjid-Masjid hingga bangunan-bangunannya. Meskipun suprise dengan gaya berkendara orang2 di sini yang bising dengan bunyi klakson mobil dan jarang ada lampu lalu lintas. Uniknya lagi pengguna motor tidak diwajibkan menggunakan helm. Guyonannya, "orang sini lebih baik memperbaki klakson, ketimbang memperbaiki rem".
Setelah menaruh koper di hotel, kami langsung menuju ke sekretariat Bedug. Ada 50an mahasiswa dan mahasiswi yang berkumpul di sana, mereka mengajak saya berdiskusi terkait kepemudaan dan tantangan global. Bedug adalah salah satu komunitas menulis di bawah Lembaga Media Informasi (LMI) di PCINU Mesir yang fokus ke kajian penulisan dan media, mereka konsisten menerbitkan buletin bulanan dan menulis di website yang bernama bedug.net sejak tahun 2015. "Alhamdulillah mas, di tengah badai media cetak yg gulung tikar alias tutup, kami tetap ada dan jg banyak dibaca para pelajar di sini", penjelasan mas Fachri yg menjadi moderator diskusi.
Senang sekali melihat tingginya geliat baca tulis dan diskusi teman-teman di Kairo. Di akhir saya berpesan agar mereka setelah lulus harus dapat ijazah plus menulis minimal satu opini di media nasional dan buku.
"Beruntung sekali kalian di sini, punya banyak senior penulis handal. Ada Gus Aguk Irawan, Gus Zuhairi Misrawi, Ustadz Ginanjar Syaban, mas Munir Ikhwal, Ustadz Bukhori, Gus Hilmy, Ustadz Habiburrahman dan seterusya. Dan tentu sj para Masyayikh Gus Dur, Gus Mus, Prof Quraish Syihab, KH Husein Muhammad. Jadi rugi kalau gak ikutan menulis juga". Pesanku menutup diskusi.
Selesai diskusi saya ditemani oleh mas Yusril, mbak Hamidah, mas Fachri, Alfarabi, Ikrom dan Alvaro lanjut sholat Maghrib dan ziarah ke masjid dan makam Sayyidina Husein. Badanku merinding, hatiku bergetar teringat kisah Karbala. Ya Sayyidina Husein, Ya cucu kesayangan Rosulullah. Semoga Allah senantiasa merahmati engkau dan semoga cahaya syafaatnya terlimpah kepada kita semua, Amiin3X YRA.
Selesai tabarukan, kami melewati tunnel bawah tanah menuju Masjid Al Azhar menunaikan sholat Isya'. Di dalam masjid terlihat beberapa mahasiswa (lokal) sedang murojoah (mengulangi hafalan al-Qur'an ataupun pelajaran), talaqqi (sebuah pengajaran dimana murid belajar secara langsung berhadapan dengan gurunya, murid membaca Al-Quran dan didengarkan oleh gurunya. Apabila ada kekeliruan, akan langsung dikoreksi). Tidak hanya mahasiswa yang murojaah dan talaqqi, masyarakat pun turut ikut belajar dengan para guru. Dari fenomena ini tergambarkan bahwasanya belajar tidak terbatas usia. Kemudian kami melanjutkan perjalanan melewati gang-gang kecil di belakang Masjid Al Azhar.
Di kanan kiri terlihat pedagang buku dan makanan. Kami menyempatkan ziarah ke makam Syeikh Ahmad Ad Dardiri. Sebelum masuk ke dalam, tiba-tiba kami dipanggil dan diberikan uang 10 Pound Mesir oleh seorang Masyarakat Mesir dan mendoakan kami agar selalu diberikan perlindungan oleh Allah SWT. Syeikh Ahmad Ad Dardiri merupakan alim yg mahsur dikisahkan setiap malam bermimpi bertemu Rasulullah dari beliau baligh hingga akhir hayatnya. Ketika diminta oleh gurunya agar ditanyakan kepada Rasulullah--ketika bermimpi lagi--bagaimana cara agar kita juga dapat bermimpi bertemu dengan beliau, sedangkan kita tidak dekat dekat makam beliau, maka Rasulullah pun mejawab dengan cara menziarahi makam Imam Syafi'i. Kisah ini diriwayatkan oleh Syeikh Shalih al-Ja'fari. Subhanallah.
Menuntaskan malam, kami ke sekretariat PCINU Mesir yang gedung 2 lantainya kini sudah jadi milik PCINU Mesir dan diserbagunakan untuk diskusi juga sebagai hotel dan kafe. Alhamdulillah malam itu berdiskusi dan makan malam bersama Ketua Tanfidziyah PCINU Mesir Gus Aries, Sekretaris Mas Rizqi serta beberapa pengurus lain.
Hari yang panjang di Kairo. Saya kembali ke hotel untuk istirahat.
Alhamdulillah...
Kairo, 18 November 2022
Ditulis saat penerbangan pulang Kairo - Jakarta.
Budy Sugandi
Penulis adalah Wakil Rois Syuriah PCI NU Tiongkok
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana