Prof. Dr. Eng Kuwat Triyana, M, Si, dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Fisika FMIPA UGM. Dr. Kuwat merupakan penemu GeNose, alat pendeteksi COVID-19 lewat embusan nafas.
GeNose pertama dikenalkan ke publik pada akhir 2020. Saat pandemi gelombang pertama tengah merebak di Indonesia, tim ahli dari UGM menciptakan alat pendeteksi virus COVID-19 GeNose.
GeNose sendiri merupakan alat yang berbasis kecerdasan buatan. Kuwat Triyana adalah Ketua Tim Pengembang dari produk tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pidato Pengukuhan Dr. Kuwat Triyana
Dalam pengukuhan yang berlangsung pada Kamis (12/10/2023) di Balai Senat UGM, Dr. Kuwat memaparkan pidato berjudul Inovasi Sistem Sensor Berbasis Kecerdasan Artifisial dan Tantangan Hilirisasinya. Ia memaparkan tentang inovasi dan pengembangan sensor gas berbasis kecerdasan buatan yang telah dilakukannya yakni hidung elektronik (GeNose) dan lidah elektronik (Elto).
Ia mengungkapkan ada beberapa tantangan dalam pengembangan sensor gas, seperti meningkatkan selektivitas, sensitivitas, respons dan waktu pemulihan, stabilitas jangka panjang, dan pergeseran penuaan. Tantangan-tantangan ini sedang diatasi melalui berbagai pendekatan, yaitu, penggunaan material baru, teknologi nano, dan teknik machine learning.
Cerita Pengembangan GeNose
Dekan FMIPA UGM ini turut membagikan pengalaman dalam menghilirkan inovasinya yaitu hidung elektronik (merek terdaftar sebagai GeNose 19). Ia menceritakan tahapan panjang yang harus dilalui, mulai dari uji profiling, uji standar di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Surabaya, uji diagnostik hingga produksi massal.
"Terkait hilirisasi GeNose C19, kami mendapatkan pembelajaran yang luar biasa banyak untuk kedepannya," ujarnya dalam laman UGM, Jumat (13/10/2023).
Akui Modal Jadi Halangan
Lebih lanjut, Kuwat mengatakan persoalan utama hilirisasi dan komersialisasi produk inovasi khususnya alat kesehatan di Indonesia meliputi beberapa aspek. Salah satunya, keterbatasan modal dalam pengembangan produk inovatif di Indonesia.
Kedua, lemahnya ekosistem produksi nasional. Untuk mengatasi masalah ini, menurutnya perlu ada sinergi antara universitas, pemerintah, dan industri.
Selanjutnya, kurangnya koordinasi antara peneliti, pemerintah, dan industri. Untuk mempercepat proses hilirisasi, peran industri perlu dilibatkan sejak tahap ide atau pembuatan proposal penelitian inovasi.
Dr. Kuwat juga mengungkapkan jika 90% alat kesehatan di Indonesia merupakan produk impor. Ia mendorong agar Indonesia bisa berinovasi dan meningkatkan riset untuk menghasilkan produk dalam negeri.
"Untuk mencapai kemandirian dalam industri alkes, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas produksi produk dalam negeri dan mendorong peningkatan jumlah produk hasil riset dan inovasi dalam negeri,"pungkas Guru Besar UGM itu.
(nir/nwy)