Ketentuan ini disampaikan dalam surat Kemendikbudristek Nomor 68446/A.A3/TI.00.02/2021 perihal pemberian NIDN bagi dosen non-ASN di PTN. Surat ini diteken Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti tanggal 14 Oktober 2021.
Poin surat Kemendikbudristek Nomor 68446/A.A3/TI.00.02/2021 yakni sebagai berikut:
1. Bagi perguruan tinggi yang telah merekrut dosen baru dengan skema dosen tetap non-ASN dapat mengusulkan NIDN (Nomor Induk Dosen Nasional) dosen yang dimaksud (dosen honorer) paling lambat 30 November 2021.
2. Bagi dosen yang telah mendapatkan NIDK (Nomor Induk Dosen Khusus) yang berstatus dosen penuh waktu (bukan dari praktisi) dapat diusulkan perubahannya dai NIDK ke NIDN.
3. Usulan untuk mendapatkan NIDN harus memenuhi ketentuan sebagaimana dalam Pemmenristekdikti Nomor 26 Tahun 2015 dan Nomor 2 Tahun 2016.
4. Dosen yang sudah mendapatkan NIDN dan belum ASN dapat diusulkan mengikuti seleksi ASN (PNS/PPPK).
Lantas, bagaimana nasib dosen honorer yang belum menjadi dosen PNS?
PTN Dilarang Angkat Dosen Honorer Jadi Dosen Tetap
Dosen PTN Seharusnya Pegawai Negeri
Direktur Sumberdaya Kemendikbudristek Dr. Mohammad Sofwan Effend mengatakan, larangan ini sebenarnya bukan dikeluarkan dari Kemendikbudristek. Ia menjelaskan, kebijakan ini merupakan amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2018 bahwa dosen di kampus negeri seharusnya memang berstatus sebagai pegawai negeri.
"Kemendikbudristek telah memberikan kelonggaran selama kurang lebih tiga tahun, sampai 1 Desember 2021. Ke depan, dosen wajib melalui seleksi CASN. Sehingga diharapkan, kualitas dan kesejahteraan dosen meningkat," kata Sofwan dalam Webinar Komunitas Sevima, Jum'at (10/12/2921).
Peningkatan Kesejahteraan Dosen
Dr. Wakil Ketua Komisi X DPR-RI Dede Yusuf mengatakan, kebutuhan peningkatan kesejahteraan dosen honorer menjadi dosen ASN penting untuk mendukung kualitas dosen yang cakap mengikuti perkembangan ilmu teknologi.
"Selama ini di daerah, ada dosen honorer digaji 750 ribu rupiah sebulan. Maka dari itu, kita cari dosen yang terbaik di bidangnya, dan yang membayar nanti (sebagai PNS) adalah anggaran negara. Sedangkan dosen honorer yang sudah di kampus, akan diikutkan seleksi CASN sehingga kesejahteraannya ikut meningkat," kata Dede.
Dede mengatakan, penerapan kebijakan tersebut kelak mendorong dosen berkolaborasi dan berkreasi di Kampus Merdeka, memanfaatkan literasi digital untuk pendidikan.
"Dengan literasi digital yang baik, maka dosen akan mampu connecting user (satu frekuensi dengan para mahasiswa). Terlebih mahasiswa saat ini berasal dari Gen Z yang jauh lebih kritis dalam menyampaikan pendapat, dan sudah terbiasa menggunakan teknologi," kata Dede.
Direktur perusahaan konsultasi teknologi informasi Sevima Ridho Irawan mendukung penerapan kebijakan Kemendikbudristek bagi dosen honorer tersebut. Ia menuturkan, kebijakan ini dapat membantu operasi kampus dalam kegiatan belajar-mengajar, terutama kampus menengah dan kecil yang yang kekurangan dosen.
"Memang ketika membicarakan kampus, yang biasa kita bayangkan adalah kampus besar yang sudah canggih dalam penggunaan Sistem Akademik Digital berbasis awan (Siakadcloud). Padahal sebenarnya ada lebih dari 4.500 kampus se-Indonesia, dan jumlah dosen non-PNS se Indonesia totalnya sekitar 180.000 orang," tuturnya.
(twu/row)