Ridi Ferdiana sudah memimpin Direktorat Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada (UGM) sejak Oktober 2022 lalu. Meski baru berusia 39 tahun, Rudi merupakan salah satu profesor UGM.
Dr Ir Ridi Ferdiana, ST, MT, IPM juga tengah mengemban amanah mengurusi teknologi informasi di tingkat universitas. Di tangannya, Ridi bertanggung jawab melakukan pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur jaringan dan internet di lingkungan UGM.
Pria asal Cirebon ini juga beberapa kali melakukan penelitian di bidang Artificial Intelligence (AI). Bagaimana kisahnya? Simak di sini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengajar Sejak 2008
Ridi menempuh pendidikan sarjana, S2 hingga S3 di Fakultas Teknik UGM. Selepas lulus, ia mulai mengajar di almamaternya.
"Saya masuk (jadi dosen) tahun 2008 bulan Desember. Sekitar 15 tahun menjadi dosen, akhirnya jadi profesor," kenangnya dalam laman UGM dikutip Kamis (5/10/2023).
Selama menjadi pengajar, Ridi aktif melakukan penelitian dan mengaplikasikanya di lapangan. Setiap tahun, rata-rata ia bisa memublikasikan 1-2 dua riset baru yang diterbitkan di jurnal atau dipresentasikan dalam sebuah konferensi internasional.
"Setahun kalau produktif, bisa 1 sampai 2 publikasi, satu jurnal dan satu konferensi. Kalau lagi apes, dua konferensi saja. Tiap tahun riset beda topik, karena tergantung pendanaan. Sangat bersyukur, pandanaan di UGM tidak sulit, ada dari prodi, fakultas maupun universitas," kata Ridi.
Tekuni AI
Melihat perkembangan saat ini, Ridi tidak segan untuk menekuni bidang AI. Bahkan beberapa tahun lalu, Ridi telah melakukan riset AI bersama Microsoft Jepang. Tepatnya pada tahun 2019 mengenai AI berempati.
"Yang kita lakukan bagaimana AI itu paham unggah-ungguh. Bisa ngomong dengan user yang sebaya atau seumuran sehingga bisa lebih gaul," katanya.
Teliti Bahasa Kucing Lewat AI
Tidak hanya itu, ia juga pernah meneliti soal bahasa kucing dengan bekerja sama dengan Samsung. Ridi dan tim mengumpulkan sampel 35 hingga 40 ribu video kucing di aplikasi YouTube. Melalui riset ini diketahui suara kucing dan perilakunya.
"Kita petakan berdasarkan ras kucing dan suaranya, suara kucing ingin kawin, suara kucing sedang marah, kita klasifikasi mood mood kucing," ujarnya.
"Kita koneksikan dengan deskripsi yang tertera di video itu. Angan-angan saya suatu saat nantinya dari gawai kita, bisa tahu suara kucing ketika lagi lewat, kita tahu ia lagi ingin apa, agar kita bisa kita tahu apa yang harus dilakukan," sambungnya.
Ke depannya, Ridi ingin membuat riset tentang digital sibling di mana orang bisa berinteraksi dengan saudara, kerabat kandung atau orang tua yang sudah meninggal secara digital lewat AI.
"Orang yang sudah meninggal, bagaimana perilakunya bisa masuk ke AI. Harapan saya nantinya anak cucu bisa ngobrol dan berinteraksi. Dari perilaku, cara ngomong, hingga suara dibuat bisa semirip mungkin. Saya memikirkan kodenya (algoritma) seperti apa. Paling tidak bisa mulai dari diri saya sendiri," pungkasnya.
(nir/nah)