Misteri Di Balik Mandi Junub

Keajaiban Al-Qur'an (39)

Misteri Di Balik Mandi Junub

Nasaruddin Umar - detikHikmah
Jumat, 02 Mei 2025 05:00 WIB
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menggelar rapat kerja dengan Komisi VIII DPR. Rapat membahas persiapan pelaksanaan ibadah haji tahun 2025.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Di dalam Islam dikenal ada dua macam mandi, yaitu mandi biasa dan mandi wajib. Mandi wajib harus dilakukan bagi siapa saja yang pernah melakukan hubungan seksual (coitus), bermimpi basah, siuman dari mabuk atau pingsan, masuk agama Islam, sebagian ulama menambahkan menjelang shalat Jum'at, dan bagi perempuan ditambahkan pasca menstruasi, dan pasca nifas. Dasar hukumnya ditemukan di dalam Al-Qur'an dan hadis sebagaimana diungkapkan pada artikel terdahulu tentang pentingnya penyucian diri (thaharah), terutama dalam Q.S. al-Waqi'ah/56:78.

Mandi junub ialah bagian dari upaya untuk penyucian diri dari hadats besar, terjadi saat seseorang telah melakukan hubungan seksual dan atau bermimpi basah (hilm). Mandi junub memiliki persyaratan tertentu yang berbeda dengan mandi biasa. Ketentuan mandi junub dalam ilmu fikih ialah pertama kali dilakukan dengan niat mandi junub untuk mengangkat hadats besar, diawali dengan wudhu dan tentu diakhiri dengan wudhu karena wudhu pertama batal dengan sendirinya ketika membersihkan kemaluan, membasuh air sekujur badan sampai kepada seluruh helai rambut di badan, disunatkan menggunakan sabun dan shampoo, yang pada waktu Rasulullah Saw menggunakan daun khtmi yang mengeluarkan busa.


Hal yang sama dilakukan juga bagi perempuan yang selesai menjalani menstruasi dan darah nifas, karena keadaan keduanya juga dianggap atau dianalogikan dengan hadas besar. Dalam ketentuan ilmu fikih, sebelum perempuan menjalani proses thaharah pasca menjalani kedua keadaan tersebut tidak dibenarkan melakukan hubungan suami isteri.
Pengecualian terjadi, artinya dibenarkan untuk tidak mandi junub dan diganti dengan tayamum, manakala seseorang memenuhi syarat-syarat yang membolehkan orang tayamum, seperti dalam keadaan sakit keras dan tidak mungkin mandi junub, tidak ditemukan air yang cukup untuk mandi junub, atau tidak cukup uang untuk membeli air untuk mandi, atau ada hal-hal tertentu yang tidak memungkinkan untuk mendapatkan air bersih yang cukup. Air yang dapat digunakan untuk bersuci saat mandi junub menurut ketentuan Fikih ialah air yang bersih dan menyucikan (Lihat artikel terdahulu).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hikmah di balik perintah bersuci, terutama mandi junub, ternyata bagus sekali untuk memulihkan kembali badan khususnya otot-otot yang telah mengalami ketegangan. Prof. Rolf Ehrenfels dan Dr Ahmad Ramali banyak membahas hikmah dalam konsep thaharah dalam Islam, termasuk di dalamnya hikmah mandi junub yang dianggapnya sangat membantu untuk memulihkan keadaan stamina, termasuk memulihkan suasana batin yang bersih untuk selanjutnya melakukan ibadah-ibadah rutin, sebagaimana diisyaratkan dalam ayat: "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri."(Q.S. al-Baqarah/2:222).

Prof. Nasaruddin Umar

ADVERTISEMENT

Menteri Agama Republik Indonesia

Imam Besar Masjid Istiqlal

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)




(lus/lus)

Hide Ads