Sebanyak 55 ribu jemaah haji Indonesia akan menjalani murur di Muzdalifah kemudian langsung ke Mina. Murur memungkinkan jemaah hanya melintas tanpa menginap.
Direktur Layanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama Subhan Cholid menyatakan ada empat kriteria yang berhak ikut murur, yaitu jemaah yang mengalami risiko tinggi secara medis, lansia, disabilitas dan pendamping jemaah.
Menurutnya skema murur itu ditetapkan setelah pemerintah melakukan evaluasi atas pelaksanaan ibadah haji tahun lalu. Kala itu ada keterlambatan pengangkutan jemaah. Selain itu, ruang di Muzdalifah sangat terbatas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Skema murur diterapkan sebagai ikhtiar menjaga keselamatan jiwa jemaah haji atas potensi kepadatan di tengah terbatasnya area Muzdalifah.
"Titik kritis di rute Muzdalifah-Mina ini perlu kita cermati. Pergerakan dari Muzdalifah-Mina ini cukup singkat," kata Subhan di Kantor Daker Makkah, Kamis (6/6/2024).
Subhan menjelaskan, area yang diperuntukkan bagi jemaah haji Indonesia seluas 82.350 m². Pada 2023, area ini ditempati sekitar 183.000 jemaah haji Indonesia. Mereka terbagi dalam 61 maktab. Sementara ada sekitar 27.000 jemaah haji Indonesia (9 maktab) yang menempati area Mina Jadid. Sehingga, setiap jemaah saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat sekitar 0,45 m² di Muzdalifah. "Ini saja sudah sangat sempit dan padat," sebutnya.
Pada 2024, Mina Jadid tidak lagi ditempati jemaah haji Indonesia. Sehingga, 213.320 jemaah dan 2.747 petugas haji akan menempati seluruh area Muzdalifah.
Belum lagi saat ini pemerintah Arab Saudi melakukan pembangunan toilet di Muzdalifah. Pembangunan toilet ini memakan tempat seluas 20.000 m². Sehingga, ruang yang tersedia untuk setiap jemaah jika semuanya ditempatkan di Muzdalifah hanya 0,29 m². Angka itu didapat dari area untuk jemaah Indonesia-area toilet baru (82.350 m² - 20.000 m² = 62.350 m² /213.320 = 0,29 m²).
Skema murur yang diterapkan pemerintah Indonesia ini mendapat dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), PBNU, Muhammadiyah, dan Persis. Keempat organisasi ini menyebut, murur di Muzdalifah itu hukumnya sah.
Menurut Kepala Daker Makkah Khalilurrahman, keputusan hukum tentang murur diperlukan demi kemaslahatan jemaah haji Indonesia. Karena, kata dia, luas Muzdalifah jika dibandingkan dengan jumlah kapasitas jemaah yang akan mabit di Muzdalifah sangat tidak ideal.
Jika seluruh jemaah haji Indonesia dipaksakan mabit di Muzdalifah, kata dia, bisa mengakibatkan kematian dan menimbulkan bahaya kesehatan bagi jemaah haji Indonesia.
"Kalau dipaksakan untuk melaksanakan mabit di Muzdalifah akan berdampak terhadap kemafsadatan atau kerusakan yang besar," kata Khalil.
(ern/kri)
Komentar Terbanyak
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi
Info Lowongan Kerja BP Haji 2026, Merapat!