Masjid Masy'aril Haram merupakan salah satu tempat yang bersejarah di Tanah Suci Makkah. Menurut sebuah riwayat Nabi Muhammad SAW pernah salat di tempat ini ketika haji wada.
Menukil buku Histori 72 Masjid di Tanah Suci dalam Khazanah Sunnah Nabi karya Brilly El-Rasheed, Masjid Masy'aril Haram terletak di kawasan Muzdalifah, tepatnya di tengah perjalanan Arafah dan Mina. Jemaah haji wajib bermalam di Muzdalifah dan disunahkan untuk memungut batu kecil sebagai persiapan pelemparan jumrah di Mina.
Lokasi Masjid Masy'aril Haram
Dikutip dari buku Jejak Sejarah di Dua Tanah Haram karya Mansya Aji Putra, Masjid Masy'aril Haram berjarak kurang lebih 5 km dari Masjid al-Khaif di Mina. Adapun jarak dengan Masjid an-Namirah di Arafah yaitu kurang lebih 7 km.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya, luas area utama masjid ini sekitar 1.700 meter persegi dan bertambah menjadi 4.000 meter persegi di periode Abbasiyah. Setelah melalui beberapa kali rekonstruksi dan pembangunan, luas Masjid Masy'aril Haram mencapai 6.000 meter persegi. Saat ini Masjid Masy'aril Haram telah dipugar menjadi masjid yang cukup mewah dan besar dengan kapasitas mencapai 12.000 jemaah.
Ketika hendak bermalam di Muzdalifah, jemaah haji tidak diwajibkan untuk bermalam di dalam Masjid Masy'aril Haram. Di samping kapasitas masjid yang tidak mungkin mampu menampung jemaah dari seluruh dunia, memang tidak ada kewajiban untuk bermalam di dalam masjid ini.
Sejarah Masjid Masy'aril Haram
Mengutip Ensiklopedia Fikih Indonesia karya Ahmad Sarwat, dari segi bahasa, masy'ar berarti tempat syiar-syiar agama ditegakkan, sedangkan haram berarti tempat yang diharamkan untuk berburu dan sebagainya.
Masy'aril Haram disebut dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 198. Allah SWT berfirman,
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفٰتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ
Artinya: "Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu (pada musim haji). Apabila kamu bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyar'il Haram. Berzikirlah kepada-Nya karena Dia telah memberi petunjuk kepadamu meskipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat."
Menurut Ibnu Umar, Masy'aril Haram adalah Muzdalifah seluruhnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir Ibnu Katsir yang diterjemahkan oleh M. Abdul Ghoffar, Abdurrahim Mu'thi, dan Abu Ihsan Al-Atsari.
Abu Ishaq as-Subai'i meriwayatkan, dari Amr bin Maimun ia menceritakan, "Aku pernah bertanya kepada Abdullah bin Umar mengenai Masy'aril Haram, tetapi ia diam saja hingga ketika kendaraan kami turun ke Muzdalifah ia berujar, 'Mana orang yang bertanya mengenai Masy'aril Haram tadi? Inilah Masy'aril Haram itu'."
Abdurrazzaq juga menceritakan bahwa Ibnu Umar berkata, "Masy'aril Haram itu adalah Muzdalifah secara keseluruhan."
Hisyam turut meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ketika dia ditanya mengenai firman Allah 'berzikirlah kepada Allah di Masy'aril Haram', maka dia menjawab, "Masy'aril Haram itu adalah Muzdalifah secara keseluruhan."
Adapun diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Sa'id bin Jubair, Ikrimah, Mujahid, as-Suddi, Rabi bin Anas, Hasan al-Bashri, dan Qatadah bahwa mereka semua mengatakan, "Masy'aril Haram itu terletak di antara dua gunung."
Nabi Muhammad SAW Salat di Masy'aril Haram
Nabi Muhammad SAW pernah singgah di Muzdalifah bersama para sahabat untuk menjalankan salat Maghrib yang dijamak dengan salat Isya. Peristiwa ini terjadi ketika haji wada.
Pada masa itu, area tersebut masih berupa padang pasir. Masjid yang diperkirakan baru ada setelah tahun 300 Hijriah tersebut dikenal pula sebagai Masjid Muzdalifah karena keberadaannya di Muzdalifah.
Tempat salat Nabi Muhammad SAW ini kini menjadi salah satu destinasi jemaah haji saat berada di Makkah.
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana