BP Haji Minta Persetujuan DPR untuk Persiapan Layanan Haji 2026

BP Haji Minta Persetujuan DPR untuk Persiapan Layanan Haji 2026

Lusiana Mustinda - detikHikmah
Kamis, 21 Agu 2025 19:59 WIB
Raker Komisi VIII bersama Menteri Agama, Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), dan Kepala Badan BPKH di Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (21/8/2025).
Raker Komisi VIII bersama Menteri Agama, Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), dan Kepala Badan BPKH di Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (21/8/2025). Foto: Tangkapan Layar YouTube DPR RI
Jakarta -

Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) minta persetujuan Komisi VIII DPR RI agar penyiapan layanan haji 2026 dapat segera dilakukan, baik di dalam negeri maupun di Arab Saudi. Langkah ini diharapkan mampu memastikan pelayanan optimal bagi para jemaah.

"Kami mohon persetujuan agar dapat segera melakukan proses penyiapan layanan haji di dalam negeri maupun luar negeri," ujar Kepala BP Haji, Mochamad Irfan Yusuf, dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Kementerian Agama (Kemenag), dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Kompleks Parlemen, Jakarta yang turut disiarkan dalam TV Parlemen pada Kamis (21/8/2025).

Gus Irfan menjelaskan persiapan layanan mencakup pemilihan syarikah (penyedia layanan di Arab Saudi), penyediaan akomodasi, konsumsi, hingga transportasi jemaah. Selain itu, BP Haji juga meminta persetujuan terkait pembayaran sebagian Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2026 secara di muka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan usulan Kemenag, pembayaran uang muka tersebut diperkirakan mencapai 627 juta riyal Saudi atau sekitar Rp 2,72 triliun.

ADVERTISEMENT

Alokasi untuk Layanan Masyair

Menteri Agama Nasaruddin Umar turut menjelaskan pembayaran uang muka ini sangat krusial karena terkait dengan layanan masyair, yakni fasilitas di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) yang meliputi tenda, konsumsi, serta kebutuhan dasar lainnya.

Menurutnya, hingga saat ini pembahasan resmi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2026 dengan DPR belum dimulai. Sementara itu, batas akhir pembayaran kepada pihak Arab Saudi jatuh pada 23 Agustus 2025. Jika pembayaran terlambat, Indonesia berisiko kehilangan lokasi tenda dan layanan terbaik di kawasan Armuzna.

"Menyadari urgensi ini, kami mengusulkan penggunaan dana awal atau uang muka BPIH 1447 Hijriah/2026 Masehi," jelas Menag.

Perhitungan Dana Awal

Menag Nasaruddin menjelaskan, dasar perhitungan uang muka mengacu pada rata-rata biaya haji 2025, yaitu sekitar 785 riyal per jemaah untuk kebutuhan tenda dan 2.300 riyal per jemaah untuk layanan masyair, transportasi, katering, akomodasi, serta fasilitas pendukung lainnya.

Dengan asumsi kuota haji reguler tetap 203.320 orang, total kebutuhan diperkirakan mencapai 627 juta riyal Saudi. Dana ini diputuskan difasilitasi melalui BPKH dengan mekanisme pembayaran uang muka.

Menag menegaskan skema ini tidak menyalahi regulasi. Dana yang dicairkan bukan tambahan anggaran baru, melainkan bagian dari BPIH 2026 yang memang diperuntukkan untuk kebutuhan operasional haji.

"Mekanismenya jelas, yakni permintaan dana BPIH melalui skema uang muka. Tidak ada pelanggaran aturan, tidak menambah beban jamaah, dan tidak menimbulkan risiko kerugian negara," tegas Nasaruddin.




(lus/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads