Ini Pentingnya Pembelajaran Keterampilan Emosional di SD bagi Siswa

ADVERTISEMENT

Ini Pentingnya Pembelajaran Keterampilan Emosional di SD bagi Siswa

Nimas Ayu - detikEdu
Kamis, 14 Sep 2023 14:30 WIB
Anak-anak SD Yos Sudarso dan santri Sabilul Huda Tasikmalaya bermain bersama.
Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar
Jakarta -

Aspek emosional sangat berpengaruh pada perilaku anak, terutama pada aspek pembelajaran di sekolah. Perilaku mereka lebih didominasi oleh pengaruh keterampilan sosialnya. Untuk itu pengajaran dan bimbingan terkait pengembangan keterampilan sosial di sekolah perlu dilakukan.

Bernard Golden, pendiri Pendidikan Manajemen Kemarahan dan penulis, mengatakan sejauh ini hanya sedikit sekolah yang memberikan pendidikan yang diperlukan anak atau siswa.

Terutama mengembangkan keterampilan penting dalam mengenali, menerima, memahami, dan mengelola emosi atau untuk membangun keterampilan sosial yang penting.

"Mengajarkan keterampilan untuk memahami dan mengelola perasaan sangat penting demi anak-anak, baik untuk kesejahteraan emosional mereka maupun untuk meningkatkan keterbukaan mereka terhadap pembelajaran," tulisnya dikutip dari laman Psychology Today.

Kecerdasan Emosional Memengaruhi Perasaan Tidak Nyaman

Seringkali, anak memiliki perasaan tidak nyaman dalam kehidupan sosialnya. Hal ini bisa dipengaruhi oleh kecerdasan emosional yang kurang memberi ruang dan mengizinkan diri mereka untuk merasakan perasaan tidak nyaman.

Mengabaikannya perasaan itu justru mengurangi kemampuan anak untuk terhubung dengan diri-sejati kita. Hal ini sering kali menjadi penyebab utama gangguan emosional, seperti kecemasan, depresi, dan kemarahan.

Di sekolah, anak-anak biasanya memiliki keterampilan sosial ketika mereka berinteraksi dengan teman sekelas, guru, dan pihak sekolah lainnya. Dengan begitu mereka dapat aktif berinteraksi dan berpartisipasi dalam kegiatan bersama.

Ketika dewasa, aspek mengenali, menerima, memahami, dan mengelola emosi menjadi hal yang penting dalam hidup. Hal ini dikarenakan sebagian besar diri kita dipengaruhi oleh emosi, baik melalui penalaran atau logika.

Keterampilan Sosial di Sekolah

Sebuah studi Durlak, dkk tahun 2011, melibatkan 213 program pembelajaran sosial dan emosional universal (SEL) berbasis sekolah dengan 270.034 siswa taman kanak-kanak hingga sekolah menengah.

Hasilnya, menunjukkan peningkatan sebesar 11 persen dalam keterampilan sosial ini setelah mereka berpartisipasi di sekolah. Dibandingkan dengan kontrol, peserta SEL menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam keterampilan sosial dan emosional, sikap, perilaku, dan kinerja akademik.

Studi besar lainnya tahun 2017, dari 82 program yang melibatkan 97.406 siswa juga melakukan penilaian tindak lanjut yang berkisar antara 6 bulan hingga 18 tahun setelah berpartisipasi dalam program tersebut.

Peserta terus menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol dalam keterampilan sosial-emosional, sikap, dan indikator kesejahteraan.

Berawal dari Pengalaman Pribadi

Selain diperkuat penelitian, Bernard Golden juga meneliti pentingnya keterampilan sosial berdasarkan pengalaman pribadinya menjadi seorang guru.

Menurut pengalamannya, pembelajaran di sekolah dapat optimal ketika anak-anak merasa aman, terhubung, dan dihargai. Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang seperti itu, maka tidak hanya tergantung pada keterampilan guru tetapi juga keterampilan emosional anak-anak.

"Sayangnya, penekanannya, seperti yang masih terjadi di banyak sekolah saat ini, adalah fokus pada membaca, menulis, dan berhitung. Jadi, saya memasukkan pengajaran keterampilan sosial dan emosional ke dalam mata pelajaran tersebut," ujar Golden.

Atas dasar itu, Golden mencoba membantu anak-anak memahami bahwa kemarahan adalah reaksi terhadap suatu bentuk ancaman yang mungkin memicu perasaan negatif.

Ia mengidentifikasi emosi dan perasaan anak-anak supaya dapat membantu menunjukkan bahwa perasaan bisa berbeda dengan tindakan. Perlunya merenungkan diri sendiri terlebih dahulu sebelum bertindak agar tidak terbawa perasaan emosi.

Pada satu kesempatan, kelas Golden kedatangan polisi untuk melakukan presentasi. Golden meminta para siswa untuk menulis tentang polisi itu. Namun, ada seorang siswa menunjukkan kemarahan kepadanya.

"Saya tidak akan menulis komposisi tentang polisi. Aku benci mereka!" ungkap siswa tersebut

Alih-alih mengarahkan siswa untuk tidak berbicara seperti itu, Golden justru menyetujui pemikiran anak itu dengan mengatakan: "Jadi, jika itu yang kamu rasakan, tulislah tentang mengapa kamu merasa seperti itu, dan kita akan membahasnya."

Siswa itu sedikit terheran sembari memastikan ulang apakah dia benar bisa mengungkapkan perasaannya dalam tulisan. Kemudian dengan tegas Golden membalas: "Ini adalah latihan menulis."

Setelah penjelasan dari Golden tersebut, siswa yang awalnya marah menjadi senyum ceria. Bahkan selanjutnya, Ia menghasilkan tulisan yang panjang tentang polisi tadi. Jelas bahwa siswa ini merasa terdorong.

Kemudian Golden menyuruh siswa tersebut untuk membacakan hasilnya dan siswa ini menjelaskan pengamatannya tentang tindakan polisi terhadap pengguna narkoba dan masalah rasial di penduduk South Bronx.

Golden dapat menyimpulkan bahwa siswa ini memiliki pengalaman tidak baik terkait dengan polisi yang membuatnya marah pada awal tadi. Kemudian Golden juga meminta siswa yang lain untuk menggambarkan situasi menyenangkan bersama polisi.

Dengan ini maka siswa tadi dapat diberikan perbandingan bahwa tindakan polisi tidak sepenuhnya membuat ia marah.

Untungnya Golden merupakan lulusan jurusan psikologi, sehingga ia banyak belajar tentang emosi. Baginya yang terpenting adalah adanya kesadaran diri dan regulasi emosional.

Tantangan yang Dihadapi Guru

Namun, nyatanya tidak semua guru tidak selalu ingin memahami dan belajar lebih dalam tentang psikologi. Padahal anak-anak bisa belajar keterampilan emosi selain dari keluarga dan teman, adalah dari guru.

Selain itu, guru juga menghadapi tantangan besar di mana mereka harus bisa mengajar dengan cara yang menurut orang tua siswa itu benar, daripada memberikan pembelajaran yang dibutuhkan anak-anak.

Para orang tua siswa kerap memiliki kesadaran untuk memberi pembelajaran emosi pada anak. Namun selain orang tua, guru pun juga dapat berperan, tetapi kemungkinan banyak yang tidak memiliki pengetahuan tentang pembelajaran tersebut.

Ke depan, seluruh sekolah perlu meningkatkan pembelajaran keterampilan sosial emosional yang dilakukan oleh para guru, administrator sekolah, dan tenaga kesehatan mental.

Terlebih, keterampilan sosial emosional juga bisa mendorong kondisi kelas menjadi lebih kondusif dan nyaman bagi siswa. Sehingga para siswa dapat lebih terbuka dan termotivasi mengikuti pembelajaran.

Dengan begitu mereka akan rajin bersekolah dan menumbuhkan rasa koneksi dengan orang lain yang berguna bagi perkembangan sosial emosionalnya.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads