Dekan FF UGM Siti Murtiningsih Dikukuhkan Jadi Guru Besar Filsafat Pendidikan

Dekan FF UGM Siti Murtiningsih Dikukuhkan Jadi Guru Besar Filsafat Pendidikan

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Kamis, 20 Feb 2025 12:20 WIB
Prof Siti Murtiningsih saat menyampaikan pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Filsafat Pendidikan UGM di Balai Senat UGM, Kamis (20/2/2025).
Prof Siti Murtiningsih saat menyampaikan pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Filsafat Pendidikan UGM di Balai Senat UGM, Kamis (20/2/2025). Foto: Jauh Hari Wawan/detikJogja
Sleman -

Dekan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Rr. Siti Murtiningsih, M.Hum, resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Filsafat Pendidikan. Upacara pengukuhan tersebut dilangsungkan di Balai Senat UGM, Kamis (20/2/2025).

Dalam pidato pengukuhannya Prof Murtiningsih menghadirkan perspektif revolusioner tentang peran kecerdasan buatan dalam membentuk masa depan pendidikan. Dalam pidato ilmiahnya yang berjudul 'Mendidik Manusia Bersama Mesin: Filsafat Pendidikan di Era Kecerdasan Buatan', dia menyampaikan kritik terhadap ekstremisme dalam adopsi teknologi pendidikan.

"Menyerahkan pendidikan anak-anak kita sepenuhnya kepada mesin akan menjadi bencana bagi masa depan kemanusiaan kita. Kita layak cemas ketika melihat banyak anak-anak justru belajar banyak hal dari YouTube," kata Prof Murtiningsih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, menolak sama sekali keterlibatan mesin dalam proses pendidikan adalah sikap anakronis. Dia menilai, AI dan teknologi digital memiliki potensi besar untuk mengoptimalkan proses pembelajaran.

"Ide 'mendidik manusia bersama mesin' ini adalah upaya menjadikan mesin sebagai kolaborator manusia dalam proses pendidikan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Prof Murtiningsih lebih menekankan potensi transformatif dari integrasi teknologi dalam pendidikan. Pelibatan mesin dalam proses pendidikan sejatinya lebih banyak memberikan peluang model-model pembelajaran baru yang lebih kreatif.

"Menawarkan pula pengalaman pembelajaran yang lebih dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan guru dan murid, dan bahkan hasil pembelajaran yang diperoleh dapat menjadi bagian dari analisis data yang lebih inklusif," jelasnya.

Dalam menguraikan visinya tentang demokratisasi pendidikan, Prof Murtiningsih menyoroti pentingnya menghindari jebakan teknologi.

"Inklusivitas dapat dimulai dengan menghentikan proses sistem pendidikan kapitalistik yang hanya mengkomodifikasi pengetahuan dan menjadikan siswa hanya sebagai konsumen konten digital tanpa menjadikannya sebagai alat untuk membebaskan peserta didik," tegasnya.

Dalam model pedagogi kritis Freirean diantaranya telah memberikan jawaban bahwa keterlibatan mesin dalam proses pendidikan adalah sebagai kolaborator manusia dalam menumbuhkan harapan dan kesadaran kritis melalui basis data empiris yang memadai.

Baginya, konsep 'mendidik manusia bersama mesin' menekankan dua hal penting. Pertama, bahwa subjek utama pendidikan itu adalah manusia dan kedua bahwa entitas non-manusia seperti mesin dapat dilibatkan dalam proses pendidikan.

"Dua hal tersebut membuka ruang-ruang eksplorasi baru tentang relasi manusia-non manusia. Dengan demikian, cakupan filsafat pendidikan di era mesin kecerdasan buatan ini bukan hanya soal apa tujuan pendidikan dan bagaimana seharusnya proses pendidikan dijalankan, melainkan juga soal relasi epistemik dan etis antara manusia dan agen non-manusia. Itulah masa depan filsafat pendidikan," pungkas dia.




(apu/afn)

Hide Ads