Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi) memberi usul kepada Badan Penyelenggara (BP) Haji untuk mengubah kebijakan istitha'ah kesehatan. Ada 16 poin yang disampaikan.
Salah satunya mengenai masa tinggal jemaah haji di Tanah Suci. Perdokhi ingin adanya penyesuaian masa tinggal jemaah haji berdasarkan kondisi kesehatan.
Rekomendasi tersebut diberi nama Program Haji Berjenjang. Tujuannya agar jemaah dapat menghindari komplikasi akibat kelelahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Program Haji Berjenjang ditujukan untuk penyesuaian kemampuan jemaah dengan beban kegiatan ibadah, agar terhindar dari komplikasi/disabilitas akibat kelelahan melalui pengaturan lama tinggal," bunyi poin nomor 11 dari rekomendasi tersebut, dilihat detikcom, Sabtu (23/8/2025).
Program Haji Berjenjang ini membagi masa tinggal jemaah ke dalam tiga kategori:
- Haji Reguler (40 hari): Ditujukan untuk jemaah dengan kondisi fisik prima yang dapat menjalani seluruh rangkaian ibadah, ziarah, dan kunjungan.
- Haji Terbatas (25 hari): Berfokus pada ibadah haji inti (rukun dan wajib) dan dirancang untuk jemaah dengan keterbatasan waktu atau masalah kesehatan.
- Haji Prioritas (15 hari): Khusus untuk jemaah dengan kondisi khusus, faktor risiko tinggi, atau kebutuhan medis mendesak. Jemaah ini akan mendapatkan fasilitas dan pendampingan ekstra.
Usulan Lain dari Perdokhi
Perdokhi juga merekomendasikan penilaian istitha'ah kesehatan haji yang lebih terukur dan profesional. Penilaian ini akan menggunakan parameter kemampuan fungsional berdasarkan hasil pengukuran Volume Oksigen Maksimal (VO2max) jemaah.
Pembinaan manasik fisik/kognitif/mental/spiritual juga harus ada. Penggunaan farmakoterapi, senam haji hingga peningkatan kompetensi petugas haji juga diperlukan.
Perdokhi juga mengusulkan beberapa hal lain untuk meningkatkan kualitas kesehatan jemaah haji, seperti: kolaborasi dengan BPJS dan penggunaan teknologi kesehatan.
Istitha'ah kesehatan haji juga harus menjadi syarat pelunasan ONH (Ongkos Naik Haji).
Perdokhi juga merekomendasikan penambahan vaksin influenza berbasis sel dan vaksin pneumonia. Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi) Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.K.F.R, MARS, AIFO-K, vaksin influenza efektif digunakan sekitar satu bulan sebelum keberangkatan jemaah haji. Sementara penggunaan imunomodulator sebaiknya sudah secara rutin digunakan 3 bulan sebelum keberangkatan untuk memperkuat daya tahan tubuh.
"Rekomendasi lainnya adalah pemberian imunomodulator asli Indonesia seperti ekstrak Phyllantus niruri yang dikombinasi dengan multivitamin dianjurkan setiap hari sejak dari Tanah Air untuk meningkatkan daya tahan tubuh menghadapi risiko infeksi yang meningkat pada kerumunan," kata Ketua Dewan Pembina Pengurus Pusat (PP) Perdokhi Prof. Dr. Muchtaruddin Mansyur, Sp.Ok, ToksikO (K), Ph.D, dalam kesempatan yang sama, saat ditemui di Gedung Kemenag Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (23/8/2025).
(hnh/kri)
Komentar Terbanyak
13 Asosiasi Haji-Umrah Serahkan DIM ke PKS, Tolak Legalisasi Umrah Mandiri
Respons Menag Nasaruddin Usai Kantor Kemenag Digeledah KPK
Dugaan Korupsi Kuota Haji, Pihak Eks Menag Yaqut Minta KPK Fokus pada Kerugian