Komisi VIII DPR RI tengah membahas RUU Haji dan Umrah yang rencananya akan disahkan pada rapat paripurna 26 Agustus 2025. Sejumlah poin penting telah disepakati panitia kerja (panja).
Pembahasan RUU Haji dan Umrah di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta dikebut termasuk saat akhir pekan. Pada Sabtu (23/8/2025) pagi kemarin, Komisi VIII DPR RI rapat bersama DPD RI untuk mendengarkan pertimbangan terkait RUU Haji dan Umrah. Rapat terbuka untuk umum dan berlangsung sekitar 20 menit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada hari yang sama, Komisi VIII DPR RI menggelar rapat tertutup bersama panja pemerintah untuk membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam RUU Haji dan Umrah. Anggota Komisi VIII DPR RI Achmad mengatakan pembahasan akan berlanjut sampai Minggu (24/8) hari ini.
Rapat-rapat sebelumnya telah membahas sejumlah DIM, termasuk yang terbaru menyetujui transformasi Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Berikut beberapa poin krusial yang dirangkum detikcom, Minggu (24/8/2025).
1. Transformasi BP Haji Jadi Kementerian
Pada Jumat (22/8/2025), panja Komisi VIII DPR RI dan pemerintah menyepakati penambahan Pasal 21-23 dalam RUU Haji terkait kementerian yang mengurusi haji dan umrah. Mereka juga menyepakati perubahan penyebutan kepala badan menjadi menteri.
Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan pasal pemisahan kewenangan telah disetujui. Dia berharap tak ada tumpang tindih kewenangan ke depannya.
"Dan tadi sepertinya sudah disepakati bunyi pasalnya sehingga tidak mengakibatkan tumpang tindih. Dan itu bisa di klaster, ini urusan agama bidang ini, Menteri Agama yang, ini urusan agama khusus penyelenggaraan haji dan umrah. Dan ini sudah ketemu," kata Marwan ditemui terpisah.
Kepala BP Haji Mochamad Irfan Yusuf (Gus Irfan) juga mengonfirmasi adanya kesepakatan transformasi kelembagaan tapi belum disahkan.
"Ada kesepakatan, tapi belum disahkan. Pengesahannya melalui paripurna," kata Gus Irfan saat ditemui di acara Evaluasi Nasional Kesehatan Haji Bersama Perdokhi & BPH - 2025, di Kantor Kemenag Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (23/8/2025).
Gus Irfan menyatakan siap jika lembaga yang dipimpinnya berubah menjadi kementerian.
2. Petugas Haji Bisa Nonmuslim
Pada rapat yang sama, panja DPR dan pemerintah menyepakati panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) tak harus beragama Islam. Ketentuan ini untuk petugas embarkasi atau daerah minoritas di RI, bukan PPIH Arab Saudi.
Panja sepakat menghapus syarat PPIH dalam DIM RUU Haji dan Umrah. Syarat terkait PPIH akan ditetapkan lewat peraturan menteri.
"Syarat PPIH diatur oleh peraturan pemerintah, 206 dihapus tapi ada klausul, Pak, petugas PPIH diatur oleh peraturan menteri gitu loh," ujar Ketua Panja RUU Haji, Singgih Januratmoko.
3. Kuota Haji Kabupaten/Kota Ditetapkan Menteri
Penetapan kuota haji reguler di daerah juga masuk DIM yang dibahas panja. Untuk alokasi kuota jemaah reguler di tingkat kabupaten/kota, panja sepakat pembagiannya diatur oleh menteri. Hal ini mengubah aturan sebelumnya yang diputuskan oleh gubernur.
Berikut bunyi pasalnya:
Pasal 13
(1) Menteri membagi kuota haji reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a menjadi kuota haji provinsi.
(2) Pembagian kuota haji reguler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada pertimbangan:
a. proporsi jamaah penduduk muslim antarprovinsi, dan/atau
b. proporsi jumlah daftar tunggu Jemaah Haji antarprovinsi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian dan penetapan kuota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
4. Usulan Perubahan Syarat Minimal Usia Jemaah Haji
Batas usia minimal jemaah haji juga menjadi sorotan dalam pembahasan RUU Haji dan Umrah. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ansory Siregar mengusulkan perubahan syarat minimal usia.
"Jadi ada UU haji ini dilaksanakan satu pasal berlandaskan syariah, sementara umur haji yang ada itu 17 tahun. Sementara kalau berdasarkan syariah itu, orang mimpi (mimpi basah) orang mimpi itu kurang lebih umur 12 atau 13 tahun gitu," kata Ansory dalam rapat Panja RUU Haji di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (22/8/2025).
Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang kemudian menanggapi jika memang ada hal-hal darurat perlu diubah. Marwan menyebut ada usulan usia minimal 9 tahun. Ini masih akan dibahas bersama anggota panja.
"Umur akil balig itu 9 tahun karena perempuan ada yang 9 tahun. Jadi 9 tahun sudah boleh berangkat haji, nanti kita sepakati," kata legislator PKB ini.
"Jadi kalaupun tetap pasal ini, tapi tidak menutup kemungkinan itu akan berubah yang dimaksud ketok tetap itu mekanisme saja, kemungkinan untuk berubah masih ada, tetapnya itu di doc di timus-timsin," imbuhnya.
Usulan-usulan Lain dalam DIM
Asosiasi penyelenggara haji dan umrah telah menyerahkan DIM RUU Haji ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Mereka menolak sejumlah pasal yang dinilai merugikan umat. Berikut dua di antaranya.
1. Ketentuan Umrah Mandiri
Juru Bicara 13 Asosiasi Haji dan Umrah Firman M Nur mengatakan pihaknya menolak legalisasi umrah mandiri dalam RUU Haji dan Umrah. Mereka menilai umrah mandiri minim perlindungan jemaah dan merugikan ekonomi umat.
"Kami khawatir akan hadir adalah oknum-oknum mungkin yang tidak bertanggung jawab," kata Firman saat menyerahkan DIM di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Senin, (18/8/2025).
Firman menjelaskan ibadah umrah memerlukan bimbingan serta jaminan keamanan, kenyamanan, dan perlindungan.
"Keberadaan PPIU itu adalah bagian daripada penyempurnaan perjalanan mereka karena terbimbingnya jemaah dalam penyelenggaraan," ujar Ketua Umum DPP AMPHURI itu.
2. Alokasi Kuota Haji Khusus
Asosiasi juga mengeluhkan soal alokasi kuota haji khusus maksimal 8 persen. Diketahui, dalam rapat paripurna pada 24 Juli lalu, Fraksi PKS secara eksplisit menyatakan dukungannya untuk legalisasi umrah mandiri dan usulan kuota haji khusus paling tinggi 8 persen.
Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj dalam pernyataan terpisah menilai alokasi kuota haji tersebut berpotensi bermasalah di kemudian hari, jika kuota haji tak terserap.
"Ini akan sulit diimplementasikan. Karena pasti dalam penyelenggaraan ibadah haji itu ada kuota yang tidak terserap. Pasti, karena ini menyangkut manusia. Bisa karena meninggal dunia, bisa hamil, bisa sakit, atau hambatan-hambatan lain," kata Mustolih dalam Forum Legislasi yang diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI di Gedung DPR RI, dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (19/8/2025).
Mustolih kemudian mengusulkan agar aturan fleksibel untuk mengantisipasi jika ternyata haji reguler tak bisa menghabiskan kuota yang ditentukan.
(kri/erd)
Komentar Terbanyak
13 Asosiasi Haji-Umrah Serahkan DIM ke PKS, Tolak Legalisasi Umrah Mandiri
Dugaan Korupsi Kuota Haji, Pihak Eks Menag Yaqut Minta KPK Fokus pada Kerugian
Bisakah Tes DNA untuk Menentukan Nasab? Ini Kata Buya Yahya