Bercanda

Kolom Hikmah

Bercanda

Aunur Rofiq - detikHikmah
Jumat, 08 Des 2023 08:00 WIB
Poster
Aunur Rofiq. Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Badruddin Abul Barakat Muhammad Al-Ghizzi seorang penulis menyebutkan, "dianjurkan agar bercanda diantara pada saudara-saudara dan teman, karena itu menghibur hati dan mempermudah tujuan. Dengan syarat tidak melontarkan suatu tuduhan, tidak menjatuhkan wibawa atau mengurangi kehormatan seseorang, tidak keji sehingga menyebabkan permusuhan dan dengki."

"Canda itu dicela apabila sampai pada tahap menjadi kebiasaan dan berlebihan," kata Badruddin.

Tidaklah diragukan bahwa bercanda itu bisa membuat rasa senang, gembira dan bahagia untuk mengusir kebosanan dan rasa lelah. Orang boleh membuat suasana senang dalam bertemu orang dengan sedikit gurauan ringan asalkan tidak banyak atau tidak memperbanyak tertawa sampai berlebihan. Rasa senang itu merupakan kondisi psikologis atau suasana hati, hal ini akan mempengaruhi hormon yang dihasilkan otak. Kalau kita sedang bahagia (senang), maka otak akan memproduksi zat endorfin yang sangat berguna bagi tubuh. Sebaliknya jika kita sedang stres, marah, maka zat yang dihasilkan otak adalah dopamine, cortisol, dan adrenalin, yang bisa mengganggu keseimbangan sistem tubuh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam buku karangan Syeikh Mahmud Al-Mishri yang diterjemahkan oleh Ustad Abdul Somad dengan judul Semua Ada Saatnya, menjelaskan tiga kelompok manusia berdasarkan candaannya:

Pertama, orang yang menghabiskan waktu malam dan siangnya hanya dengan tawa dan senda gurau. Kondisi ini berlebihan karena dengan banyaknya tertawa dilarang oleh utusan-Nya. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda, "Jangan perbanyak tawa, karena banyaknya tawa itu mematikan hati," (HR. Ibnu Majah).

ADVERTISEMENT

Kelompok kedua, yakni orang yang bermuka masam dan tidak pernah menunjukkan senyum di wajahnya. Ini termasuk hal yang tercela karena menyebabkan orang lain menjauh bahkan membencinya. Rasulullah SAW. bersabda, "senyumanmu ke wajah saudaramu adalah sedekah bagimu," (HR. Bukhori). Sebenarnya sangat mudah merubah wajah yang masam menjadi wajah yang suka senyum. Selalu ingatlah sabda Rasulullah SAW. dan hilangkan hati yang keruh (penyebab wajah masam).

Kelompok terakhir, adalah mereka yang berasa di pertengahan antara dua golongan sebelumnya. Rasulullah SAW. sendiri termasuk dalam golongan ini, beliau sesekali bercanda dan dalam candaannya hanya melontarkan hal yang benar saja, tanpa perlu mengada-ngada atau menjelekkan seseorang demi mengundang tawa orang lain. Kelompok ini menjadi dambaan kita semua agar bisa menyeimbangkan dan di posisi pertengahan. Bercanda untuk melepaskan kepenatan batin adalah kebutuhan, namun Islam memberikan teladan dengan bercanda gaya Rasulullah SAW.

Dalam suatu riwayat, seorang wanita tua mendatangi Rasulullah SAW. Ia menanyakan perihal surga. "Wanita tua tidak ada di surga," sabda Rasulullah SAW.

Mendengar ucapan itu, si nenek pun menangis tersedu-sedu. Rasulullah SAW. segera menghiburnya dan menjelaskan makna sabdanya tersebut itu. "Sesungguhnya ketika masa itu tiba, Anda bukanlah seorang wanita tua seperti sekarang."

Rasulullah pun kemudian membacakan ayat, "Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan." (QS al-Waaqi'ah ayat 35-36). Akhirnya, si nenek tua tadi pun tersenyum.

Model yang diajarkan Rasulullah SAW, sangat jauh dari fenomena yang terjadi di masyarakat. Seperti, tontonan-tontonan yang semata bertujuan membuat pemirsanya tertawa. Di antaranya, lawakan yang penuh dengan materi bohong, mengada-ada, dan berpura-pura bodoh.
Bahkan, ada yang menyalahi kodrat illahi, seperti berpura-pura menjadi banci agar orang tertawa. Padahal, laki-laki yang berpura-pura menjadi wanita atau sebaliknya mendapat laknat yang keras disisi Allah SWT.

Kebanyakan dunia televisi menyajikan lawakan yang kasar. Kerap ditemui materi lawakan berupa olok-olokan yang merendahkan orang lain. Mereka sengaja menghina kekurangan rekan mereka hingga membuka aibnya.

Acara komedi seperti ini jelas bertentangan dengan firman Allah-Nya. "Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat maka mereka itulah orang-orang yang zalim."(QS al- Hujuraat :11).

Ada beberapa contoh bercanda yang merugikan, seperti seseorang memperolok sahabatnya sehingga menjadi bahan tertawaan sahabat lainnya. Kemarin hari Rabu 6.12.23 siang penulis merasakan sendiri sebagai penumpang Pelita Air dari Juanda tujuan Cengkareng, karena ulah seorang yang berkata tasnya ada bom pada salah seorang pramugari. Hal ini berakibat "drama sekitar 3 jam" di dalam pesawat dan berakibat buruknya baginya ( yang bercanda ). Kerugian yang terjadi sangat besar, dalam kurun waktu tertentu tidak pesawat yang pergi maupun datang dan menyebabkan rentetan penundaan penerbangan.

Jelas sekali tuntunan bagi orang yang beriman jika bercanda dengan teman maupun saudaranya. Bercandalah dengan materi yang benar, bukan mengada-ada atau memperolok-olok, dan menyebar kebohongan (kasus Pelita Air) karena hal itu jelas dilarang seperti firman-firman Allah SWT. tersebut di atas. Semoga Allah SWT. selalu memberikan keteguhan agar kita semua tidak keluar jalur dalam bercanda dan mengikuti yang dicontohkan Rasul-Nya.

--

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI (Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)




(kri/kri)

Hide Ads