Siap Bertakwa Siap Menahan Marah

Kolom Hikmah

Siap Bertakwa Siap Menahan Marah

Ishaq Zubaedi Raqib - detikHikmah
Jumat, 28 Mar 2025 12:30 WIB
Ishaq Zubaedi Raqib
Foto: Dok Ishaq Zubaedi Raqib
Jakarta -

Bulan Ramadan identik dengan bulan puasa. Puasa Ramadan jadi "stempel" istimewa bagi semua kegiatan ; ibadah dan amal saleh di bulan itu. Salat sunnah di bulan suci, dijanjikan pahala seperti menunaikan salat fardhu. Membaca satu ayat pahalanya seperti mengkhatamkan Al-Qur'an. Bahkan "tidurnya" orang puasa, dinilai ibadah. Jadi berlipat ganda nilai dan pahalanya karena mendapat "stempel" khusus ; dilakulan di bulan Ramadan.

Di ujung ayat puasa Ramadan, Allah SWT mengagendakan "pendadaran" ruhani sekaligus fisik bagi orang-orang beriman. "Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (Al Baqarah : 183). Tuhan menginginkan para hamba-Nya tidak saja beriman tapi juga mencapai derajat takwa. Untuk sampai pada maqam itu, Tuhan menyediakan cara.

Bagaimana caranya ? Puasa di bulan Ramadan. Selain menaikkan derajat ruhani, puasa berguna bagi kesehatan fisik. Dengan puasa, kesehatan spritual mengalami proses rejuvenasi. Proses peremajaan spiritual bisa berawal dari munculnya sifat empati dan simpati atas mereka yang kurang beruntung dalam hidup. Rejuvenasi fisik, antara lain, bisa dengan proses detoksifikasi, alias menggelontorkan racun yang sebelas bulan lamanya menumpuk di semua organ tubuh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ciri-ciri taqwa

Sehat fisik dan ruhani adalah ciri khas dan kafakteristik bagi muttaqin--orang yang takwa. Selain menyediakan cara dan wasilah agar para hamba-Nya mampu mencapai derajat takwa, yaitu dengan puasa di bulan Ramadan, Tuhan juga menyebut target secara presisi mengenai standar takwa. Manusia tidak membuat ukuran sendiri. Sebab, takwa berkonsekuensi atas ganjaran berupa ; ampunan Tuhan dan hidup damai di surga.

Seorang mukmin disebut bertakwa, pertama, jika dalam dirinya terdapat jiwa candra, elan yang membuatnya tiada henti berjuang. Ia dengan riang hati menafkahkan sebagian dari harta titipan Tuhan bagi lingkungan sekitar yang menbutuhkan. Baginya, berinfak tak harus menunggu berkecukupan. Ia ringan tangan, berbagi dalam keadaan berkelebihan maupun kekurangan. Berbagi adalah panggilan jiwa. Infak adalah cara yang ditunjukkan Allah.

ADVERTISEMENT

Kedua, seorang mukmin disebut takwa jika mampu menahan amarah meski dia barada dalam situasi yang sangat mungkinkan untuk marah. Ia sangat piawai mengelola emosinya. Ia adalah pemilik emosi itu dan dialah yang mengendalikannya. Ia menutup celah sekecil apapun sehingga emosi tidak akan sempat menguasai dirinya. Ia hanya akan menggunakan manfaat dari emosi untuk kasus-kasus khusus dan memang memerlukan untuk itu.

Ketiga, karena mampu menguasai diri, maka dia bisa dengan senang hati memberi maaf kepada siapa pun sebelum hal itu diminta darinya. Begitu kuat sifat itu, hingga ia mampu mengukur hal-hal yang mungkin menyimpang dari perilakunya. Karena kesadaran itu muncul secara nature, maka ia juga terbiasa memafaafkan dirinya. Memaafkan dalam arti sadar bahwa ia bukan sosok sempurna, dan pada suatu saat akan bernasib buruk.

Keempat, jika melakukan kesalahan terhadap lingkungannya atau lalim atas dirinya sendiri, dia akan segera menyadarinya. Kelemahan itu telah membuatnya ingat dan serta merta menyebut nama Allah. Ia mengakui kelemahan diri dan menyadari akan kebesaran Tuhah. Ia tak lebih dari sekadar makhluk kecil yang sering alpa dan jatuh ke jurang kesalahan. Menyadari kekerdilan diri, orang yang takwa akan tersungkur di hadapan Tuhan memohon ampun atas maksiat.

Kelima, ciri-ciri terakhir orang takwa dalam surah Ali Imron itu adalah ; jika terjatuh dalam kesalahan, maka dia akan berbesar hati mengakuinya dan berbesar jiwa untuk melepas apapun pilihan sikapnya. Ia tidak akan berada di posisi yang sama, akan selalu bersikap terbuka untuk mendapatkan alternatif lain. Baginya, berkeras hati atas pilihan yang salah hanya akan membuatnya makin jauh dari tuntunan Tuhan soal derajat takwa.

Ajaran tentang nilai puasa Ramadan dan karakteristik takwa ; adalah balajar membangun peradaban. Ramadan adalah bulan rekonsiliasi diri. Ramadan adalah bulan khidmat ; jalan cepat menuju Tuhan. Ramadan adalah bulan berbagi. Dengan puasa di bulan Ramadan berarti berjalan di atas titian takwa. Takwa adalah jalan pilihan Tuhan bagi manusis agar terpanggil untuk merawat jagat dan membangun peradaban. (*)

Ishaq Zubaedi Raqib

Ketua LTN PBNU dan Staf Khusus Menteri Sosial RI.

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads