6 Alasan Ilmiah Mengapa Harus Baca Banyak Buku: Kurangi Stres-Panjang Umur

ADVERTISEMENT

6 Alasan Ilmiah Mengapa Harus Baca Banyak Buku: Kurangi Stres-Panjang Umur

Devita Savitri - detikEdu
Sabtu, 25 Mei 2024 16:00 WIB
Happy Asian family mother and daughter on bed in bedroom say good night before sleep
Ilustrasi membaca. Ada 6 alasan ilmiah mengapa kamu harus baca banyak buku. Cek yuk! Foto: Getty Images/iStockphoto/Nattakorn Maneerat
Jakarta -

Buku adalah jendela dunia menjadi ungkapan yang mungkin sering kamu dengar. Ya, membaca memang bisa membawa kita ke dunia yang belum pernah kita lihat meski tidak secara langsung.

Lebih jauh, dengan hanya membaca buku biografi misalnya, kamu bisa berkenalan dengan tokoh hebat yang tidak akan pernah ditemui karena sudah meninggal dunia. Tetapi dengan jalan cerita hidupnya yang menakjubkan, kamu bisa merasakan rasa sakit, bahagia, dan emosi lain yang mungkin belum pernah dirasakan sebelumnya.

Jika kamu masih ragu untuk mulai membaca, berikut ada 6 alasan ilmiah mengapa membaca banyak buku sangat bermanfaat untuk kehidupan dikutip dari Mental Floss.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

6 Alasan Ilmiah Membaca Buku

1. Mengurangi stres

Sebuah studi yang dilakukan para ilmuwan dari Universitas Sussex, Inggris pada tahun 2009 menemukan membaca buku atau koran selama 6 menit dapat menurunkan tingkat stres sebesar 68%. Efek ini lebih kuat dibandingkan berjalan-jalan (42%), minum teh atau kopi (54%) atau mendengarkan musik (61%).

Membaca buku memungkinkan kita tenggelam sepenuhnya dan mengalihkan perhatian dari dunia luar. Hal ini menjadi cara sempurna untuk menghilangkan stres.

ADVERTISEMENT

2. Membaca buku memperpanjang umur

Tahukah kamu bila membaca bisa memperpanjang umur? Hal ini dibuktikan oleh sebuah studi dari Universitas Yale, Amerika Serikat. Mereka melakukan eksperimen pada 3.600 orang dewasa dengan rentang umur 12-50 tahun.

Hasilnya ditemukan bila orang yang membaca buku selama 30 menit dalam sehari hidup dua tahun lebih lama dibandingkan mereka yang membaca majalah atau koran. Selanjutnya, peserta yang membaca buku lebih dari 3,5 jam/minggu memiliki kemungkinan meninggal 23% lebih kecil daripada mereka yang kurang membaca.

3. Meningkatkan keterampilan bahasa

Pada tahun 1990-an, pelopor membaca Keith Stanovich dan rekan-rekannya melakukan lusinan studi tentang membaca. Terutama untuk menilai hubungan antara keterampilan kognitif, kosa kata, pengetahuan faktual dan paparan terhadap penulis fiksi dan non-fiksi tertentu.

Mereka menggunakan Author Recognition Test (ART), alat tes yang menilai seberapa hebat keterampilan membaca seseorang. Hasilnya, mereka yang sering membaca memiliki kosa kata dan pengetahuan berbasis fakta 50% lebih banyak daripada yang tidak.

Donald Bolger, profesor dari Universitas Maryland juga mengatakan hal serupa. Ia meneliti bagaimana otak manusia bekerja saat membaca.

Hasilnya ditemukan bila, semakin banyak kita membaca maka semakin banyak juga kata yang dipelajari. Ketika semakin banyak kata yang dipelajari, maka semakin baik pula kita memahami berbagai hal di dunia bahkan yang berada di luar bidang keahlian kita.

4. Meningkatkan empati

Pada tahun 2013, peneliti dari Harvard University melakukan studi pada sekelompok sukarelawan terkait kemampuan membaca. Mereka dibagi menjadi pembaca buku fiksi sastra, fiksi populer, nonfiksi, atau tidak membaca sama sekali.

Dari lima percobaan, mereka yang membaca fiksi sastra memiliki peningkatan empati lebih tinggi dan mampu mengidentifikasi emosi orang lain bahkan hanya melalui ekspresi wajah. Kemampuan untuk memahami keadaan mental orang lain disebut dengan Teori pikiran.

5. Meningkatkan kreativitas dan fleksibilitas

Maja Djikic, seorang psikolog dari Universitas Toronto melakukan penelitian pada 100 orang yang ditugaskan untuk membaca buku fiksi atau esai nonfiksi. Setelahnya, peserta mengisi kuesioner untuk menilai tingkat keputusan kognitif mereka.

Keputusan kognitif cara seseorang dalam mencapai kesimpulan dengan cepat dan menghindari ambiguitas ketika mengambil keputusan. Hasilnya pembaca buku fiksi menjadi orang yang lebih fleksibel dan kreatif serta cepat mengambil keputusan.

"Saat kita membaca fiksi, kita berlatih menjaga pikiran tetap terbuka karena kita mampu menghadapi ketidakpastian," ujar Djikic.

6. Membantu transformasi diri sendiri

Kita jarang mengetahui sebenarnya kapan kepribadian kita berubah dan berkembang. Tetapi, dengan membaca buku fiksi kita bisa mengetahuinya.

Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian oleh tim dari Universitas Toronto yang meminta 166 orang untuk mengisi kuesioner tentang emosi dan ciri-ciri kepribadian mereka. Ciri-ciri dan emosi ini harus digambarkan berdasarkan Big Five Inventory (BFI) yang dikembangkan oleh John, Donahue, dan Kentle pada tahun 1991 untuk memungkinkan penilaian yang efisien dan fleksibel terhadap lima dimensi kepribadian seseorang.

Setelah menuliskannya, separuh partisipan diminta membaca cerita pendek karya Anton Chekhov berjudul "The Lady with the Toy Dog". Cerita pendek ini menceritakan tentang seorang pria yang bepergian ke sebuah resor dan berselingkuh dengan seorang wanita yang sudah menikah.

Sedangkan separuh partisipan lainnya diminta membaca laporan dari pengadilan perceraian tentang kasus serupa. Selanjutnya mereka kembali menjawab pertanyaan kepribadian yang sama.

Hasilnya tanggapan pembaca fiksi berubah secara signifikan setelah mereka membaca tentang pengalaman orang lain. Sedangkan pembaca nonfiksi tidak mengalami perubahan ataupun refleksi diri sendiri.

"Saat Anda mengidentifikasi diri dengan orang lain, Anda memasuki bagian kehidupannya dan merasakan emosi atau keadaan yang tidak akan Anda pahami sebelumnya," ujar Keith Oatley, psikolog Universitas Toronto.

Kesimpulannya dengan membayangkan pengalaman baru, pembaca akan menciptakan sebuah ruang. Ruangan ini adalah tempat mereka bisa tumbuh dan berubah setelah pendapat paparan pengalaman orang lain.




(det/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads