Organisme Tanpa Otak Juga Bisa Belajar, Begini Buktinya!

ADVERTISEMENT

Organisme Tanpa Otak Juga Bisa Belajar, Begini Buktinya!

Nimas Ayu Rosari - detikEdu
Jumat, 13 Okt 2023 09:30 WIB
Turritopsis dohrnii alias  ubur-ubur abadi (Wikipedia)
Foto: Turritopsis dohrnii (Wikimedia Common)
Jakarta - Seperti yang kita tahu, otak menjadi bagian penting pada makhluk hidup sebagai organ pusat pengendali. Namun bagaimana jika terdapat organisme yang tidak memiliki otak? Bagaimana cara mereka belajar?

Diketahui bahwa beberapa contoh organisme tanpa otak tersebut antara lain seperti ubur-ubur, karang, tumbuhan, jamur, dan hewan bersel satu atau bakteri, sebagaimana dikutip dari tulisan Tom White, pengajar senior The University of Sydney, dikutip dari laman kampus.

Belajar adalah proses perubahan perilaku yang didasarkan atas pengalaman dan bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Pembelajaran ini dapat dibedakan secara non asosiatif dan asosiatif.

Pembelajaran non asosiatif terjadi ketika adanya peningkatan sensitisasi atau penurunan pembiasaan respon seseorang terhadap sesuatu yang berulang-ulang dan terkadang dianggap mengganggu, seperti suara bising televisi.

Sementara pada pembelajaran secara asosiatif, pembelajaran ini dikaitkan dengan suatu perilaku. Sebagai contoh, adanya perilaku reaksi dari lebah yang mencium aroma nektar dari bunga.

Selain itu ada bentuk lain seperti pembelajaran konseptual, linguistik, dan musik yang menuntut koordinasi kemampuan untuk merefleksikan pemikiran. Jenis pembelajaran tersebut terbatas pada setiap organisme tergantung struktur otak dan kekuatan komputasinya.

Namun, hubungan antara kompleksitas otak dan kemampuan kognitif tidak selalu terlihat jelas, terlebih dari sudut pandang pohon kehidupan.

Kemampuan Belajar Organisme

Diketahui bahwa ubur-ubur biasa, ubur-ubur sisir, dan anemon laut merupakan nenek moyang hewan yang tidak memiliki pusat otak.

Meski begitu, hewan turunannya seperti anemon beadlet (Actinia equina) mampu berinteraksi dengan klon dekatnya yang merupakan salinan genetik dari dirinya sendiri. Ia belajar mengenalinya dan menahan agresi yang biasa dilakukan kepada penyusup dari genetik lain.

Tak hanya itu, penelitian dari jurnal Cell Press pada 22 September lalu juga menemukan bahwa ubur-ubur kotak berbisa merupakan pembelajar yang rajin. Meski hanya memiliki beberapa ribu neuron, tetapi mereka mampu mengasosiasikan perubahan intensitas cahaya dengan sentuhan dan menyesuaikan cara berenangnya.

Hal tersebut berguna sebagai penunjuk arah yang tepat menuju habitat yang didominasi hutan bakau dan menghindari diri dari predator.

Tidak Ada Otak, Bukan Masalah

Terdapat bukti lainnya yang menunjukkan bahwa organisme tak berotak bisa menjadi pembelajar.

Sebagai contoh jamur lendir yang merupakan organisme bersel tunggal dari kelompok protista juga menunjukkan memiliki trik kognitif meski tidak memiliki otak. Ia memiliki kemampuan dalam mengingat rute mencari makanan dari jejak lendirnya ketika berkeliling.

Menurut jurnal Experimental Biology dinyatakan bahwa jamur juga dapat mengetahui informasi makanan di masa depan dengan kemampuan heuristik atau pengalamannya. Ia bahkan juga bisa menghindari cairan pahit seperti kafein dalam pencarian makan, sebagaimana dalam artikel Royal Society.

Tumbuhan lain yang juga pembelajar adalah penangkap lalat venus yang menggunakan sensor untuk menghitung sentuhan mangsa yang masih hidup. Kemampuan itu digunakan untuk menangkap mangsa dan mulai mencerna ketika yakin bahwa itu adalah serangga bergizi.

Tanaman putri malu (Mimosa pudica) juga tidak kalah. Ia mampu menggulung dan menjatuhkan daun untuk melindungi diri serta dapat membedakan mana gangguan yang palsu. Sementara itu, kacang polong memiliki kemampuan mengasosiasikan angin yang tidak menarik dengan kehadiran sinar matahari.

Beberapa kemampuan tersebut menandakan bahwa tanaman bisa menjadi agen kognitif dan cerdas.

Semua Bisa Belajar

Belajar bukan satu-satunya hal yang hanya bisa dilakukan oleh makhluk berotak. Hal ini terbukti ketika kecakapan kognitif pada makhluk yang tidak berotak terus terakumulasi, maka akan menantang intuisinya tentang sensasi, pemikiran, dan perilaku.

Implikasi ini juga berpengaruh pada etika dalam ilmu pengetahuan. Ikan meski tidak memiliki struktur otak seperti primata, tetapi juga tetap bisa merasakan sakit.

Kondisi seperti itu juga berpengaruh pada sikap kita sebagai manusia dalam memperlakukan hewan atau tumbuhan untuk kegiatan rekreasi, penelitian, dan dimanfaatkan untuk kuliner.

Maka sebagai manusia yang memiliki posisi atas dari hewan dan tumbuhan, perlu adanya sikap menghargai dan melestarikan kehidupan mereka yang jauh berbeda dari kita.


(nah/nah)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads