10 Contoh Resensi Novel yang Menarik-Membuat Penasaran Lengkap Cara Membuatnya

10 Contoh Resensi Novel yang Menarik-Membuat Penasaran Lengkap Cara Membuatnya

Anindya Milagsita - detikJateng
Jumat, 08 Agu 2025 12:26 WIB
Orang sedang membaca buku novel
Buku novel. (Foto: freepik/Freepik)
Solo -

Sebelum memutuskan untuk membaca sebuah karya, tak jarang para pembaca mencari resensi novel atau buku. Cara biasanya ini dilakukan untuk mengetahui lebih dekat seperti apa gambaran dari isi novel beserta dengan kelebihan dan kekurangannya.

Berdasarkan informasi yang ada dalam buku 'Bahasa Indonesia 2 SMA Kelas XI' sasaran utama penulisan resensi buku meliputi dua arah, yaitu penulis buku dan calon pembaca buku. Bagi penulis, resensi berfungsi memberikan pertimbangan berupa saran perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan buku. Berbeda bagi calon pembaca, resensi sangat bermanfaat dalam menentukan keputusan tentang perlu atau tidaknya membaca buku tersebut.

Selain berkaitan dengan kegiatan membaca, resensi novel juga termasuk dalam salah satu materi yang diajarkan kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Salah satu tujuan hadirnya materi resensi buku atau novel adalah untuk meningkatkan keterampilan menulis para siswa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agar lebih memahami tentang resensi novel, detikJateng telah merangkum informasinya. Simak contoh resensi novel dan cara membuatnya melalui artikel ini!

ADVERTISEMENT

Langkah-langkah Resensi Novel

Bagi detikers yang ingin membuat resensi novel atau buku, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan. Berdasarkan informasi yang diambil dari buku 'Cara Efektif Meresensi Buku' karya Dian Santini dan Amelia Muna Nst, berikut langkah-langkahnya:

  1. Melakukan penjajakan atau pengenalan buku yang diresensi.
  2. Membaca buku yang akan diresensi secara menyeluruh, cermat, dan teliti. Peta permasalahan dalam buku itu perlu dipahami dengan tepat dan akurat.
  3. Menandai bagian-bagian buku yang memerlukan perhatian khusus dan menentukan bagian-bagian yang akan dikutip sebagai data acuan.
  4. Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi.
  5. Menentukan sikap atau penilaian mengenai kerangka penulisan, isi, bahasa, hingga aspek teknis.
  6. Sebelum melakukan penilaian, alangkah baiknya jika terlebih dahulu membuat garis besar atau outline dari resensi itu.
  7. Mengoreksi dan merevisi hasil resensi.

Kumpulan Contoh Resensi Novel

Setelah mengetahui langkah-langkah meresensi buku, ada baiknya untuk melihat secara lebih dekat contoh resensi novel yang telah ditulis oleh beberapa pembaca. Dengan mengetahui resensi novel yang telah mereka buat, diharapkan detikers dapat memiliki gambaran maupun inspirasi untuk mulai menulis resensi. Berikut contoh-contoh resensi novel yang diambil dari laman Goodreads:

Contoh Resensi Novel #1: Laut Bercerita oleh Nathania

Covernya yang kelihatan menyenangkan ternyata menyimpan kisah pilu mengenai kasus orang hilang tahun 1998.

Rangkuman kisah kehidupan para mahasiswa sebagai aktivis yang memperjuangkan orde baru sangat tergambar dalam buku ini. Buku ini layak sekali dibaca dan tidak akan ketinggalan zaman, menjadikan pengingat perjuangan mahasiswa yang menjadikan Indonesia seperti saat ini. Leila benar-benar melakukan riset mendalam sehingga ketika kita membaca setiap bab kita seakan-akan berada pada kondisi & situasi saat 98 tersebut.

Bagian pertama, mengenai kisah kehidupan yang menceritakan karakter setiap aktivis dalam buku ini membuat kita benar-benar memahami karakter mahasiswa 98 yang cukup keras dan enggan menyerah apalagi terdapat kisah cinta antar aktivis membuat kita senang & bahagia. Tetapi, sekaligus ada beberapa bagian flashback yang menyakitkan, menimbulkan kemarahan dan emosi mengapa bisa ada oknum yang sejahat itu bagi sesama manusia.

Bagian kedua, mengenai keluarga dari pihak aktivis. Membayangkan di posisi mereka, sedih gak bisa berkata apa-apa. Emosi kesedihan sungguh nyata & gak bisa dipungkirin setiap halamannya menyesakkan dada.

Contoh Resensi Novel #2: Yellowface oleh Gabrielle (belle.bookcorner)

Ini pertama kalinya aku baca buku karya R.F Kuang dan ini tidak akan menjadi yang terakhir kalinya!

Alur cerita yang kompleks serta gaya penulisannya yang unik dan terkesan blak-blakan berhasil membuatku tertarik untuk terus membaca hingga akhir cerita.

Beberapa topik yang diangkat di dalam cerita ini juga ditulis dengan cukup baik seperti kejamnya media sosial dan dampak dari tekanan dari popularitas yang datang secara tiba-tiba kepada seorang penulis.

Sebagai pecinta buku, aku paling tertarik dengan topik seputar dunia penerbitan yang menimbulkan banyak pertanyaan, seperti adanya perbedaan perlakuan antara penulis serta kesulitan yang dialami para penulis untuk bisa mempublikasikan karyanya karena masih adanya diskriminasi.

Aku nggak terlalu suka dengan si karakter utama - Jun, karena sering membuatku kesal dan frustasi dengan dirinya yang selalu berpura-pura menjadi korban dan membenarkan semua tindakannya.

Jun dan beberapa karakter lainnya di cerita ini tidaklah sempurna yang membuat cerita ini terkesan lebih 'real' karena tidak semua orang sepenuhnya baik ataupun jahat.

Hanya ada satu hal yang menurutku sedikit kurang yaitu endingnya. Jujur aja, aku ga terlalu puas di bagian akhirnya karena terasa nanggung dan juga berakhir terlalu cepat.

Secara keseluruhan aku suka dengan buku ini, ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari cerita ini; jujur adalah salah satu hal yang penting karena hidup dalam bayang-bayang penyesalan dan ketakutan benar-benar ga sepadan.

Contoh Resensi Novel #3: Hujan oleh Dessy

"Barang siapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan." - (Hujan, Epilog, hlm. 318)

Hujan adalah novel yang saya datang bersama tiga novel lainnya yang saya pesan secara online. Lupa awalnya bagaimana saya bisa ketemu sama novel ini, ingatnya cuma novel ini bersanding sama novel pulang milik bang Tere Liye. Setelah menyelesaikan novel Rindu dan dibuat speechless sama pesan yang bertumpah ruah di dalamnya, novel kali ini pun sama. Selalu, bang Tere mampu menuangkan ide dalam cerita dengan sarat pesan moral.

Saya dikejutkan kembali dengan nama-nama tokoh yang hadir di sini, setelah sebelumnya Ambo Uleng (dalam novel Rindu), kali ini saya bertemu dengan Esok. Karakter remaja laki-laki yang cerdas, cekatan, dan kuat. Kenapa terkejut? Karena jarang sekali saya menemukan nama-nama karakter dalam buku yang ketika disebutkan rasanya unik, dan Esok pun salah satunya.

Berlatar setting tahun 2040-an, Hujan membawa saya menemui kecanggihan teknologi tingkat dewa yang nggak bisa saya bayangkan. Butuh waktu beberapa detik bagi saya untuk mengimajinasi benda sekecil jam tangan yang mampu melakukan banyak hal (hehe, saya memang jarang sekali membaca novel dengan genre sci-fi dan teknologi mutakhir lainnya) namun begitu selesai baca, ini termasuk salah satu novel yang harus dibaca.

Dalam novel ini, saya menemukan banyak hal. Tentang kehilangan dan penerimaan akan kehilangan itu sendiri, tentang persahabatan dan ketulusan dalam ikatan tersebut, tentang perpisahan dan cara menemukan jalan keluar agar tidak melulu galau dalam mengisi penantian panjang. Tokoh Lail mengajarkan pada saya bahwa dengan menolong banyak orang adalah salah satu cara terbaik untuk merelakan kehilangan. Dengan memberi, kita sadar bahwa kehilangan bukanlah kepahitan hidup yang harus terus diratapi. Tidak, bukan seperti itu.

Lail mengajarkan saya banyak hal. Juga Maryam. Sosok sahabat yang humoris dan selalu sanggup mencairkan suasana, selalu berada di samping Lail baik susah maupun senang, gadis berambut kribo yang berpikir dewasa, salah satu orang yang menjadi alasan Lail bertahan dari lelahnya berlari dan terjatuh dengan jarak 50 kilometer dalam hujan badai. Itu sungguh luar biasa. Saya mau bilang kalau novel ini keren, bagus, karena membutuhkan imajinasi yang tinggi saat membacanya.

Bagi yang mencari novel sarat makna namun tidak membosankan, Hujan boleh berada di tingkat atas pencarian. Novel ini dikemas dengan ringan, alurnya memang terkesan agak lamban, tapi itu membuat saya bisa lebih memahami setiap kejadian di dalamnya. Dan akhir yang bahagia selalu membuat saya tersenyum setelah menyelesaikan sebuah bacaan. Esok, Lail, happy ending. Ah, saya suka happy ending.

Contoh Resensi Novel #4: Ayah oleh Jusmalia Oktaviani

Akhirnya selesai sudah membaca buku Andrea Hirata ini. Buku yang saya tunggu cukup lama setelah Tetralogi Laskar Pelangi dan Dwilogi Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas. Seperti biasa, sebagai pembaca, apalagi untuk karya yang ditunggu-tunggu, kita punya ekspektasi atau harapan tersendiri.
Salah satu harapan saya adalah, buku ini menceritakan tentang Ayah sang tokoh 'Ikal', tapi ternyata tidak ada kaitan antara tokoh Laskar Pelangi sebelumnya dengan novel ini. Novel ini menggunakan tokoh-tokoh yang sama sekali baru, meskipun setting tempat masih di Pulau Belitong juga.

Cerita dalam novel ini di awal mungkin akan terasa membingungkan, karena melibatkan banyak nama. Apalagi setting waktu yang digunakan maju mundur. Namun perlahan-lahan, Andrea akan mengungkapkan benang merah antara satu tokoh dengan tokoh lainnya. Karena itu kita harus cukup teliti dalam membaca novel ini, karena setelah membaca, kita akan diajak untuk mereview kembali potongan-potongan cerita tadi sehingga menjadi satu gambaran utuh.

Seperti biasa, Andrea Hirata menulis dengan lelucon ala Melayu-nya. Kadang ada yang garing, tapi ada juga yang membuat terpingkal-pingkal. Nama-nama tokoh yang digunakan juga 'ajaib'. Ada Sabari bin Insyafi, Tamat, Zorro, si juara marathon Dinamut, serta sekeluarga Amirza, Amiru, Amirta, Amirna, dan sederet nama lain yang tak kalah ganjil.

Hanya saja, menurut saya meskipun judulnya 'Ayah', saya justru merasa bahwa kisah ini didominasi oleh kisah cinta. Pasalnya dalam cerita ini, sang tokoh utama kehilangan anaknya semata wayang, sehingga kisah yang menonjol adalah kehilangan dan perpisahan antara ayah dan anak, bukan bagaimana kisah hubungan kasih sayang ayah terhadap anaknya. Saya justru merasa kisah mengenai hubungan antara ayah dan anak lekat pada novel sebelumnya yakni Sebelas Patriot.

Meski demikian, saya termasuk fans Andrea Hirata dengan segala kekurangan dan kelebihan dalam tulisannya. Setidaknya novel ini kembali mampu menertawakan kesedihan, kemiskinan, dan kebodohan yang terjadi bukan hanya di Belitong, tapi juga di daerah-daerah pelosok di Indonesia.

Contoh Resensi Novel #5: I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki oleh Meiliana Kan

Buku ini adalah buku yang ditulis oleh Baek Se Hee, seorang wanita kelahiran tahun 1990 yang lulus dari jurusan sastra dan bekerja di salah satu penerbit, yang selama 10 tahun mengalami depresi ringan berkepanjangan (dalam istilah medis disebut juga dengan distimia) dan gangguan kecemasan.

Semakin lama dibaca, aku merasa bahwa buku ini adalah buku yang sangat personal bagiku. Buku ini menunjukkan dialog antara Baek Se Hee, sang pasien, dan psikiaternya saat ia melakukan sesi konseling. Dan semakin lama aku membaca buku ini, aku juga merasa bahwa aku sedang konseling juga.

Banyak hal yang diceritakan oleh Baek Se Hee secara gamblang, seolah hatinya yang paling dalamlah yang berbicara, dan hal ini membuat buku ini terasa sangat personal bagiku. Buku ini jelas adalah buku yang akan aku masukkan ke dalam kategori 'buku layak simpan dan baca ulang yang tidak akan dijual atau didonasikan'. Wow panjang judulnya, yah wkwkwk.

Ada juga beberapa dialog yang mengajarkan aku tentang bagaimana membangun relasi dengan diri sendiri dan orang lain, tentang bagaimana bersikap tidak peduli tentang apa yang akan dikatakan oleh orang lain, dan bagaimana caranya kita bisa mengatasi rasa bersalah yang terus-terusan menghantui.

"Kesedihan terkadang seperti minyak yang mendorong kebahagiaan tenggelam ke bawah. Namun, wadah yang menampung kesedihan dan kebahagiaan adalah sebuah wadah bernama kehidupan yang memberikan rasa nyaman dan kebahagiaan. Meskipun aku merasa sedih, aku bisa merasakan bahwa aku hidup dan sedang mengarungi kehidupanku."

Buku ini sangat aku rekomendasikan bagi orang-orang yang sedang belajar untuk menerima dirinya sendiri. Bukan sebuah buku yang penuh dengan kalimat-kalimat motivasi yang bilang harus begini begitu, tapi justru kalimat-kalimat yang ditulis dalam buku ini terasa sangat jujur dan sangat mendalam.

Contoh Resensi Novel #6: Atomic Habits oleh kiadh

Buku yang cocok untuk mengubah kebiasaan dari hal kecil. Hal yang kupelajari adalah belajar mengubah diri dari hal yg termudah terlebih dahulu dan harus konsisten. Kalau di tengah jalan mengalami kesulitan bahkan tidak sesuai rencana lagi, jangan menyerah untuk berubah. Harus back on track lagi!

Terima kasih kepada mutual yang memberikan buku bagus ini. Salah satu buku yg akan ku rekomendasikan kepada orang lain juga.

Contoh Resensi Novel #7: Funiculi Funicula (Before the Coffee Gets Cold) oleh Tias

Nggak menaruh ekspektasi apa-apa sama buku ini, tertarik karena banyak yang ngomongin, dan ternyata...aku suka.

Ceritanya sederhana dan hangat. Penuturannya juga cukup menggambarkan suasana kafe kecil Funiculi Funicula ini. Masing-masing bab menceritakan kisah dari orang yang berbeda, dan urutan dari bab yang paling aku suka: Suami-Istri (aku nggak tau kenapa, tapi aku nangis di bab ini), Ibu dan Anak, Kakak-Beradik, Kekasih.

Penutup dari cerita ini menarik buatku,

"Meskipun tak bisa mengubah kenyataan, asalkan masih ada hati yang tergerak untuk berubah, selama itu pula kursi tersebut istimewa."

Contoh Resensi Novel #8: Jakarta Sebelum Pagi oleh Khaira

This book is all i want. Ada unsur misteri, romance, petualangan, komedi, keluarga, persahabatan, budaya, inspirasi dan motivasi. Buku ini juga cukup informatif karena ada beberapa hal di sini yang jadi pengetahuan baru buat aku.

Aku suka dengan pembangunan karakter tiga tokoh utamanya, menurutku cukup kuat dan unik. Emina yang absurd, ceplas ceplos, susah fokus dan nggak bisa serius. Abel dengan fobianya dan punya sifat yang bertolak belakang dengan Emina. Dan Suki, si anak misterius yang terlalu dewasa untuk usianya. Selain mereka bertiga, tokoh pendukung dalam novel ini juga nggak kalah menariknya.

Narasinya aneh, tapi aku suka hahaha. Untungnya aku udah baca Animal Farm, jadi nggak terlalu bingung dengan obsesi Emina terhadap babi di sepanjang cerita. Kamu juga bisa dapat beberapa rekomendasi buku dari novel ini.

Aku dapet vibe metropop-nya, tapi beda dari biasanya. Atau genre novel ini memang metropop? I'm just little confused.

Contoh Resensi Novel #9: Keajaiban Toko Kelontong Namiya oleh Raafi

Kisah yang dibagi 5 bab ini berfokus pada para pengirim surat "keluhan" ke toko kelontong Namiya yang membuka sesi konsultasi. Masalah-masalah rumit mereka dipecahkan dengan sederhana dan gamblang melalui surat balasan yang ditaruh di kotak susu di pinggir rumah. Masing-masing bab merangkaikan hubungan satu tokoh dengan tokoh lainnya, satu kematian dengan satu kehidupan lain. Alih-alih bikin pusing, kepelikan hubungan tersebut membuat cerita bergulir menjadi satu benang merah yang utuh atas kemagisan sebuah toko kelontong.

Sebagai pengarang yang dikenal dengan karya misteri-thriller-nya, Keigo bisa membuat hati luluh dengan karya slice-of-life yang satu ini. Seperti tidak bisa lepas dari formula pada buku-buku misterinya, komponen-komponen genre itu begitu terasa di sekitaran toko kelontong Namiya. Dari banyaknya tokoh karakter, alur cerita maju-mundur yang bikin pusing, hingga campur-aduk perasaan yang dibawa selama membaca membuat buku ini patut diberikan bintang lima.

Kesan terhadap keseluruhan ceritanya pun membuatku berpikir macam-macam. Namun, satu yang besar adalah betapa manusia hilir-mudik menjalani kehidupan dengan berbagai permasalahannya serta, bagaimanapun itu, mereka akan tergantikan dengan manusia-manusia yang lain. Terasa sederhana tapi membuatku berpikir untuk fokus pada kehidupan sembari menyambut kematian. Aftertaste itu entah kenapa terasa begitu hangat dan bikin damai.

Salah satu karya terbaik yang kubaca tahun ini! Keigo Higashino sungguh brilian dan melenakan!

Contoh Resensi Novel #10: Gadis Kretek oleh Hestia Istiviani

Pelajaran sejarah yang menyenangkan malah nggak aku dapatkan di dalam kelas. Melainkan melalui kunjungan ke museum bersama ayah dan novel.

Salah satunya Gadis Kretek.

Semasa kecil, ayah sering mengajak kami pulang ke Kediri--kota kecil tempatnya dibesarkan. Tahu sendiri, kota itu hidup berkat rokok dengan inisial GG. Sejak masuk gerbang kota, semerbak tembakau sudah tercium. Tapi karena di rumah nggak ada perokok, maka bagaimana evolusi rokok bukan hal yang sudah ku ketahui dari kecil.

Ketertarikanku dengan Gadis Kretek bisa dibilang sama dengan banyak orang: novelnya akan dialihwahanakan menjadi tayangan audio visual. Aktornya pun papan atas: Dian Sastro dan Putri Marino. Maka dengan paham, "baca dulu, nonton kemudian" aku memberanikan diri membaca novel ini.

Aku sudah ancang-ancang jika ternyata butuh waktu lama untuk menyelesaikannya. Nyatanya nggak. 50 halaman pertama novel ini benar-benar mengalir. Mengajakku mencari siapa itu Jeng Yah & apa hubungannya dengan Pak Raja. Melalui alur maju-mundur, aku diajak berkenalan dengan evolusi kretek yang sekadar "tingwe"--linting dhewe--hingga seperti saat ini.

Bagiku, Gadis Kretek malah penuh dengan suasana eksperimen yang didorong oleh keingintahuan & semangat pantang menyerah alih-alih berisi kisah cinta. Aku suka bagaimana Jeng Yah begitu berani beropini & "memimpin" pabrik. Bisa dibayangkan, pada tahun 50-60an, perempuan Jawa masih sering nggak didengar.

Gadis Kretek berhasil aku selesaikan dalam 2 hari saja saking serunya kisah industri rokok dari masa ke masa.

Nah, itulah tadi rangkuman mengenai contoh resensi novel yang menarik dan membuat penasaran. Semoga bermanfaat!




(sto/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads