Benarkah Perubahan Iklim Bisa Memperlambat Waktu di Bumi? Ini Kata Studi

ADVERTISEMENT

Benarkah Perubahan Iklim Bisa Memperlambat Waktu di Bumi? Ini Kata Studi

Fahri Zulfikar - detikEdu
Minggu, 07 Apr 2024 17:00 WIB
Rotasi Bumi
Foto: Interesting Engineering/Ilustrasi rotasi Bumi
Jakarta -

Sebuah studi menunjukkan bahwa perubahan iklim ternyata memengaruhi pengukuran waktu di Bumi. Hal ini terkait dengan perputaran Bumi yang lebih lambat karena mencairnya lapisan es di kutub.

Penelitian yang terbit di Nature mengatakan, ketika lapisan es di kutub mencair, kecepatan rotasi Bumi melambat dan membuat hari-hari menjadi sedikit lebih lama dari biasanya.

Perlambatan ini terjadi hanya sepersekian detik dan mungkin tidak memengaruhi kita dalam kehidupan sehari-hari. Namun, penumpukannya dapat menyebabkan masalah pada teknologi navigasi dan komunikasi di mana waktu adalah segalanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penulis studi dari Scripps Institution of Oceanography, Profesor Duncan Agnew, memberi contoh untuk menggambarkan kejadian ini dengan seorang skater yang berputar di atas es.

"Jika mereka merentangkan tangannya, putarannya akan lebih lambat, tetapi jika mereka mendekatkannya ke dalam tubuh, maka putarannya akan semakin cepat. Hal ini menunjukkan kekekalan momentum sudut, sebuah prinsip yang berlaku pada semua benda berputar termasuk Bumi," ucapnya, sebagaimana dikutip dari National History Museum.

ADVERTISEMENT

Oleh karena itu, saat es di kutub mencair, air akan menyebar ke seluruh lautan dan menyebabkan efek yang sama seperti skater yang merentangkan tangannya. Akibatnya, Bumi jadi melambat.

"Pencairan es yang lebih cepat akan memperlambat Bumi dengan lebih cepat, berlawanan dengan percepatan yang terlihat dalam beberapa tahun terakhir," imbuh Agnew.

Meningkatnya Suhu karena Perubahan Iklim Memengaruhi Banyak Hal di Bumi

Menurut peneliti, meningkatnya suhu bisa memengaruhi banyak aspek di planet Bumi melalui perubahan pola cuaca, migrasi hewan, dan pembungaan tanaman.

Berbagai lapisan bumi, mulai dari intinya hingga atmosfer, semua memiliki sifat tersendiri yang memengaruhi cara bumi berputar. Akibatnya, diperlukan waktu lebih atau kurang dari 24 jam untuk menyelesaikan satu putaran.

Dampak yang lebih signifikan disebabkan oleh Matahari dan Bulan karena gravitasinya membengkokkan bentuk Bumi. Tarikan air terhadap lautan juga berdampak, menyebabkan proses yang dikenal sebagai gesekan pasang surut yang memperlambat laju planet ini.

Selama jutaan tahun, hal ini umumnya menyebabkan putaran bumi melambat. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, planet Bumi berada dalam keadaan yang terburu-buru. Hari terpendek dalam sejarah terjadi pada 29 Juni 2022, ketika 1,59 milidetik berkurang dalam 24 jam.

"Ini hanyalah salah satu dari sejumlah hari singkat yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini disebabkan oleh perputaran inti Bumi yang melambat dibandingkan permukaan, yang berarti bagian planet yang berbatu harus berputar lebih cepat untuk menghemat momentum," tulis peneliti dalam studi.

Agnew menekankan bahwa dalam jangka panjang, gesekan pasang surut dan pencairan es akan terus memperlambat Bumi.

Berdasarkan data masa lalu, inti Bumi kemungkinan tidak akan terus melaju dengan laju yang cukup besar untuk mengatasi hal ini, jadi detik kabisat negatif akan jarang terjadi.

"Meskipun hal ini bukanlah aspek yang paling merusak dalam perubahan iklim, dampaknya terhadap putaran planet kita menunjukkan betapa luasnya dampak yang kita timbulkan terhadap Bumi," tuturnya.

Dampak Perubahan Iklim di Kutub

Dikutip dari situs UC SanDiego, kutub menjadi rumah bagi es laut yang memegang peran penting dalam ekosistem di Bumi.

Es laut merupakan habitat penting bagi berbagai hewan, termasuk beruang kutub, anjing laut, dan penguin. Selain berdampak pada satwa liar, berkurangnya es laut juga mempercepat laju pemanasan laut.

Selama ini, es laut memantulkan sinar Matahari, kemudian memberikan penyangga terhadap pengaruh suhu yang lebih hangat.

Ketika es laut hilang dan permukaan laut yang lebih gelap terekspos, lebih banyak panas yang diserap oleh laut, sehingga memperburuk dampak perubahan iklim. Hal ini dikenal sebagai umpan balik albedo es.

Perubahan iklim di kutub juga menyebabkan kenaikan permukaan air laut dan perubahan pola cuaca global secara drastis. Es yang mencair akan menghasilkan air yang lebih dingin dan segar dibandingkan lautan di sekitarnya.

Sebuah studi yang dilakukan oleh para ilmuwan Scripps UC SanDiego menemukan bahwa hilangnya es laut di kutub akan menyebabkan seperlima pemanasan yang diperkirakan terjadi di daerah tropis. Para peneliti menemukan bahwa air yang mencair dapat memengaruhi pola angin, yang bertanggung jawab untuk memindahkan air laut dalam yang dingin ke permukaan.

Dengan berkurangnya sirkulasi air dingin, suhu permukaan akan terus menghangat, menciptakan lebih banyak curah hujan dan berpotensi memperkuat pola iklim El NiΓ±o yang sering kali menyebabkan hujan lebat di Amerika Utara dan Selatan serta kekeringan di Australia dan negara-negara Pasifik barat lainnya.




(faz/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads