×
Ad

Mendikdasmen Usul PR Resensi Buku, Benarkah Bisa Bikin Siswa Jadi Kritis?

Fahri Zulfikar - detikEdu
Kamis, 27 Nov 2025 12:30 WIB
Foto: Pradita Utama/Sejumlah siswa SDN Pasar Baru 11 belajar di Halte Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis (30/8/2018).
Jakarta -

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyarankan agar guru memberi tugas resensi atau review buku kepada siswa. Tujuannya yaitu mengajak siswa membaca buku dan menunangkan hasil bacaannya.

Menurutnya, pekerjaan rumah (PR) bagi siswa penting, tapi bukan hanya mengerjakan soal-soal. PR, katanya, harus yang bisa menjadi ruang imajinasi dan aktualisasi bagi anak-anak.

"PR mestinya menugaskan anak membaca dan menulis, seperti membuat resensi atau review buku," kata Mu'ti dikutip dari laman Kemendikdasmen, Kamis (27/11/2025).

"Ruang imajinasi dan ruang aktualisasi anak-anak harus lebih terbuka. Pendidikan tidak boleh hanya mengajarkan menjawab soal, tetapi membangun nalar jernih bagi anak-anak," imbuhnya.

Pengertian Resensi, Apa Itu?

Mengutip laman University of North Carolina at Chapel Hill, resensi adalah evaluasi kritis terhadap teks, peristiwa, objek, atau fenomena. Resensi dapat mencakup buku, artikel, seluruh bidang baik sastra, seni, hingga yang lainnya.

Dalam sebuah resensi buku, faktor terpenting yaitu bagaimana individu bisa membaca buku kemudian mengulas dengan komentarnya. Secara singkat, resensi buku untuk PR berarti siswa ditugaskan untuk membaca buku lalu menuliskan komentarnya tentang buku tersebut.

Mengembangkan Keterampilan Menulis hingga Analisis

Franklin Obeng-Odoom dari University of Technology, Sydney, mengatakan resensi buku bukan hanya melatih menulis, tetapi cara untuk mengembangkan keterampilan lain. Dalam tulisannya berjudul "Why write book reviews?" pada 2014, ia menyebut mengerjakan resensi buku bisa meningkatkan keterampilan analitis dan riset.

"Jika dilakukan dengan baik, hal ini dapat membantu pengulas mendapatkan ide, mengingat kembali ide tersebut, mempertajam keterampilan riset dan menulis, mengembangkan keterampilan evaluatif," ucapnya, seperti dilansir Australian Universities Review Volume 56 Nomor 1, 2014.

Keterampilan analitis ini sangat penting bagi individu untuk berbagai hal, termasuk mengembangkan daya kritisnya. Dengan keterampilan ini, individu akan terlatih untuk mengambil keputusan berbasis data, pemecahan masalah, dan sebuah perencanaan.

Semua keterampilan itu sangat menunjang karier individu pada masa depan., baik untuk bekerja di perusahaan maupun untuk pekerjaan kreatif yang potensial.

Obeng-Odoom juga menilai, resensi buku bukan hanya sekadar ringkasan, tetapi melatih seseorang terhadap pengetahuan apa yang ia dapatkan. Resensi juga melatih seseorang untuk membuat dokumentasi berupa catatan poin-poin penting yang akan menjadi kebiasaan berguna untuk berbagai bidang.

Bagaimana Cara Memulai Menulis Resensi Buku?

Dikutip dari University of Southern California, menulis resensi buku merupakan proses tiga langkah, yaitu:

1. Mencatat dengan cermat saat membaca teks

2. Mengembangkan argumen tentang nilai karya yang sedang dibahas

3. Menyampaikan argumen tersebut dengan jelas saat menulis penilaian yang terorganisir dan berlandaskan pada bukti yang kuat.

Beberapa pendekatan untuk menulis resensi buku bisa dilakukan dengan pertanyaan:

- Apa argumenmu tentang buku tersebut?

- Bercerita tentang apa buku tersebut? Apa inti ceritanya?

- Apa saja bukti untuk mendukung argumenmu?

- Apakah argumenmu sudah sesuai dengan bukti-bukti?

- Secara kesimpulan, seperti apa buku ini menurutmu? Poin apa yang ingin kamu sampaikan ke orang agar membacanya?

Untuk poin-poin bukti, bisa dicantumkan halaman ke berapa, dan pada bagian cerita yang seperti apa. Penulisan argumen dengan bukti semacam itu akan lebih kuat untuk sebuah resensi buku.

Contoh Resensi Buku

Berikut contoh resensi buku yang dikutip dari detikSulsel.

1. Contoh Resensi Buku Fiksi

Judul Buku: Sang Pemimpi

Penulis: Andrea Hirata

Tebal Buku: 292 halaman

Penerbit: PT. Bentang Pustaka

Tahun Terbit: 2008

Novel karya Andrea Hirata ini mengisahkan tentang kehidupan tiga anak Melayu Belitong bernama Arai, Ikal dan Jimbron. Kehidupan mereka penuh perjuangan, lika-liku, dan tantangan sehingga mereka yakin dengan adanya kekuatan cinta, adanya rasa percaya terhadap kekuatan mimpi, dan kekuasaan Tuhan. Mereka duduk di bangku SMA dan bekerja menjadi kuli ikan untuk bertahan hidup.

Di SMA Negeri Bukan Main, terdapat kepala sekolah yang baik dan bijaksana. Beliau bernama Pak Balia. Selain itu, ada tokoh antagonis yang ditakuti siswa, beliau bernama Pak Mustar. Beliau menjadi galak karena anaknya tidak diterima di SMA Negeri Bukan Main.

Ikal, Jimbron, dan Arai pernah melanggar peraturan sekolah dengan menonton film di bioskop sehingga dihukum oleh Pak Mustar. Mereka bertiga diminta untuk berakting membersihkan WC di lapangan sekolah.

Arai dan Ikal masih mempunyai hubungan darah. Ketika Arai duduk di bangku kelas 1 SD ibunya meninggal dan saat duduk di bangku kelas 3 ayahnya meninggal. Hal ini menyebabkan di kampung Melayu dikenal sebagai Simpai Keramat.

Kelebihan di dalam novel tersebut mengandung nilai moralitas dan sosialisme. Alur ceritanya menarik sehingga mudah dimengerti dan menginspirasi para pembaca.

Kekurangan novel dijumpai beberapa bahasa kiasan sehingga bagi pembaca pemula akan kesulitan saat membacanya.

2. Contoh Resensi Buku Fiksi

Judul Buku: Milea: Suara dari Dilan

Pengarang: Pidi Baiq

Penerbit: Pastel Books

Tahun Terbit: Agustus - 2016

Tebal Halaman: 360 halaman

Novel ini adalah seri ketiga dari novel Dilan, Dia Dilanku Tahun 1990 dan Dilan, Dia Dilanku Tahun 1991. Jika tidak mengikuti dua novel sebelumnya, pasti akan kebingungan untuk menyimak novel Milea ini. Novel ini seakan menjawab keresahan pembaca novel Dilan sebelumnya, karena di novel Milea ini seolah semua pertanyaan dan kebingungan pembaca akan terjawab.

Novel ini mengambil sudut pandang dari Dilan. Penceritaannya juga menjawab dan mengklarifikasi pernyataan atau cerita dari Milea. Seperti penyebab Akew meninggal, lalu kenapa Dilan ada di kantor polisi. Dilan tidak ditahan karena kasus Akew meninggal. Termasuk latar belakang cerita Dilan yang meramal Milea saat pertama kali kenalan.

Dilan itu teman yang baik. Dilan itu juga pacar yang baik. Dan sebenarnya, Dilan juga murid yang baik untuk guru-guru yang bisa mengerti dirinya. Mungkin, guru-guru bisa membaca novel ini agar tahu bagaimana bersikap pada anak-anak istimewa seperti Dilan dan kawan-kawannya.

Mereka tidak perlu dihukum, tidak perlu diceramahi panjang lebar. Cukup dimengerti dan sedikit memberi mereka perhatian dengan cara yang lebih bersahabat. Kisah percintaan Dilan dan Milea, persahabatan, keluarga, hingga kesedihan bersatu dalam buku ini.

Kelebihan buku:

- Cover bukunya sangat kekinian dan sesuai target sasarannya yaitu remaja.

- Banyak puisi-puisi yang diselipkan dalam buku jadi membuat pembaca dapat senyum-senyum sendiri.

- Model penceritaannya dibuat sangat jelas dan terstruktur, jadi ketika membaca dari awal, dapat langsung membayangkan di buku seri Dilan yang pertama dan kedua.

- Novel Milea dan juga versi sebelumnya sangat tampak seperti kisah nyata. Walaupun banyak yang beranggapan cerita dalam novel ini fiksi, tapi penceritaannya sangat tidak berlebihan dan seperti mengalir apa adanya.

- Dari dialog dan penjelasan adegan di dalam setiap kalimat tidak berlebihan, sehingga tidak membuat pembaca yang "baru mulai belajar membaca novel" tidak lelah untuk mengikuti jalan ceritanya.

- Cerita sangat ringan, dapat dibaca oleh semua kalangan umur.

Kekurangan buku:

- Ending di buku ini membosankan, karena ending kisah cinta Milea dan Dilan telah diungkap di novel seri Dilan sebelumnya.

- Terdapat beberapa adegan yang membuat penasaran "apakah lazim seseorang melakukan hal itu di tahun 90-an". Hal ini kembali lagi di riset penulisnya, karena mungkin bagi beberapa pembaca merasa ini sedikit janggal.



Simak Video "Video DPR: Pak Presiden, Jangan Ada Lagi Guru Bergaji Rp 300 Ribu di 2026"

(faz/nah)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork