Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sarmidi Husna menyoroti praktik murur di Muzdalifah yang akan diterapkan untuk jemaah haji Indonesia. Hal ini disebutnya beralasan sebab tempat di Muzdalifah sangat sempit dan sesak jika dipaksakan untuk mabit atau bermalam.
"Murur itu mabit di Muzdalifah dengan cara naik bus tidak turun. Kemudian, langsung mabit di Mina. Kenapa kok tidak turun? Karena kondisi Muzdalifah nanti akan sangat padat," ujarnya kepada wartawan, Kamis (6/6/2024).
Kiai Sarmidi menjelaskan, jemaah haji Indonesia saat ini terbagi ke dalam 9 maktab. Mina Jadid yang dulunya bisa menampung hingga 27 ribu jemaah haji kini tidak lagi dipakai dan bergeser ke Mina lama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian, beberapa arena di Muzdalifah itu dibangun untuk MCK (mandi, cuci, kakus) itu lebih dari 2 hektar sehingga tempat di Muzdalifah ini menjadi sempit. Kalau dihitung-hitung itu per orang kalau dipaksakan mabit di Muzdalifah semuanya itu 0,4 meter per orang. Itu sangat sesak sekali," katanya.
"Sehingga pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi memutuskan untuk membuat kebijakan murur saja, mabit di Muzdalifah," lanjut dia.
Lebih lanjut, Kiai Sarmidi mengatakan PBNU sudah memutuskan hukum murur dengan landasan keagamaan.
"Minggu kemarin PBNU sudah memutuskan bahwa murur itu sah jika mururnya di Muzdalifah itu lewat tengah malam. Boleh memilih murur sah kalau lewat tengah malam," terang dia.
Disebutkan lagi, kebolehan murur dilandasi dengan hukum kesunnahan mabit di Muzdalifah. Artinya, mabit hanya dilakukan dengan murur saja tetap sah ibadahnya.
Selain itu, Kiai Sarmidi menjelaskan boleh mengikuti pendapat sunnah ditambah dengan adanya uzur. "Karena sesaknya Muzdalifah, padatnya Muzdalifah bisa dijadikan alasan uzur syar'i untuk tidak mabit di Muzdalifah dan menggunakan cara murur saja,"
Ketua Umum (Ketum) PBNU Yahya Cholil Staquf menambahkan, secara khusus syuriah PBNU membahas masalah-masalah ini dan merumuskan sejumlah tuntunan agar bisa dijadikan acuan jemaah haji untuk melaksanakan ibadahnya secara lebih ringan dan lebih menjamin keselamatan mereka.
"Jemaah akan berlipat, lima jutaan jemaah haji, ada hal-hal yang memang kita memang kalau memaksakan yang berat-berat itu jadi masalah besar. Misalnya, soal mabit di Muzdalifah, itu kalau mencari fadilah yang berat itu masalah besar. Begitu juga di Mina karena Mina itu areanya ndak bisa diperluas," katanya.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Daftar 50 SMA Terbaik di Indonesia, 9 di Antaranya Madrasah Aliyah Negeri
Laki-laki yang Tidak Sholat Jumat, Bagaimana Hukumnya?