Lihatlah nama-nama surah dan tata aturan ayat-ayatnya. Pertama-tama kita diantar memasukinya dengan surah al-Fatihah (pembuka) lalu tiba-tiba diperhadapkan dengan surah al-Baqarah (sapi betina). Mengapa harus dengan sapi? Setelah itu surah keluarga Imran (Alu 'Imran), al-Nisa' (perempuan), al-Maidah (hidangan), al-An'am (binatang ternak), al-A'raf (Tempat Tertinggi), al-Anfal (Harta Rampasan), al-Taubah (Pengampunan), lalu disusul dengan nama-nama Nabi tertentu yaitu Yunus , Hud, dan Yusuf. Lalu diselang dengan al-Ra'd (guruh) kemudian dilanjutkan lagi dengan Ibrahim, al-Hijr, al-Nahl (lebah), al-Isra' (journey), al-Kahfi (Goa Kahfi), dan Maryam. Setelah itu tiba-tiba muncul nama pembuka surah, Thaha, lalu al-Anbiya (Nabi-nabi). Yang menarik Al-Qur'an juga melibatkan na,a serangga kecil seperti al-Nahl (lebah), al-Naml (semut), dan al-'Ankabut (laba-laba). Ada juga nama binatang besar menjadi nama surah yaitu al-Baqarah (sapi betina) dan al-fil (gaja). Banyak lagi nama-nama yang tidak populer muncul menjadi surah seperti nama goa (al-Kahfi), perempuan yang mengajukan gugatan (al-Mujadilah), dan hari ditampakkan kesalahan (al-Tagabun), dan bermuka masam ('Abasa).
Baca juga: Misteri Bahasa Al-Qur'an |
Nama-nama surah dan tata urutannya sangat tidak sistematis menurut ukuran gaya penulisan ilmiah. Namun justru di situ keluarbiasaan Al-Qur'an, meskipun nama-nama surahnya disusun terkesan acak dan tidak lazim, tetapi memberikan kesan alami, bagaikan hutan belantara yang tumbuhannya secara alami tanpa tersentuh sedikit pun rekayasa. Memasuki hutan belantara denga keunikan, keaslian, dan kealamiannya, jauh lebih menggiurkan para peneliti ketimbang sebuah taman atau hutan yang berada dalam sentuhan rekayasa manusia.
Ibnu Abbas, seorang sahabat yunior Nabi dan sekaligus ilmuan yang sangat disegani pada zamannya, pernah mengungkapkan bahwa Al-Qur'an itu bagaikan permata berlian yang setiap sudut-sudutnya menampilkan warna dan keindahan tersendiri. Semua jurusan memandangnya sebentuk cahaya keindahan. Hari ini kita menatap dari satu sisi maka kita tertekun akan keindahannya, hari berikutnya kita menatap dari sisi yang berbeda, tetap kita memperoleh keindahan lain, sehingga setiap sudut pandangnya menawarkan keindahan bagi orang yang serius melihatnya.
Lain halnya menurut Syekh Jalaluddin Rumi, seorang seniman dan penyair. Ia pernah menyatakan ketakjubannya terhadap Al-Qur'an dengan mengatakan, Al-Qur'an bagaikan (mohon maaf) susu perempuan. Benda itu bisa memberikan kepuasan yang luar biasa kepada seorang bayi tetapi benda yang sama juga bisa memberikan kepuasan yang luar biasa kepada bapak sang bayi.
Dengan kata lain, Al-Qur'an bisa memberikan kepuasan kepada segala umur. Seumur bayi akan memperoleh kepuasan biologis berupa nutrisi, tetapi laki-laki dewasa akan memperoleh kepuasan biologis tersendiri. Itulah Al-Qur'an, menurut Jalaluddin Rumi, bisa memberikan kepuasan kepada semuanya. Mulai orang yang bertaraf kognitif rendah sampai kepada para ahli, atau mulai dari orang awam sampai kepada khawash al-khawash. Al-Qur'an bagaikan bawang, jangan pernah puas setelah membuka kulit merahnya,
Baca juga: Misteri Angka 19 (4) |
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana