Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ciptakan struktur rumah tahan gempa yang dinamakan Bangunan Instan Modular Sederhana (BIMA). Struktur dari rumah tahan gempa ini terbuat dari limbah debu atau fly ash bottom ash (FABA) yang dihasilkan PT PLN Probolinggo.
Menurut Manajer Senior Transfer Teknologi Office, Direktorat Inovasi dan Kawasan Sains Teknologi ITS, Ary Bachtiar, inovasi ini memungkinkan bisa digunakan di daerah lain tidak hanya di Probolinggo. Menurutnya inovasi tersebut merupakan terobosan cerdas dalam mengelola limbah dari PLN karena dapat meningkatkan perekonomian.
"Melalui pelatihan ini, nantinya masyarakat dapat mengembangkannya sendiri, sehingga membuka peluang dalam meningkatkan perekonomian secara berkelanjutan," ujar Ary, dikutip dari laman ITS, Kamis (27/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonomis dan Ramah Lingkungan
Manager Business Support PT PLN Nusantara Power Up Paiton, Sukarno mengatakan bahwa BIMA ini mampu mengurangi limbah dan meningkatkan efisiensi pengolahan limbah di PLN. Selain itu, produk ini memiliki nilai ekonomis yang ramah lingkungan.
Anggota riset dari inovasi ini yakni Pujo Aji menyebut bahwa BIMA berfokus pada keberlanjutan. Inovasi ini diharapkan bisa menjadi solusi dalam mengurangi dampak negatif lingkungan, juga memberi manfaat ekonomis bagi masyarakat.
Kenalkan BIMA kepada Masyarakat
Tim ITS langsung memperkenalkan inovasi tersebut kepada warga Desa Sumberejo, Paiton, Probolinggo. Mereka diajak membuat beton dan bata ringan FABA. Pihak ITS pun mempraktekkan bagaimana cara pembuatan rumah BIMA.
Kepala Desa Sumberejo, Muhammad Haris senang dengan kedatangan dari tim ITS yang memperkenalkan cara pembuatan rumah tahan gempa tersebut. Menurutnya, kesempatan tersebut menjadi tepat karena Sumberejo merupakan daerah yang mendapat bantuan bangunan tahan gempa dari pemerintah.
Selain memberitahu cara pembuatan rumah tahan gempa, tim ITS juga membekali masyarakat tentang edukasi rumah tahan gempa. Menurutnya, perlu untuk membangun konstruksi yang tahan gempa karena potensi bencana tersebut bisa terjadi kapanpun.
Ketua Tim Riset, Eng Yuyun Tajunnisa berharap inovasi ini mampu menciptakan perubahan positif dalam dunia konstruksi dan lingkungan. Ia berkata BIMA bisa membuka peluang dalam peningkatan kualitas hunian masyarakat secara berkelanjutan.
(nah/nah)