Pemanasan Arktik Justru Memicu Kristal Es di Awan Terbentuk, Kok Bisa?

ADVERTISEMENT

Pemanasan Arktik Justru Memicu Kristal Es di Awan Terbentuk, Kok Bisa?

Hani Muthmainnah - detikEdu
Jumat, 11 Okt 2024 07:30 WIB
In this handout photo provided by Markus Rex, head of the MOSAiC expedition, a view of the North Pole from RV Polarstern, Wednesday, Aug. 19, 2020. A German icebreaker carrying scientists on a year-long international expedition in the high Arctic has reached the North Pole, after making an unplanned detour because of lighter-than-usual sea ice conditions. Expedition leader Markus Rex said Wednesday the RV Polarstern was able to reach the geographic North Pole because of large openings in sea ice that would normally make shipping in the region above Greenland too difficult. (Markus Rex/Alfred Wegener Institute via AP)
Lapisan es di Greenland mencair pada 2020. Foto: Markus Rex/Alfred Wegener Institute via AP
Jakarta -

Naiknya suhu global diperkirakan akan mengurangi jumlah kristal es di awan. Dengan begitu, awan akan dipenuhi dengan cairan.

Namun, hasil studi terbaru menunjukkan pemanasan Arktik justru memicu terbentuknya kristal es. Kok bisa?

Pemanasan Arktik Bikin Kristal Es di Awan

Arktik merupakan samudra di Kutub Utara yang tersebar hingga Norwegia utara, Swedia utara, Rusia, Kanada, Iceland, Greenland, dan Alaska. Es-es di Arktik mencair akibat pemanasan global.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peneliti Yotaka Tobo dari National Institute Polar Research (NIPR) Jepang mengatakan, saat suhu udara permukaan Arktik naik di atas 0 derajat C, lapisan salju dan es mencair. Alhasil, muncul area tandus dan dan area bervegetasi yang tidak ditutupi es atau salju.

Tobo menjelaskan, permukaan terbuka tersebut melepaskan lebih banyak debu dan aerosol (zat atau partikel kecil di udara) organik biologis yang berpotensi mendorong pembentukan kristak es di awan.

ADVERTISEMENT

Arktik sendiri sering mengalami suhu yang mendukung pembentukan awan fase campuran. Awan tersebut terdiri dari tetesan cairan dingin dan kristal es.

Komposisi awan tersebut sangat penting karena mempengaruhi keseimbangan energi dan iklim di kawasannya. Awan yang lebih banyak mengandung cairan dapat bertahan lebih lama dan memantulkan lebih banyak sinar Matahari daripada awan yang lebih banyak mengandung kristal es.

Keluar dari Perkiraan

Sebelumnya, model iklim memprediksi dengan suhu Arktik yang semakin hangat, awan di wilayah ini akan mengandung lebih banyak air dan lebih sedikit es. Sebab, suhu yang lebih tinggi biasanya akan menghambat pembentukan kristal es.

Namun, pembentukan awan juga dipengaruhi oleh keberadaan aerosol, yaitu partikel kecil yang berfungsi sebagai benih untuk membentuk tetesan air dan kristal es.

Dalam sebuah studi terbaru yang diterbitkan di Communication Earth & Environment pada 18 September 2024, sebuah penelitian yang dipimpin oleh Profesor Yutaka Tobo menyelidiki hubungan antara peningkatan suhu permukaan dan aerosol yang dikenal sebagai partikel pembentukan inti es (INP).

INP berperan penting dalam pembentukan kristal es di awan. Para peneliti menemukan, pemanasan permukaan di Kutub Utara menyebabkan peningkatan jumlah INP yang aktif, terutama di daerah yang bebas salju dan es.

"Kami menemukan bahwa INP cenderung meningkat secara eksponensial dengan meningkatnya suhu udara permukaan ketika suhu naik di atas 0Β°C dan daerah tandus yang bebas salju atau es serta daerah yang bervegetasi muncul di Svalbard, sebuah wilayah yang mengalami pemanasan lima hingga tujuh kali lebih cepat dari rata-rata global," kata Tobo.

Pengukuran INP di Svalbard

Penelitian ini didasarkan pada pengukuran INP yang dilakukan sepanjang tahun selama proyek Multidisciplinary drifting Observatory for the Study of Arctic Climate (MOSAiC) dari September 2019 hingga Oktober 2020 di Zeppelin Observatory, Svalbard. Untuk mengukur jumlah INP, para peneliti mengumpulkan sampel aerosol dan menggunakan metode pembekuan tetesan yang sudah teruji.

Mereka menemukan, jumlah INP meningkat selama bulan-bulan hangat, dari pertengahan April hingga September. Pada periode ini, suhu udara di atas 0Β°C.

Dengan menggunakan mikroskop elektron pemindaian, mereka menemukan bahwa sebagian besar INP yang terdeteksi selama bulan-bulan hangat terdiri dari debu mineral dan partikel karbon yang menyerupai mikroorganisme atau sisa-sisa tanaman. Temuanl ini menunjukkan bahwa aerosol ini berasal dari lingkungan sekitar.

Sumber INP di Svalbard

Jadi, dari mana aerosol ini berasal? Data tentang indeks vegetasi (NDVI) menunjukkan bahwa selama musim panas, sekitar 35% wilayah Svalbard memiliki vegetasi positif. Mengindikasikan adanya daerah tandus dan vegetasi seperti rumput dan lumut. Temuan ini menunjukkan bahwa INP di Svalbard sebagian besar berasal dari debu dan aerosol organik yang dilepaskan dari area tersebut.

Menariknya, tren pemanasan di musim dingin bisa lebih drastis daripada di musim panas, dengan suhu yang meningkat dari 2Β°C per dekade di Svalbard. Jika daerah yang bebas salju dan es terus berkembang, emisi INP kemungkinan akan meningkat. Mengubah komposisi awan fase campuran di masa mendatang.

"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa pasokan INP yang sangat aktif dari sumber terestrial akan meningkat sebagai respon terhadap pemanasan permukaan yang diproyeksikan. Oleh karena itu, efek ini perlu dipertimbangkan dalam model iklim untuk meningkatkan pemahaman kita tentang perubahan komposisi awan Arktik," tutup Profesor Tobo dan rekan-rekannya.

Dengan demikian, pemanasan Arktik mempengaruhi komposisi awan dan emisi INP merupakan langkah penting dalam memprediksi dampak perubahan iklim di kawasan yang rentan ini.




(twu/twu)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads