Pemerintah dan DPR RI menyetujui pembayaran kebutuhan masyair untuk penyelenggaraan haji 1447 H/2026 M menggunakan dana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Keputusan ini diambil untuk mengamankan tenggat yang ditetapkan Arab Saudi selagi belum ada keputusan presiden terkait besaran biaya haji 2026.
"Poin pertama menyetujui penggunaan anggaran," kata Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang membacakan keputusan rapat kerja Komisi VIII bersama Menteri Agama, Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), dan Kepala Badan BPKH di Gedung DPR RI, Senayan yang turut disiarkan TVR Parlemen, Kamis (21/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Marwan mengatakan, penggunaan uang muka untuk pembayaran masyair yakni area di Arafah, Muzdalifah, dan Mina bisa difasilitasi BPKH.
"Ini darurat harus dibayar supaya kita punya kepastian area-area yang kita pakai. Kalau sampai syarikah kami nggak berani," tegas Marwan ketika Kemenag mengusulkan untuk sekaligus membayar syarikah.
Kepala Badan BPKH Fadlul Imansyah turut melaporkan ketersediaan dana untuk menalangi pembayaran masyair tersebut.
"Posisi likuiditas kami untuk saldo dana haji per 31 Juli 2025 berada di angka Rp 172,99 triliun. Angka ini naik secara year on year 5,64 persen dari sebelumnya di Juli 2024 Rp 163,75 triliun," urainya.
Sebelumnya, Menteri Agama Nasaruddin Umar memaparkan kondisi saat ini yang mengharuskan Indonesia segera mengamankan tempat-tempat di kawasan masyair. Terlambat membayar, kata Nasaruddin, bisa berisiko kehilangan lokasi tenda yang strategis dan bisa jadi ditempatkan di Mina Jadid.
"Saat ini kita dihadapkan pada sebuah persoalan yang sangat mendesak, pemerintah Arab Saudi telah memberlakukan kebijakan baru dengan mekanisme yang jauh lebih ketat terkait batas waktu pembayaran untuk pemesanan tenda dan layanan di kawasan masyair yakni Arafah, Muzdalifah, dan Mina," kata Nasaruddin dalam rapat tersebut.
"Batas waktu ini bersifat strict, ketat, tidak bisa ditawar. Apabila Indonesia terlambat melakukan pembayaran maka resiko yang kita hadapi sangat serius. Jemaah haji Indonesia berpotensi kehilangan lokasi tenda yang strategis bahkan dapat terpaksa ditempatkan di area yang kurang layak jauh dari standar kenyamanan, keamanan, dan kualitas pelayanan yang seharusnya kita perjuangkan," lanjutnya.
Nasaruddin kemudian minta persetujuan DPR mengingat hingga saat ini belum ada pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1447 H/2026 M. Kepala BP Haji Mochamad Irfan Yusuf turut mengatakan masalah serupa.
"Sekiranya rapat kerja kali ini dapat memutuskan terkait penggunaan dana dari BPKH melalui skema uang muka atas permintaan dana BPIH tahun 2026 Masehi," ujar Gus Irfan, sapaannya.
Gus Irfan menyebut, dana tersebut akan diperhitungkan sebagai pengurang dalam pengajuan resmi setelah terbitnya keputusan presiden tentang BPIH 1447 H/2026 M.
Total dana yang dibutuhkan untuk membayar masyair sekitar 627.242.200 Riyal Saudi.
Selain menyetujui penggunaan anggaran dari BPKH, rapat kerja hari ini juga menyetujui proses persiapan pelaksanaan ibadah haji 1447 H/2026 M dilaksanakan secara bersama Menteri Agama dan BPH sebelum terbitnya undang-undang yang berikutnya.
(kri/lus)
Komentar Terbanyak
13 Asosiasi Haji-Umrah Serahkan DIM ke PKS, Tolak Legalisasi Umrah Mandiri
Respons Menag Nasaruddin Usai Kantor Kemenag Digeledah KPK
Dugaan Korupsi Kuota Haji, Pihak Eks Menag Yaqut Minta KPK Fokus pada Kerugian