Detikers pasti tidak asing lagi dengan bangunan Romawi kuno, seperti Colosseum, L'Arco atau Pantheon. Arsitektur Romawi ini masih berdiri kokoh dengan struktur yang menakjubkan.
Meski berusia ribuan tahun, nyatanya bangunan tersebut justru masih utuh dan bertahan hingga sekarang. Lantas, apa rahasia di balik kokohnya bangunan arsitektur Romawi kuno?
Campuran Beton Inovatif
Menurut penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances, masyarakat Romawi Kuno memiliki campuran beton inovatif. Semacam bongkahan putih sederhana yang ditambahkan dalam campuran material yang dapat membuat beton lebih bertahan lama.
Para ilmuwan telah mengungkap misteri di balik kokohnya bangunan Romawi tersebut. Studi yang digeluti oleh peneliti asal Amerika Serikat, Italia, dan Swiss itu menganalisis sampel beton berusia 2.000 tahun yang diambil dari tembok kota di situs arkeologi Privernum, Italia tengah.
Komposisi dari sampel itu mirip dengan beton lain yang ditemukan di seluruh Kekaisaran Romawi.
"Bagi saya, sangat sulit untuk percaya bahwa (insinyur) Romawi kuno tidak akan melakukan pekerjaan dengan baik karena mereka benar-benar berusaha dengan hati-hati saat memilih dan memproses bahan," kata Admir Masic, profesor teknik sipil dan lingkungan di Institut Teknologi Massachusetts, dikutip dari laman CNN Edition pada Senin (9/1/2023).
Campuran beton tersebut memungkinkan bangunan untuk "memperbaiki diri sendiri" ketika terkena air.
Beton Romawi Kuno Mengandung Campuran yang Tidak Ditemukan pada Beton Modern
Pada laman Haaretz dikatakan beton Romawi kuno mengandung butiran kecil kalsium putih yang disebut klas kapur yang awalnya tidak larut namun tetap terperangkap dalam bahan seperti batu.
"Sejak saya pertama kali meneliti beton Romawi kuno, saya selalu terpesona oleh fitur-fitur ini," ungkap Masic.
Menurutnya, kandungan tersebut tidak ditemukan dalam formulasi beton modern. Peneliti menemukan pecahan kapur putih sebagai kunci beton Romawi kuno bisa memperbaiki diri.
Menggunakan Sampel Beton dari Privernum
Sampel beton yang dikumpulkan dari Privernum itu dipelajari komposisi mortarnya dengan menggunakan mikroskop elektron dan spektroskopi sinar-x.
Celah di beton telah diisi dengan kalsium karbonat, zat yang sama yang ditemukan di klas. Peneliti menyimpulkan bahwa orang Romawi membuat beton melalui proses yang disebut pencampuran panas, yaitu mencampur pasir, abu vulkanik, dan batu kapur yang dibakar serta air.
Hasilnya, hidrasi menimbulkan reaksi kimia antara kapur dan air yang menaikkan suhu campuran sampai 200 derajat dan menyebabkan pembentukan bongkahan kecil sisa kapur.
Menurut Masic, apabila beton retak, maka air mengalir melalui celah dan melarutkan kalsium dalam kapur. Kemudian, kalsium mengendap dan mengkristal di sepanjang retakan serta menyegelnya.
Untuk memastikan teori ini, para peneliti membuat tabung atau silinder Romawi, terinspirasi dari beton yang diproduksi dengan teknik pencampuran panas. Ketika beton terbentuk, mereka memecah tabung tersebut menjadi dua dengan jarak 0,5 mm dan membiarkannya berada di bawah air mengalir.
Selang satu hingga tiga minggu retakan menutup, sementara silinder kontrol yang dibuat dengan semen modern tetap rusak.
Ini menjadi petunjuk bahwa kunci kekuatan beton Romawi terdapat dalam catatan sejarah. Sebuah proses yang melepaskan "panas laten" dalam produksi beton dijelaskan oleh arsitek dan insinyur Romawi Vitruvius.
Namun, Masic menuturkan ini adalah kali pertamanya mereka dapat mengidentifikasi teknik yang digunakan dan mereproduksi daya tahan beton Romawi yang luar biasa.
Simak Video "Sebanyak 63 Makam Era Romawi Kuno Ditemukan di Gaza Palestina"
[Gambas:Video 20detik]
(aeb/nwk)