Sumpah Pemuda diucapkan pada 28 Oktober 1928. Ikrar tersebut dinyatakan dalam Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928.
Sumpah pemuda merupakan simbol meningkatnya kesadaran kebangsaan atau nasionalisme bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajahan.
Organisasi pencetus Sumpah Pemuda adalah Perhimpunan Indonesia Nederland, Partai Nasional Indonesia, dan Pemuda Indonesia. Di sisi lain, peristiwa Sumpah Pemuda juga tak lepas dari peran orang-orang Tionghoa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tokoh-tokoh Tionghoa dalam Sumpah Pemuda
Dikutip dari Buku Siswa Sejarah Indonesia untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI karya Abdurakhman dan Arif Pradono, pelaksanaan Kongres Pemuda II tidak hanya melibatkan para pemuda Indonesia, melainkan juga melibatkan orang-orang Tionghoa.
Ketika ikrar Sumpah Pemuda, hadir empat orang peninjau dari golongan Tionghoa, yaitu:
1. Kwee Thiam Hong
2. Oey Kay Siang
3. John Liauw Tjoan Hok
4. Tjio Djin Kwie.
Lokasi Kongres Pemuda II yang berlokasi di Jalan Kramat Raya nomor 106, Jakarta Pusat juga merupakan milik seorang Tionghoa yang bernama Sie Kong Liong. Kini, tempat tersebut menjadi Museum Sumpah Pemuda.
Itu menunjukkan peran penting orang Tionghoa dalam proses lahirnya Sumpah Pemuda.
Sebelum Kongres Pemuda II ditutup, diperdengarkan lagu "Indonesia Raya" secara instrumental karya WR Supratman. Usulan memperdengarkan tanpa syair (hanya biola saja), dilontarkan oleh Sugondo Djojopoespito.
Dikatakan dalam buku Makna Sumpah Pemuda oleh Sri Sudarmiyatun, lagu "Indonesia Raya" pertama kali dipublikasikan pada 1928 dalam surat kabar Sin Po dengan mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu ini adalah lagu kebangsaan. Meski lagu tersebut sempat dilarang pemerintah kolonial Belanda, para pemuda tetap menyanyikannya.
Naskah Otentik Sumpah Pemuda
Sumpah Pemuda yang biasa diucapkan dalam upacara-upacara sekarang ini telah mengalami berbagai penyesuaian bahasa, khususnya dalam ejaan, meski isinya tetap sama.
Sumpah Pemuda lahir sebagai putusan Kongres Pemuda II. Dapat dikatakan Sumpah Pemuda tak mempunyai naskah otentik, yang ada adalah naskah otentik dari Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia.
Putusan itulah yang mengalami rekonstruksi simbolik menjadi Sumpah Pemuda.
(nah/faz)