Menyandang predikat ibu kota negara, Jakarta merupakan salah satu wilayah yang istimewa sebagai pusat kegiatan politik dan ekonomi nasional. Kota ini ternyata punya riwayat sejarah panjang sejak beberapa abad lalu termasuk asal usul nama Jakarta yang tersematkan padanya.
Jauh sebelum dikenal sebagai Jakarta, wilayah yang terletak di pesisir barat laut Pulau Jawa ini telah mengalami beberapa kali pergantian nama. Umumnya perubahan nama memiliki kaitan erat dengan dinamika sejarah dan peristiwa yang terjadi pada wilayah tersebut.
Asal Usul Nama Jakarta
Sunda Kelapa
Menurut berbagai catatan sejarah, kawasan ini pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa. Nama tersebut bukan sekadar legenda, karena bukti arkeologisnya masih dapat ditemukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buktinya yakni padrao atau batu peringatan tentang perjanjian antara Portugis dan Kerajaan Sunda. Perjanjian antara Portugis dan Kerajaan Sunda dibuat pada tanggal 21 Agustus 1522.
Dikutip dari laman Museum Nasional, isi dari perjanjian tersebut antara lain Portugis diizinkan untuk mendirikan kantor dagang berupa sebuah benteng di wilayah Kalapa dan di tempat tersebut didirikan batu peringatan (padrao) dalam Bahasa Portugis.
Jayakarta
Pertempuran penting terjadi pada 22 Juni 1527, ketika pasukan Kerajaan Demak yang didukung oleh Kerajaan Cirebon di bawah pimpinan Pangeran Fatahillah berhasil merebut pelabuhan Sunda Kelapa dari tangan Portugis.
Kemenangan ini bukan hanya menandai kekalahan kekuatan asing, tetapi juga menjadi titik balik penting dalam sejarah kota ini.
Sebagai simbol kemenangan, Pangeran Fatahillah kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang berarti "kemenangan yang sempurna". Sejak saat itulah, tanggal 22 Juni dikenang dan diperingati sebagai hari lahir Kota Jakarta.
Jacatra
Orang Portugis lantas menamakan kota ini Jacatra. Pada masa Jayakarta dipimpin Tubagus Angke, orang-orang Belanda mulai mendatangi wilayah tersebut. Mereka juga menyebut kawasan tersebut dengan Jacatra.
Batavia
Belanda melalui Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) kemudian menjalin kerja sama perdagangan dengan penguasa Jayakarta, Pangeran Wijayakrama yang juga anak dari Tubagus Angke. VOC pun diperbolehkan membuka kantor di Jayakarta.
Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen akhirnya merebut Jayakarta pada 30 Mei 1619. Dikutip dari makalah Nama-nama Tempat di Jakarta dan Kaitannya dengan Masa Kolonial karya Lilie Suratminto dari Universitas Indonesia, setelah dikuasai oleh Belanda JP Coen menghendaki nama kota diganti menjadi Hoorn seperti nama tempat kelahirannya.
Namun usulan tersebut ditolak oleh De Heeren Zeventien (Dewan 17) dari VOC. Dewan 17 meminta diubah menjadi Batavia sesuai dengan nama nenek moyang bangsa Belanda yaitu bangsa Bataaf.
Djakarta
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) nama Batavia diganti dengan nama Djakarta akronim dari nama Djajakarta. Ejaan nama kota ini berlaku dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1972
Jakarta
Pada tahun 1972 sampai sekarang namanya ejaan Djakarta berubah jadi Jakarta sesuai dengan ejaan Mashuri. Pada tahun 1972 Mashuri menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
(pal/nwk)