Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie membagikan tips kepada orang tua agar memiliki anak yang pintar. Menurutnya, orang tua berperan penting dalam meningkatkan kepintaran anak.
Mulanya Stella menjelaskan bahwa pada dasarnya, lingkungan, keluarga, sekolah, dan teman-teman berpengaruh besar atas mendukung anak jadi berprestasi. Dalam hal ini, orang tua perlu memastikan anak tumbuh di lingkungan yang dapat membangun prestasi.
3 Tips Anak Berprestasi ala Wamen Stella
1. Dengarkan dan Jawab Pertanyaan Anak
Cara Pertam mendengarkan pertanyaan anak dan jawab pertanyaannya. Pastikan agar orang tua tidak mengabaikan atau asal menjawab pertanyaan anak agar rasa ingin tahu dan ingin belajar anak terpantik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini luar biasa efektif untuk membangun kognitif kemampuan anak ini untuk berprestasi," ucapnya.
Ia mencontohkan, saat anak usia 3 tahun makan, kesampingkan layar tablet atau ponsel. Duduk bersama anak lalu pancing anak berinteraksi tentang bahan makanan yang tidak ia ketahui, seperti jeruk. Kemudian, tanyakan apakah anak suka atau tidak suka dengan rasanya.
"Anaknya bisa bilang, saya nggak suka. Nah, kan, harus ngomong, harus mikir kan, anaknya. Atau anaknya terus, 'Ini buah apa? Oh ini mirip jeruk rasanya, tapi lebih asem.' Nah, itu semuanya bisa terbentuklah pengetahuan dari pembicaraan," terangnya.
Stella menggarisbawahi, menonton atau bermain game tidak lantas merupakan kegiatan buruk bagi anak. Namun, waktu makan jauh lebih efisien digunakan untuk bertukar kemampuan berpikir atau bernalar dengan anak.
"Ini yang di penelitian kognitif sangat terbukti, yang kita sebut belajar social learning. Jadi belajar dari manusia itu jauh lebih efektif, jauh lebih bisa," ucapnya.
2. Ajak Anak Bicara
Mengajak anak bicara dapat membantu anak memperkaya kosakatanya. Sebab, kosakata mampu memprediksi kemampuan akademis anak karena anak butuh penguasaan bahasa untuk memahami pengetahuan yang ia pelajari.
Dengan mengetahui banyak kata, membaca jadi lebih mudah. Kemampuan membaca ini memungkinkan anak lebih mudah mengerti pelajaran.
Sedangkan anak dengan kosakata sedikit jadi lebih sulit memahami bacaan dan mengikuti pelajaran. Situasi ini menjadi bola salju bagi anak.
"Riset membuktikan bahwa ada korelasi yang sangat kuat antara jumlah kosakata seorang anak pada umur 5 tahun dan prestasi mereka di sekolah sampai selesai SMA. Jadi kosakata, jumlah kata-kata yang mereka miliki pada umur 5 tahun itu memprediksi kemampuan akademik mereka sampai SMA," ucapnya.
Berangkat dari situ, Stella menegaskan, anak berprestasi tidak hanya lantaran faktor genetik ayah-ibu cerdas. Untuk itu, penting menurutnya untuk menciptakan lingkungan keluarga yang bisa membangun prestasi anak, termasuk juga keluarga besar yang berisi kakek, nenek, dan saudara lainnya.
"Orang tidak lahir dengan kata. Berarti ini bukan yang kita bilang IQ, genetik, bukan," tuturnya.
3. Bukan soal Konten Pelajaran, Tapi Mau dan Mampu Belajar
Stella mengingatkan, orang tua perlu konsisten dalam mengajak anak mengobrol, menanyainya, dan menjawab pertanyaannya. Cara ini dinilai lebih efektif membangun keinginan dan kemampuan anak untuk belajar, ketimbang membiarkan anak menonton konten pembelajaran tanpa diajak berbicara.
Ia menekankan, konten pembelajaran yang ditonton anak bisa jadi sudah tidak relevan saat anak tumbuh dewasa. Minat anak pun cenderung berubah-ubah sehingga konten pembelajaran tertentu bisa jadi tidak cocok dengan pilihan masa depan atau kariernya.
"Saya juga tidak terlalu menyarankan atau tidak perlu menurut saya memberikan--dan ini ada risetnya juga, jadi berdasarkan bukti-bukti--tidak perlu memberikan (semacam) physics for babies. Itu nggak perlu.Kenapa? Karena kontennya juga nanti belum tentu yang itu, mungkin anaknya nggak akan jadi (insinyur) teknik elektro atau menjadi fisikawan, tapi dia menjadi yang lain. Jadi sebenarnya yang harus dibangun waktu kecil itu yang kita sebut kemampuan dan keinginan untuk belajar apa pun," ucapnya.
"Belajar untuk belajar, itulah kemampuan yang harus kita bangun waktu kecil. Nah belajar untuk belajar ini sangat dipengaruhi dari tanya-jawab. Misalnya kalau orang tuanya sering nanya atau anaknya sering nanya dan dijawab sama orang tuanya, ini jadi kemampuan 'oh, dunia itu menarik ya.' Kita bisa nanya ini, nanya itu, pengen tau ini, pengen tau itu. Jadi ini suatu saat apapun itu kontennya kita harus bisa mempelajarinya," ucapnya.
(astj/astj)