BPJS Jadi Syarat Administrasi, Pakar Unair: Caranya Kurang Bijaksana

ADVERTISEMENT

BPJS Jadi Syarat Administrasi, Pakar Unair: Caranya Kurang Bijaksana

Fahri Zulfikar - detikEdu
Rabu, 02 Mar 2022 19:30 WIB
Warga mencari informasi pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) melalui perangkat komputer di Jakarta, Selasa (22/2/2022). Pemerintah menetapkan Kartu peserta Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi syarat untuk pembuatan SIM seperti tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/BPJS Jadi Syarat Administrasi
Jakarta -

Belum lama ini pemerintah menetapkan keanggotaan BPJS Kesehatan dijadikan syarat untuk mengurus segala keperluan administrasi atau pelayanan publik. Mulai dari jual beli tanah, umrah dan haji, hingga mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), serta Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

Keputusan tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden No 2 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan berlaku mulai mulai 1 Maret 2022.

Menanggapi keputusan tersebut, Dosen Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP Unair), Dr Bintoro Wardiyanto Drs MSi menyebut keputusan pemerintah kurang bijaksana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Aturan tersebut sebenarnya memiliki tujuan yang bagus dan inovatif. Hal itu dianggap mampu mendorong seluruh masyarakat untuk mendapatkan akses JKN. Namun caranya kurang bijaksana," kata Dr Bintoro dikutip dari laman Unair, Rabu (2/3/2022).


Tidak Ada Hubungan Antara Jual Beli Tanah dan Kesehatan

Ahli Kebijakan dan Administrasi Publik tersebut menganggap wajar berbagai keresahan dan kritikan masyarakat.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, secara logika tidak ada hubungan antara jual-beli tanah dan bangunan dengan kesehatan. Terutama mengenai kepesertaan atau keanggotaan BPJS ini.

Oleh karena itu, di antara beberapa layanan administrasi yang mensyaratkan BPJS, jual-beli tanah dan bangunan yang paling ramai diperbincangkan. Beragam reaksi kemudian timbul di kalangan masyarakat.

"Pengurusan SIM dan STNK akan lebih sesuai. Keduanya memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan, karena menyangkut keselamatan dan kecelakaan jalan," terang Dr Bintoro.

Lebih lanjut Dr Bintoro menjelaskan bahwa kebijakan itu terkesan dijadikan "obat mujarab" bagi persoalan JKN selama ini.

"Karena pada Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), semua WNI diwajibkan menjadi bagian dari peserta BPJS. Pada tahun 2024, ditargetkan ada 98% warga sudah turut melaksanakan undang-undang tersebut," papar Dr Bintoro.

Saat ini peserta BPJS mencapai 265 juta. Masih ada 35 juta masyarakat yang belum memiliki keanggotaan BPJS.

"Guna mengatasi hal itu, BPJS mencontoh kesuksesan aplikasi Peduli Lindungi yang pada akhirnya dipakai oleh mayoritas masyarakat," imbuh Dr Bintoro.


BPJS Harus Berbenah

Berangkat dari persoalan kurangnya peserta tersebut, Dr Bintoro mengatakan bahwa BPJS perlu berbenah.

"Pertama, harus mampu memberi penjelasan atau sosialisasi kepada semua warga mengenai manfaat BPJS kesehatan di kemudian hari," ucap Dr Bintoro.

Selain itu, Dr Bintoro juga menyampaikan bahwa BPJS harus mempermudah layanan klaim. Termasuk proses yang cepat dan mudah.

Kemudian BPJS juga dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. Hal itu semata untuk memperbaiki kualitas layanan.

"Cara-cara tersebut akan meningkatkan akses keanggotaan BPJS. Mereka akan tergabung dalam BPJS bukan karena keterpaksaan. Melainkan memang menyadari bahwa BPJS sangat berguna bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakat," tutur dosen FISIP Unair tersebut.




(faz/lus)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads