Bulan Ramadan: Ikhtiar Menahan Laju Kiamat

Kolom Hikmah

Bulan Ramadan: Ikhtiar Menahan Laju Kiamat

Ishaq Zubaedi Raqib - detikHikmah
Jumat, 21 Feb 2025 19:15 WIB
Ishaq Zubaedi Raqib
Foto: dok. pribadi Ishaq Zubaedi Raqib
Jakarta -

Kiamat pasti tiba. Kedatangannya tidak akan lama lagi. Tinggal menghitung hari. Ia sudah sangat dekat.

Bahkan, orang-orang sudah pernah bertanya kepada Nabi,

"Manusia bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat. Katakanlah, 'Ilmu tentang hari Kiamat itu hanya di sisi Allah.' Dan tahukah engkau, boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat waktunya." (QS: Al-Ahzab: 63)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Soal kapan tiba, hanya Allah yang tahu. Tuhan memberi kita isyarat.

Isyarat paling jelas adalah dipilihnya Muhammad SAW sebagai nabi terakhir. Nabi Akhir Zaman. Khatamul Anbiya'--Penutup Para Nabi. Sejak kepergiannya ke Ar Rofiqul A'laa (Nabi wafat), wahyu Allah terputus. Malaikat Jibril As. tidak lagi turun ke langit dunia.

ADVERTISEMENT

Kiamat tinggal menghitung hari. Ketika Tuhan bertanya berapa lama manusia tinggal dalam kubur, mereka menjawab, "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada mereka yang menghitung." (QS:Al Mu'minun:113).

Jika kiamat tinggal menghitung hari, lalu berapa lamakah itu? Jawabannya sama, cuma Tuhan yang tahu. Satu yang pasti, karena perbedaan dimensi, maka satu hari dalam rumusan ilmu pengetahuan manusia tidak akan pernah sama dengan satu hari versi ilmu Allah.

Ketika para durhaka bermohon agar azab bagi mereka disegerakan, Allah menjawab, "Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu." (QS:Al-Hajj:47).

Dalam ayat lain, Allah menyebut ukuran satu hari akhirat sama dengan 50 ribu hari di dunia. Kiamat adalah super misteri dan hanya Allah yang tahu dan menetapkan. Sehari bisa seribu (1000) tahun atau sama dengan lima puluh ribu (50.000) tahun.

"...dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun." (QS:Al Ma'arij:4).

Bisakah kiamat dipercepat atau diperlambat, cuma Allah yang kuasa. Makhluk hanya berikhtiar. Dan kita mencoba memperlambat laju kiamat dengan Ramadan. Apa bisa?

Ramadan Tiba

Bulan itu datang lagi. Tidak pernah ingkar janji. Ia berputar dari ujung timur, bergerak menuju ufuk, lalu tenggelam. Ia datang menabur harapan dan terbenam membawa catatan amal manusia. Ia bukan malaikat, tapi jelas ia tak pernah menyelisihi amar Tuhan. Ia rutin berotasi dan berevolusi. Ia patuh menjalankan tugas sejak awal penciptaan dirinya. Persis triliunan makhluk luar angkasa lain yang rutin dan tiada pernah berhenti berputar.

Itulah bulan. Itulah bulan Ramadan. Persis bulan-bulan lainnya, sekawanan 12 jumlahnya, Ramadan jadi tanda kekuasaan Allah SWT. Seperti sudah jadi ketetapan-Nya, Ramadan diamanahi Tuhan memanggul tugas "lebih" dalam mengurus makhluk, yang hidup maupun yang mati, dibanding sebelas bulan lainnya.

Di bulan ini, manusia diingatkan tentang ajaran kesucian, tentang fitrah, tentang "mishbah" Allah SWT di dalam "misykat". Tentang sikap mendahulukan iradat Allah di atas kehendak diri manusia.

Di dalam misykat, berpendar seberkas cahaya, taman tempat Tuhan berbisik kepada orang-orang beriman. Cahaya itu harus dijaga dan dilindungi dari maksiat agar nyalanya tetap menyinari lorong-lorong jiwa manusia. Jangan jauh-jauh, apalagi meninggalkan mishbah, sebab hal itu akan menyulitkan makhluk saat harus pulang kepada Sang Khalik.

Ramadan adalah ruang berlatih mudik ke kampung halaman, "Tsumma Ilayya Marji'ukum--Kemudian, kepada-Ku lah kalian akan mudik."

Membosankan

Anda bosan karena rutintas yang mendera? Anda jemu karena yang Anda dapati itu-itu juga? Anda cemas, karena setiap hari mesti bertemu dengan orang yang sama dalam sekian tahun? Anda sebal, karena kegiatan di tempat kerja jarang sekali berubah? Anda mulai jengah karena take home pay selalu di angka itu? Anda mulai menyoal semua yang rutin dan ingin menolak rutinitas? Anda masygul karena agenda di kantor selalu di orbit yang sama?

Memang, sering kali rutinitas kita jadikan alasan untuk mencederai komitmen saat diberi amanat, karena seakan hal itu jalan di tempat. Termasuk ketika kita dikunjungi Ramadan. Hatta, meski Ramadan disebut sebagai bulan suci. Muncul perasaan, seakan mengulang ibadah yang sama.

Setiap tahun, itu itu juga yang dilakukan. Kegiatan sepanjang bulan Ramadan tidak berubah dari tahun ke tahun. Terlebih bagi yang gemar puasa. "Apa istimewanya Ramadan, kalau hari-hari biasa selalu puasa?" canda seorang kawan.

Bangun pagi. Sahur bersama keluarga. Membolak balik menu puasa. Mengutip dan mencoba resep chef anu dan chef lainnya. Mengganti saluran televisi ke channel youtube. Menyimak siaran langsung salat tarawih berjemaah dari Masjidil Haram. Ada yang sukarela dibangunkan dini hari tapi tak sedikit yang malah "ngamuk". Karena "dipaksa" tradisi, semua dilakukan cuma karena menjalankan rutinitas. Meski ada salat subuh berjamaah, terbukti tidak semua yang berpuasa sukacita datang ke masjid.

Menahan kantuk, mencoba ambil air wudu, lalu membuka lembar demi lembar kitab suci. Ada yang dengan benar dibaca tapi boleh jadi ada sejumlah firman lain yang tak fasih dilafalkan. Makharijul huruf tidak pas. Tanda waqaf diabaikan. Bahkan, mungkin tidak sesuai ilmu membaca Alquran yang paling sederhana seperti ilmu tajwid dan tahsin qiraat. Yang penting mengikuti kebiasaan dan memastikan kebiasaan itu bisa dilakukan setiap tahun.

Tantangan Allah

Anda tidak suka rutinitas? Mari simak kutipan firman suci pada ayat 72 surah Al-Qashash. Allah SWT dengan lugas bertanya. Pertanyaan ini ditujukan bagi semua manusia. Memang tidak spesifik memberi jawaban soal rutinitas yang menyebabkan manusia jemu dan bosan. Tapi simaklah dengan tenang. Renungi tantangan Allah itu. Dalam ayat tersebut Allah bertanya, apa pendapat kita, jika Allah menjadikan siang terus menerus hingga hari kiamat? Alias matahari menghentikan tugas rutinnya mengelilingi bumi?

Saat situasi normal, penduduk di kota-kota besar, serta para komuter lain, berjejal-jejal menginvasi kota sejak fajar baru menyingsing. Mandi jam segitu, seperti mengguyur tubuh dengan air es. Karena kondisi jalan dan lalu lintas yang selalu macet, saat tiba di kota jam 07.30, suhu tubuh perlahan mulai naik meningkat. Hangat terasa di badan. Menjelang tengah hari, jalan-jalan di kawasan protokol mulai memuai. Jam 12.00 an, temperatur udara berada di kisaran 32 hingga 34 derajat celsius.

Hanya dua jam setelahnya, sekitar jam 14.00 an, bentangan aspal yang melapisi jalan-jalan di bilangan Panglima Sudirman hingga Jl MH Thamrin, Jakarta, terlihat mengirim asap halus ke udara. Bisa jadi, panas di permukaan jalan-jalan itu, sudah meningkat tajam di antara angka 48 hingga 50 derajat. Lapisan atmosfer setebal 1000 km di horizon, tak kuasa menahan terjangan sinar matahari menembus pori-pori bumi.

Dapatkah kita membayangkan jawaban macam apa untuk pertanyaan retoris Allah di akhir tulisan ini? Bagaimana jika matahari mendadak berhenti, persis di tengah-tengah langit, selurus posisi ubun-ubun kita? Tidak bergerak ke tempat biasa bola panas maha raksasa itu terbenam? Selamanya? Siang tak pernah berganti malam? Terik dan panas menyengat. Panas yang membuat kulit melepuh. Misalnya, selama dua hari alias 2 kali 24 jam. Temperatur bisa mencapai ribuan derajat celsius.

Kalau itu terjadi, maka semua cairan di muka bumi akan menguap. Semua lautan akan mengering. Samudera akan tinggal palung meranggas. Salju di dua kutub, utara dan selatan, akan meleleh. Menciptakan benua baru yang gersang. Kalau siang berlanjut dua hari lagi, maka semua cairan di dalam tubuh makhluk hidup akan lenyap. Darah di badan kita akan mengering. Daging di tubuh kita akan menyusut dan mengeras, sebab mayoritas tubuh manusia terdiri atas cairan.

Tak Perlu Kiamat

Maka, untuk menyudahi kehidupan, untuk mengirim kabar kematian makhluk, untuk mengakhiri orkestra planet dan makhluk luar angkasa lain, kita tak perlu menunggu Hari Kiamat tiba. Hanya butuh siang hari selama seminggu, maka kehidupan semua makhluk akan tinggal catatan. Allah cuma mengingatkan, bahwa semua pergerakan alam semesta diatur Allah dengan kodrat-Nya. Termasuk perjalanan memutar matahari, dari horison hingga ke ufuk barat, sepanjang Allah kehendaki.

Maka, jangan suka menyoal, mengapa matahari secara rutin mengunjungi manusia. Sebab, sekali berhenti berotasi, kehidupan akan berakhir. Rutinitas itu rahasia Allah. Rutinitas itu sudah jadi ketetapan Allah sejak alam azali. Rutinitas itulah yang menjaga kehidupan. Kita bisa membayangkan akibat buruk yang ditimbulkan jika kita tidak rutin menarik nafas? Tidak rutin makan dan minum? Tidak rutin tidur dan bangun?

Maka, berhentilah menghidup-hidupkan perasaan bosan karena Ramadan datang secara berkala. Datang secara rutin setiap tahun. Ramadan datang, didesain Allah demi terjadinya perubahan sikap manusia dalam memaknai hubungannya dengan Allah. Sebelas bulan penuh dosa, bisa dinetralkan dengan berkah yang dikandung Ramadan. Maka, jangan bosan apalagi sebal. Ramadan adalah rutintas yang jadi isyarat kasih sayang Allah untuk hamba-Nya.

Kita berharap, dengan rahmat, ampunan dan janji Allah bahwa kita dijauhkan dari ancaman api neraka, dapat "menahan" laju datangnya Hari Kiamat. Jika Allah SWT berkenan mengasihi dan menyayangi kita, maka Dia akan terus menciptakan Ramadan. Agar apa? Agar kita beroleh kesempatan bersuci dari maksiat dan bersiap dengan bekal yang diridhai, sebelum kita kembali dan mudik ke kampung halaman, yakni Allah SWT.

Mari terus menguatkan harapan agar Ramadan datang secara rutin, hingga kita benar-benar siap merindukan hari itu; hari pertemuan dengan Allah SWT.

Pada akhirnya, amal dan ibadah yang rutin saja yang akan menyelamatkan manusia. Hanya salat yang rutin dan sempurna (rukun, syarat dan akhlaknya) yang bisa berfungsi sebagai tiang agama. Hanya zakat dan sedekah yang rutin saja yang dapat menyucikan jiwa-jiwa orang mukmin. Dan cuma puasa yang rutin saja yang akan mampu mengantarkan seseorang menuju predikat takwa.

Mari bermohon agar Allah menetapkan dan menguatkan kita dalam rutinitas beribadah kepada-Nya. Rutin dalam konteks ini adalah bagian sikap dan sifat istiqamah!

Al-Qashash 72 :

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ النَّهَارَ سَرْمَدًا إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ...

Katakanlah : "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus-menerus hingga hari kiamat..." (QS:Al Qashas:72)

Marhaban Ya, Ramadan! Marhaban Ya, Syahros Shiyam!

Ishaq Zubaedi Raqib
Staf Khusus Menteri Sosial RI dan Ketua LTN (Lembaga Informasi, Komunikasi dan Publikasi) PBNU
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. Terima kasih - Redaksi)




(inf/erd)

Hide Ads