Stimulasi bahasa yang diterima anak sejak dini menjadi penentu utama dalam membangun kemampuan belajar mereka kelak. Kemampuan anak dalam memahami pelajaran ternyata sangat dipengaruhi oleh seberapa luas perbendaharaan kata yang dimilikinya.
Hal ini ditegaskan oleh Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie dalam perbincangan dengan detikEdu, Jumat (18/7/2025) di Grha Kemdiktisaintek.
Stella menyoroti pentingnya kekayaan kosakata sebagai fondasi utama dalam proses belajar. "Kenapa kosakata itu memprediksi kemampuan akademis? Karena untuk mendapatkan segala pengetahuan itu kan kita harus berdasarkan bahasa," ujar Stella.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut ilmuwan kognitif itu, anak yang memiliki kekayaan perbendaharaan kata yang tinggi akan lebih mudah memahami teks bacaan. Kemampuan membaca yang baik ini kemudian berperan besar dalam mempermudah pemahaman terhadap berbagai materi pelajaran.
"Kalau misalnya anaknya itu sudah tahu banyak kata-kata, pertama untuk membaca itu lebih mudah. Begitu membacanya mudah, dia mengerti pelajaran juga lebih mudah," lanjutnya.
Sebaliknya, anak-anak dengan kosakata terbatas akan mengalami kesulitan dalam membaca. Kesulitan ini kemudian berdampak langsung pada kemampuan mereka mengikuti pelajaran di kelas.
Stella menyatakan terdapat riset yang menunjukkan korelasi kuat antara jumlah kosakata yang dikuasai anak usia lima tahun dengan prestasi akademik mereka hingga tamat SMA. Dengan kata lain, perbendaharaan kata sejak usia dini menjadi indikator penting yang memengaruhi jenjang pendidikan selanjutnya.
"Kosakata, jumlah kata-kata yang mereka miliki pada umur 5 tahun itu memprediksi kemampuan akademik mereka sampai SMA," jelas Stella.
![]() |
Stella menyebut situasi ini sebagai efek bola salju, di mana keterbatasan kosakata memperlambat akuisisi pengetahuan baru secara keseluruhan. "Begitu kosakata banyak, terus-menerus lebih mudah menyerap pengetahuan-pengetahuan baru," ujarnya.
Peneliti dalam bidang neurosains kognitif di Universidad AutΓ³noma de Madrid, Spanyol, HΓ©ctor Ruiz MartΓn menyatakan kata-kata merupakan fondasi penting dalam pemikiran.
"Kata-kata memberi kita akses ke ide dan konsep baru, memperluas persepsi kita tentang dunia, dan meningkatkan kemampuan kita untuk bernalar dan belajar," tulisnya dalam laman International Science Teaching Foundation.
Hector juga mengutip penelitian berjudul Quality of early parent input predicts child vocabulary 3 years later dari Erica Cartmill dkk dalam Proceeding National Academy of Sciences (PNAS) untuk memperkuat pernyataannya tersebut.
Temuan ini menjadi pengingat penting bagi para orang tua akan urgensi atensi pada anak dengan interaksi verbal yang aktif. Sayangnya, lanjut Stella, kesadaran orang tua akan pentingnya interaksi langsung seringkali kalah oleh kemudahan yang ditawarkan teknologi.
Salah satu momen yang seharusnya penuh interaksi justru kerap dilewatkan begitu saja yaitu saat makan bersama keluarga. "Kadang sedih kalau lihat anak usia tiga tahun duduk di meja makan sambil menonton gadget," ucapnya.
Padahal, menurutnya, momen makan bisa menjadi ruang berharga untuk membangun kemampuan bahasa dan berpikir anak melalui percakapan sehari-hari.
Misalnya, percakapan sederhana seperti menanyakan "Mau buah ini nggak?" bisa memancing reaksi dari si anak, baik dalam bentuk ekspresi, penolakan, hingga rasa ingin tahu.
"Anaknya bisa bilang, saya gak suka. Nah, kan harus ngomong, harus mikir kan anaknya. Atau misalnya anaknya terus tanya, ini buah apa? Oh ini mirip jeruk rasanya, tapi lebih asem," ujar Stella.
Dari situlah proses belajar terjadi, anak mulai mengenal nama benda, belajar menyampaikan pendapat, dan bahkan memahami perbedaan rasa melalui deskripsi orang tua.
"Bisa terbentuk pengetahuan dari pembicaraan. Jadi bukan menonton gadget atau game itu jelek, tapi waktu makan anak tersebut jauh lebih efisien untuk mempertukar kemampuan berpikir dan nalar kita dari pembicaraan," jelasnya.
(pal/nwk)