Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menawarkan solusi rumah tahan gempa bagi keluarga tergolong miskin.
Menurut Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, PhD ada dua syarat untuk retrofitting (perbaikan/penguatan struktur bangunan yang sudah ada) rumah agar tahan gempa. Pertama, harus murah.
"Kita jangan berbicara teoretisnya ya. Implementasinya kalau enggak murah, masyarakat enggak akan mau," kata Abdul Muhari dalam "Disaster Briefing: Antisipasi Rapuhnya RUmah di Daerah Rawan Gempa" yang disiarkan oleh BNPB Indonesia pada Selasa (24/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, harus bisa dikerjakan oleh masyarakat sendiri.
"Jangan sampai kita mengusulkan, 'Ini langkah-langkah memperkuat rumah, berkonsultasi pada ahli bangunan,'" ujar Abdul Muhari.
Metode Kawat Cakar Ayam
Dalam pemaparan ini, Abdul Muhari menjelaskan metode kawat cakar ayam untuk retrofitting rumah agar tahan gempa. Metode ini membutuhkan biaya relatif murah, sekitar Rp 2,5-5 juta per rumah/kepala keluarga dan bisa dikerjakan masyarakat.
"Kawat yang benar-benar bisa ditemukan di toko bangunan mana pun di Indonesia," kata Abdul Muhari.
"Untuk rumah tipe 36 itu mungkin cuma Rp 1,5 juta atau mungkin cuma maksimal Rp 2 juta," lanjutnya.
Metode ini juga bisa diterapkan untuk rumah berlantai dua. Metode ini menurutnya sudah diuji di Jepang dengan menggunakan shaking table dengan goncangan sekuat gempa Kobe 1995 yang menewaskan 6.000 orang.
Bisa Enggak, Pakai Dana Desa?
Jika direduksi lagi, Abdul Muhari memisalkan biaya retrofitting Rp 5 juta untuk 5 juta kepala keluarga yang tergolong sangat miskin berdasarkan data BPS 2021. Permisalan ini untuk rerata tipe rumah 36-48.
"Kita berharap anggaran mana yang bisa kita pakai. Saya coba lihat regulasi-regulasi yang ada.
"Bisa enggak kita pakai dana desa? Ada peluang untuk itu," ungkapnya.
Jumlah desa di Indonesia yang rawan gempa kira-kira 50 ribu desa.
"Saya berasumsi dari dana desa yang Rp 1 miliar sampai Rp 4 miliar ini bisa kita pakai Rp 50 juta per tahun per desa. Artinya per desa bisa ter-cover 10 KK," kata dia.
Jika dikalkulasi, maka per tahun akan ada 500 ribu rumah KK yang bisa mendapatkan retrofitting untuk tahan gempa.
"Dalam 10 tahun 5 juta KK, masalah kita selesai," tandasnya.
Menurut Abdul Muhari, pertanyaannnya apakah masyarakat yang tergolong sangat miskin ini bisa atau tidak rumahnya diperkuat lebih dulu sebelum terjadi gempa.
"Ini penting karena BNPNB pasca gempa memberikan insentif pembangunan rumah baru rumah rusak Rp 60 juta," jelasnya. BNPB memberikan insentif untuk rumah rusak sedang Rp 30 juta, rusak ringan Rp 15 juta.
"Kalau kita bicara sophisticated methodology, kemudian menggunakan alat-alat beton, besi, ini segala macam, kita enggak kekurangan ahli, kita enggak kekurangan proposal metode untuk itu. Tapi kalau kita bicara possible implementation-nya, sarannya dua tadi, murah dan bisa dilakukan," ucapnya.
(nah/nwy)