Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications, telah mengungkapkan adanya perubahan dalam otak sebagai respon terhadap kenangan traumatis yang terbentuk pada seseorang.
Peneliti dari National Institute for Physiological Sciences (NIPS) di Okazaki, Jepang telah berhasil mendeteksi jaringan saraf otak yang terlibat dalam memori trauma.
Mereka menggabungkan teknologi yang menggunakan pendekatan berbasis optik dan pembelajaran mesin untuk melihat bagaimana otak mengalami perubahan ketika membentuk kenangan traumatis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penemuan Baru Tentang Pembentukan Kenangan Traumatis
Selama ini, diketahui bahwa hewan-hewan, termasuk tikus, bisa belajar untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan demi kelangsungan hidup mereka.
Misalnya dengan pembelajaran asosiatif, seperti pengondisian klasik. Ini adalah salah satu bentuk pembelajaran paling sederhana yang telah menjadi fokus penelitian selama satu abad terakhir.
Hingga dalam dua dekade terakhir, kemajuan dalam metode molekuler, genetika, dan optogenetika telah memungkinkan para peneliti untuk mengidentifikasi wilayah otak dan populasi neuron tertentu yang mengendalikan pembentukan dan pengambilan ingatan asosiatif.
Sebagai contoh, penelitian telah menunjukkan bahwa bagian punggung dari medial prefrontal cortex (dmPFC) memiliki peran penting dalam pengambilan memori rasa takut asosiatif pada hewan pengerat.
Salah satu wilayah otak yang penting dalam pengambilan memori rasa takut asosiatif adalah bagian dorsal dari medial prefrontal cortex (dmPFC).
Namun, cara neuron di wilayah ini menyandikan dan mengambil memori asosiatif masih belum sepenuhnya dipahami. Oleh karena itu, tim peneliti dari NIPS memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut.
"DmPFC menunjukkan aktivasi dan sinkronisasi saraf spesifik selama pengambilan memori rasa takut dan membangkitkan respons rasa takut, seperti pembekuan dan perlambatan detak jantung," ungkap Masakazu Agetsuma, selaku penulis studi ini, dikutip dari EurekAlert!.
Menurutnya, pembungkaman dmPFC pada tikus secara artifisial menekan respons rasa takut, menunjukkan bahwa wilayah ini perlu mengingat kembali memori rasa takut yang bersifat asosiatif.
"Karena terhubung dengan sistem otak yang terlibat dalam pembelajaran dan penyakit kejiwaan terkait, kami ingin mengeksplorasi bagaimana perubahan dalam dmPFC secara khusus mengatur informasi memori asosiatif baru," tambahnya.
Metode Gabungan Optik dan Pembelajaran Mesin
Penelitian ini juga mengenalkan pengetahuan terhadap otak tikus dengan menggunakan pencitraan dua foton longitudinal dan teknik ilmu saraf komputasi yang canggih.
Neuron prefrontal adalah entitas yang sangat kompleks, dan setiap neuron merespons berbagai peristiwa sensorik dan motorik.
Untuk mengatasi kompleksitas ini, tim peneliti mengembangkan metode analisis baru yang didasarkan pada algoritma pembelajaran mesin yang disebut 'jaring elastis'. Dengan algoritma ini, mereka berhasil mengidentifikasi neuron-neuron khusus yang mengkode memori rasa takut.
Selanjutnya, mereka menganalisis pengaturan spasial dan konektivitas fungsional neuron menggunakan pemodelan grafis.
Hasilnya, para peneliti berhasil mendeteksi populasi saraf yang mengkode memori rasa takut. Analisis mereka menunjukkan bahwa pengkondisian rasa takut memicu pembentukan jaringan saraf yang terhubung dengan neuron 'hub'.
Neuron-neuron ini bertindak sebagai penghubung antara neuron yang menyimpan ingatan rasa takut.
Para peneliti juga menemukan bahwa pembentukan memori asosiatif disertai dengan hubungan asosiatif baru antara dua jaringan yang sebelumnya berbeda, dimana jaringan stimulus terkondisi seperti yang terkait dengan pengalaman yang menakutkan.
Ini membuat kita lebih cepat merespons ketakutan dengan menghubungkan informasi-informasi ini satu sama lain.
Selama bertahun-tahun, telah diasumsikan bahwa kenangan terbentuk melalui peningkatan koneksi saraf yang diperkuat oleh aktivasi berulang dari kelompok neuron tertentu.
Sehingga penelitian ini mendukung asumsi tersebut berdasarkan observasi kehidupan nyata dan analisis berbasis model.
Selain itu, penelitian ini menunjukkan bagaimana metode gabungan, termasuk optik dan pembelajaran mesin, dapat digunakan untuk memvisualisasikan dinamika jaringan saraf dengan sangat rinci.
Teknik-teknik ini berpotensi untuk mengungkap informasi tambahan tentang perubahan neurologis yang terkait dengan pembelajaran dan memori.
Hasil penelitian ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana otak kita mengatasi kenangan traumatis dan membantu kita memahami perubahan neurologis yang mendasarinya.
(faz/faz)