Kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024 turut menyeret nama Ustaz Khalid Basalamah. Ia dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dimintai keterangan sebagai saksi, setelah muncul dugaan adanya penyelewengan dalam distribusi kuota tambahan haji.
Menanggapi hal tersebut, Ustaz Khalid memberikan penjelasan panjang terkait kronologi yang dialami dirinya bersama jamaahnya. Penjelasan ini dibeberkan dalam tayangan video podcast yang diunggah melalui channel YouTube Kasisolusi, Sabtu (13/9/2025). detikHikmah telah mendapat izin mengutip keterangan dalam video ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bersama CEO Kasisolusi, Deryansha Azhary atau Dery, Ustaz Khalid memulai keterangannya dengan menjelaskan perbedaan antara visa furoda dan kuota resmi. Menurutnya, furoda adalah visa pribadi dari Kerajaan Saudi yang biasanya didapat melalui jaringan pangeran atau pihak kerajaan. Visa ini sah, namun tidak termasuk dalam kuota resmi negara. Sementara itu, kuota resmi adalah jatah haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada setiap negara, termasuk Indonesia yang pada tahun 2024 menerima 221 ribu kuota utama dan tambahan 20 ribu kuota.
"Furoda itu visa pribadi dari Kerajaan Saudi, biasanya dari pangeran. Itu resmi, tapi tidak terkait kuota negara. Sementara kuota resmi adalah jatah dari pemerintah Saudi untuk setiap negara, seperti Indonesia tahun 2024 dapat 221 ribu plus tambahan 20 ribu," jelas Ustaz Khalid.
Secara regulasi, pembagian kuota Indonesia seharusnya 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus yang dikelola travel haji. Namun, beredar informasi dari salah satu media yang menyebut adanya surat dari Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, yang membagi kuota dengan pola berbeda, yakni 50% untuk reguler dan 50% untuk haji khusus. Hal inilah yang kemudian memicu polemik dan menjadi bahan pertanyaan di Pansus maupun KPK.
"Normalnya 92 persen untuk reguler, 8 persen untuk khusus. Tapi di media disebut ada surat Menteri Agama waktu itu yang membagi 50:50. Itu yang akhirnya jadi polemik," kata Dery.
Kronologi Jamaah Khalid Basalamah Ikut PT Muhibbah
Dalam video berdurasi 1 jam 12 menit ini, Ustaz Khalid menuturkan bahwa awalnya jamaahnya berangkat dengan menggunakan jalur furoda. Seluruh biaya perjalanan, mulai dari visa, hotel, hingga transportasi, sudah dibayarkan. Namun, kemudian muncul tawaran dari pihak PT Muhibbah di Pekanbaru yang mengaku memiliki akses ke kuota tambahan 2.000.
PT Muhibbah melalui Ibnu Masud menjanjikan jamaah bisa mendapatkan maktab eksklusif yang lebih dekat dengan Jamarat, dengan syarat membayar USD 4.500 atau sekitar Rp 73,8 juta per visa di luar biaya maktab.
"Oke. Ini resmi enggak? Kami tanya, resmi. Nah, bahasa dia begitu. Oke. Kalau resmi sekarang kalau kita head to head sama Furoda, visa kami, visa Furoda juga resmi dan akan berangkat. Berarti sebenarnya ini balance, belum ada nilai plus yang bisa membuat 'ah saya pindah aja deh' gitu kan. Kemudian tiba-tiba saja dia membahasakan juga kalau kuota itu bisa mendapatkan maktab VIP," jelas Ustaz Khalid.
Pemilik Uhud Tour ini merasa tertarik ketika dijelaskan terkait lokasi maktab.
"Ditawarkanlah di selembaran kertas itu maktab VIP zona A, zona B. Nah, maktab ini memang yang menarik buat kami karena maktab Furoda itu jauh sehingga ini bisa menjadi nilai plus selama visa itu resmi, kemudian tidak melanggar peraturan ya, kami pahami itu berarti legal terus kemudian dapat maktab VIP ini maktab VIP menarik nih karena dekat sekali sama jamarat maktab VIP itu biasanya di sana dikenal dengan zona biru waktu itu," lanjut Khalid.
Seiring berjalannya waktu, janji fasilitas tidak sesuai kenyataan. Awalnya dijanjikan maktab 111, tetapi kemudian dipindahkan ke maktab 115. Tidak hanya itu, tenda yang seharusnya ditempati jamaah ternyata sudah dipakai pihak lain, sehingga rombongan harus berpindah lagi.
Lebih jauh, terungkap bahwa visa kuota seharusnya tidak berbayar, namun jamaah tetap dipungut biaya USD 4.500 per orang. Bahkan ada 37 jamaah yang diminta tambahan USD 1.000 agar visa mereka segera diproses.
Pengembalian Uang ke KPK
Menurut Ustaz Khalid, total dana yang dipungut dari jamaah mencapai USD 4.500 Ã 118 jamaah ditambah USD 37.000 (Rp 607.392.000). Seluruh uang ini akhirnya dikembalikan kepada KPK sebagai bagian dari penyelidikan.
Ia menegaskan bahwa dirinya dan jamaah benar-benar tidak mengetahui sejak awal bahwa visa kuota haji khusus itu gratis. Selama ini, yang ia pahami, baik visa umrah maupun furoda memang selalu berbayar. Karena itu, ia merasa posisinya bukan sebagai pelaku, melainkan korban penipuan travel.
(dvs/dvs)
Komentar Terbanyak
Majelis Umum PBB Sahkan Resolusi Solusi Dua Negara Israel-Palestina, Tanpa Hamas
Eks Menag Yaqut Tegaskan 2 Rumah Rp 6,5 M yang Disita KPK Bukan Miliknya
KPK Sebut Pejabat Kemenag Tiap Tingkat Dapat Jatah di Kasus Korupsi Kuota Haji