- 5 Masalah Pelajar Indonesia di Luar Negeri Menurut PPIΒ Dunia 1. Tingginya Biaya Hidup Mahasiswa Penerima LPDP 2. Penerima Beasiswa Tidak Ingin Kembali ke Tanah Air 3. LPDP Belum Inklusif 4. Mahasiswa Non-LPDP Perlu Dibantu 5. Beberapa Negara Belum Memiliki Atase Pendidikan
- Komitmen BPK untuk Bidang Pendidikan
Persoalan mahasiswa Indonesia di luar negeri disorot oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia. Hal ini turut disampaikan dalam acara audiensi PPI Dunia dengan Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Fathan Subchi, pada Selasa, 3 Desember 2024.
"Kami memahami tantangan berat yang dihadapi mahasiswa di luar negeri. Termasuk biaya pendidikan. Kami akan bekerja sama untuk mencari solusi terbaik," ujar Fathan dalam keterangan tertulis yang diterima Rabu (4/12/2024).
Dalam audiensi ini, yang dibahas adalah masalah yang dihadapi pelajar Indonesia di luar negeri. Hal ini termasuk soal biaya hidup penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) hingga mahasiswa RI yang enggan pulang ke Tanah Air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah-masalah tersebut disampaikan oleh PPI Dunia sebagai organisasi mahasiswa Indonesia di luar negeri yang berada di 66 negara. Audiensi ini turut dihadiri oleh jajaran pengurus PPI Dunia 2024/2025, termasuk Wakil Koordinator PPI Dunia dan Koordinator PPIDK Timur Tengah Afrika 2024/2025.
Lantas apa saja masalah yang disorot PPI Dunia?
5 Masalah Pelajar Indonesia di Luar Negeri Menurut PPI Dunia
1. Tingginya Biaya Hidup Mahasiswa Penerima LPDP
Koordinator PPI Dunia, Marhadi, menyampaikan terdapat masalah tingginya biaya hidup mahasiswa penerima LPDP di luar negeri yang tidak sesuai dengan nilai beasiswa yang yang diterima.
"Banyak penerima beasiswa yang harus menjual asetnya untuk bisa berangkat yang akhirnya terkendala tingginya biaya hidup sehingga berdampak pada hasil studi mahasiswa," ujar mantan Ketua PPI Hongaria ini.
2. Penerima Beasiswa Tidak Ingin Kembali ke Tanah Air
Marhadi yang juga mahasiswa doktoral di Hungarian University of Agriculture and Life Sciences, Budapest, menyampaikan banyak keluhan dari mahasiswa penerima beasiswa.
Hal ini berkaitan dengan mereka yang akhirnya tidak ingin kembali ke Indonesia karena jurusan yang dijalani tidak cocok dengan ketersediaan lapangan pekerjaan di dalam negeri.
"Sehingga, banyak yang kemudian memutuskan untuk tinggal dan bekerja di luar negeri," katanya.
3. LPDP Belum Inklusif
PPI Dunia juga menyoroti belum inklusifnya LPDP sebagai lembaga pemberi beasiswa terbesar di Indonesia. Terutama soal banyaknya mahasiswa Indonesia yang kuliah di Timur Tengah belum mendapat kesempatan untuk menerima LPDP.
"Harapannya mahasiswa Indonesia yang di Timur Tengah juga diperhatikan oleh Pemerintah," ucap Ahmad Dailami Fadhil, Koordinator PPID Kawasan Timur Tengah Afrika.
4. Mahasiswa Non-LPDP Perlu Dibantu
Karena mahasiswa RI di luar negeri pendanaannya beragam, PPI Dunia menemukan masalah yang dialami mahasiswa Indonesia non-LPDP. Menurut PPI Dunia, banyak mahasiswa penerima beasiswa non-LPDP yang butuh dibantu pendanaan dari LPDP.
Maka dari itu, PPI Dunia mengusulkan adanya skema pendanaan top up dari dana LPDP untuk membantu mahasiswa berprestasi. Tujuannya, agar dapat melanjutkan dan menyelesaikan studinya.
"Saat ini baru mahasiswa di Hongaria yang mendapat fasilitas top up LPDP," lapor PPI Dunia dalam keterangannya.
5. Beberapa Negara Belum Memiliki Atase Pendidikan
Masalah kelima, menurut PPI Dunia, terdapat beberapa negara yang belum memiliki atase pendidikan padahal jumlah mahasiswanya cukup besar di atas 5.000 mahasiswa, seperti Turki dan Taiwan.
Menurut PPI, hal ini perlu diperhatikan pemerintah agar ada tempat bagi mahasiswa RI untuk berkonsultasi dan menyampaikan pengaduan terkait studinya.
Komitmen BPK untuk Bidang Pendidikan
Menanggapi masalah yang disampaikan PPI Dunia tersebut, Fathan Subchi akan mengkomunikasikan aspirasi kepada sejumlah pihak terkait.
Dalam hal ini, dia juga turut menyoroti pentingnya data dan informasi pelajar Indonesia di luar negeri untuk meningkatkan pengawasan dan evaluasi kinerja pemerintah.
"PPI Dunia sebagai lembaga mahasiswa harus semakin sentral dalam menjadi partner pemerintah untuk saling bertukar informasi dan data update agar pemerintah tahu porsi mana yang harus ditingkatkan" ujar Anggota BPK yang membidangi pemeriksaan pendidikan ini.
Menurutnya, BPK akan terus berkomitmen untuk mendorong dan menyukseskan komitmen pemerintah, terutama dalam menghasilkan SDM berkualitas dan unggul untuk nantinya berkontribusi pencapaian Indonesia Emas 2045.
Untuk diketahui, per Februari 2024, data UNESCO melaporkan, jumlah mahasiswa Indonesia yang menempuh studi di luar negeri mencapai lebih dari 59 ribu orang. Jumlah ini jadi yang tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Vietnam.
(faz/nah)