Wamen Stella Ungkap Cara agar Anak Berprestasi, Murah Meriah

ADVERTISEMENT

Wamen Stella Ungkap Cara agar Anak Berprestasi, Murah Meriah

Trisna Wulandari - detikEdu
Selasa, 22 Jul 2025 15:00 WIB
Wamendiktisaintek Stella Christie
Wamen Stella berbincang dengan detikEdu di Grha Kemdiktisaintek, Jumat (18/7/2025). Foto: Ari Saputra/detikcom
Jakarta -

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie sudah menjadi ahli sains kognitif sebelum bergabung dengan Kabinet Merah Putih. Research Chair di Tsinghua Brain and Intelligence Laboratory, Tsinghua University, China ini antara lain aktif meneliti tentang otak dan kecerdasan.

Di kantornya kini, Kementerian Diktisaintek, Stella dan tim kini juga menangani Sekolah Garuda. Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC/Quick Win) Presiden Prabowo Subianto ini berupa sekolah berasrama untuk pengembangan talenta sains dan teknologi RI. Lulusan SMA pre-university ini disiapkan untuk dapat lanjut kuliah di perguruan tinggi terbaik dunia, baik di dalam dan luar negeri.

Seleksi Sekolah Garuda secara umum didasarkan pada prestasi anak, kemudian latar ekonomi, dan daerah asal. Calon siswa juga akan menjalani tes dengan materi matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Matematika memiliki bobot penilaian terbesar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlepas dari masuk Sekolah Garuda maupun sekolah lainnya, Stella mengamini berprestasi secara akademik punya manfaat sendiri bagi anak. Sebab, keberhasilan di bidang akademik turut bantu memungkinkan anak punya pilihan dalam menentukan jalan masa depannya.

"Itulah sebenarnya yang paling memberikan semangat untuk bisa, untuk kenapa kita berhasil secara akademik. Karena nanti kita punya pilihan, kita mau jadi fashion designer, kita mau jadi jurnalis, insurer, itu kita punya pilihan. Kita punya dasar, bisa belajar apa pun yang kita lihat," tuturnya pada detikEdu di Grha Kemdiktisaintek, Jumat (18/7/2025).

ADVERTISEMENT

Lantas, bagaimana cara agar anak berprestasi?

Tips Anak Berprestasi ala Wamen Stella

Director of Tsinghua University Child Cognition Center ini menjelaskan pada dasarnya, lingkungan, keluarga, sekolah, dan teman-teman berpengaruh besar atas mendukung anak jadi berprestasi. Dalam hal ini, orang tua perlu memastikan anak tumbuh di lingkungan yang dapat membangun prestasi.

Ajak Anak Bicara

Cara pertama yakni orang tua bisa memupuk anak dengan mengajaknya bicara. Cara ini bantu anak memperkaya kosakatanya.

Stella menjelaskan, kosakata mampu memprediksi kemampuan akademis anak karena anak butuh penguasaan bahasa untuk memahami pengetahuan yang ia pelajari. Saat anak tahu banyak kata, membaca jadi lebih mudah. Kemampuan membaca ini memungkinkan anak lebih mudah mengerti pelajaran.

Sedangkan anak dengan kosakata sedikit jadi lebih sulit memahami bacaan dan mengikuti pelajaran. Situasi ini menjadi bola salju bagi anak.

"Riset membuktikan bahwa ada korelasi yang sangat kuat antara jumlah kosakata seorang anak pada umur 5 tahun dan prestasi mereka di sekolah sampai selesai SMA. Jadi kosakata, jumlah kata-kata yang mereka miliki pada umur 5 tahun itu memprediksi kemampuan akademik mereka sampai SMA," ucapnya.

Berangkat dari situ, Stella menegaskan, anak berprestasi tidak hanya lantaran faktor genetik ayah-ibu cerdas. Untuk itu, penting menurutnya untuk menciptakan lingkungan keluarga yang bisa membangun prestasi anak, termasuk juga keluarga besar yang berisi kakek, nenek, dan saudara lainnya.

"Orang tidak lahir dengan kata. Berarti ini bukan yang kita bilang IQ, genetik, bukan," tuturnya.

Dengarkan dan Jawab Pertanyaan Anak

Cara kedua yakni mendengarkan pertanyaan anak dan jawab pertanyaannya. Pastikan agar orang tua tidak mengabaikan atau asal menjawab pertanyaan anak agar rasa ingin tahu dan ingin belajar anak terpantik.

"Ini luar biasa efektif untuk membangun kognitif kemampuan anak ini untuk berprestasi," ucapnya.

Ia mencontohkan, saat anak usia 3 tahun makan, kesampingkan layar tablet atau ponsel. Duduk bersama anak lalu pancing anak berinteraksi tentang bahan makanan yang tidak ia ketahui, seperti jeruk. Kemudian, tanyakan apakah anak suka atau tidak suka dengan rasanya.

"Anaknya bisa bilang, saya nggak suka. Nah, kan, harus ngomong, harus mikir kan, anaknya. Atau anaknya terus, 'Ini buah apa? Oh ini mirip jeruk rasanya, tapi lebih asem.' Nah, itu semuanya bisa terbentuklah pengetahuan dari pembicaraan," terangnya.

Stella menggarisbawahi, menonton atau bermain game tidak lantas merupakan kegiatan buruk bagi anak. Namun, waktu makan jauh lebih efisien digunakan untuk bertukar kemampuan berpikir atau bernalar dengan anak.

"Ini yang di penelitian kognitif sangat terbukti, yang kita sebut belajar social learning. Jadi belajar dari manusia itu jauh lebih efektif, jauh lebih bisa," ucapnya.

Bukan soal Konten Pelajaran, Tapi Mau dan Mampu Belajar

Stella mengingatkan, orang tua perlu konsisten dalam mengajak anak mengobrol, menanyainya, dan menjawab pertanyaannya. Cara ini dinilai lebih efektif membangun keinginan dan kemampuan anak untuk belajar, ketimbang membiarkan anak menonton konten pembelajaran tanpa diajak berbicara.

Ia menekankan, konten pembelajaran yang ditonton anak bisa jadi sudah tidak relevan saat anak tumbuh dewasa. Minat anak pun cenderung berubah-ubah sehingga konten pembelajaran tertentu bisa jadi tidak cocok dengan pilihan masa depan atau kariernya.

"Saya juga tidak terlalu menyarankan atau tidak perlu menurut saya memberikan--dan ini ada risetnya juga, jadi berdasarkan bukti-bukti--tidak perlu memberikan (semacam) physics for babies. Itu nggak perlu.Kenapa? Karena kontennya juga nanti belum tentu yang itu, mungkin anaknya nggak akan jadi (insinyur) teknik elektro atau menjadi fisikawan, tapi dia menjadi yang lain. Jadi sebenarnya yang harus dibangun waktu kecil itu yang kita sebut kemampuan dan keinginan untuk belajar apa pun," ucapnya.

"Belajar untuk belajar, itulah kemampuan yang harus kita bangun waktu kecil. Nah belajar untuk belajar ini sangat dipengaruhi dari tanya-jawab. Misalnya kalau orang tuanya sering nanya atau anaknya sering nanya dan dijawab sama orang tuanya, ini jadi kemampuan 'oh, dunia itu menarik ya.' Kita bisa nanya ini, nanya itu, pengen tau ini, pengen tau itu. Jadi ini suatu saat apapun itu kontennya kita harus bisa mempelajarinya," ucapnya.




(twu/nah)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads