Pemprov NTB Tanggapi Kiriman Karangan Bunga 518 Honorer yang Kecewa

Ahmad Viqi - detikBali
Selasa, 02 Des 2025 23:03 WIB
Foto: Kepala Dinas Kominfotik NTB Yusron Hadi. (Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Perwakilan dari 518 pegawai honorer Pemprov NTB yang gagal masuk data pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) paruh waktu mengirim karangan bunga ke kantor Gubernur NTB, Senin (1/12/2025). Di sana tertera tulisan 'Turut Berduka Cita Atas Matinya Hati Nurani Tanggung Jawab Gubernur NTB.'

Menanggapi kiriman karangan bunga, itu, Kepala Dinas Kominfotik NTB Yusron Hadi mengatakan kebijakan pengangkatan PPPK paruh waktu dilakukan sepenuhnya atas kewenangan pemerintah pusat. Hal itu sesuai aturan, yakni semua urusan kepegawaian terpusat di pemerintahan pusat.

"Kebijakan one system single policy (satu sistem kebijakan tunggal) diterapkan oleh pemerintah. Sehingga segala kebijakan kepegawaian negeri termasuk kita di daerah kiblatnya ke sana," ujar Yusron dalam keterangannya, Selasa (2/12/2025).

Dia menjelaskan ada garis demarkasi tegas dari kebijakan pemerintah pusat dalam penataan pegawai saat ini. Nasib 518 pegawai honorer yang terancam mendapatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 2026, itu merupakan kebaikan pusat karena belum bisa diusulkan menjadi PPPK Paruh Waktu.

"Bila itu kami langgar bukan tidak mungkin bisa menimbulkan konsekuensi hukum, yang pastinya tidak sama-sama kita kehendaki," kata mantan Kepala Dinas Pariwisata NTB itu.

Menurut Yusron, Pemprov NTB telah berupaya menyampaikan persoalan ini ke pemerintah pusat secara resmi dengan mengirim surat. Bahkan, Pemprov NTB telah bertemu dengan pejabat Kemenpan RB dan BKN serta melakukan audiensi/pertemuan dengan DPR RI bersama legislatif daerah untuk menyuarakan persoalan tersebut.

"Semua daerah melakukan hal yang sama, provinsi-provinsi lain juga menemukan kendala yang sama," urainya.

Berdasarkan surat Kemenpan RB tanggal 25 November 2025 tentang penyelesaian penataan pegawai non-ASN, Yusron melanjutkan, diingatkan kembali batasan-batasan yang dapat diangkat menjadi pegawai non-ASN.

Yusron tidak memungkiri, bahwa daerah dimungkinkan mengambil kebijakan terkait 518 honorer tersebut. Namun, pemerintah daerah harus dihadapkan pada administrasi kepegawaian yang dipersyaratkan.

Beberapa syarat yang belum dipenuhi antara lain, melewati batas usia pensiun, para honorer yang mengundurkan diri, dan juga honorer yang memang tidak mengikuti proses seleksi PPPK dengan berbagai alasan sebanyak 231 orang.

"Selebihnya 287 orang yang kurang dari 2 tahun masa kerja atau lebih yang mengikuti tes CPNS tapi tidak lulus. Ini komposisinya yang 518 tersebut. Bila 287 ini diakomodasi, kami harus hati-hati karena akan berhadapan kembali dengan kebijakan besar penataan ASN yang diterbitkan oleh Kemenpan RB," sambung mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKD NTB itu.

Yusron menyebutkan 518 honorer yang diisukan menjadi pegawai outsourcing di lembaga-lembaga pemerintah tidak bisa dilakukan. Musababnya, pegawai outsourcing hanya dibolehkan bagi tenaga dasar baik petugas kebersihan, pengamanan, dan pramusaji.

"Ada ketentuan teknis operasional mengenai pelaksanaan outsourcing bagi pegawai pemerintah juga belum diterbitkan," terangnya.

Adapun untuk ke lembaga-lembaga daerah akan terkait dengan kemampuan lembaga tersebut menyerap pegawai dengan kapasitas keuangan yang mereka miliki.

Bila diangkat, akan terjadi pembebanan lebih kepada pos belanja pegawai lembaga tersebut juga bisa menimbulkan inefisiensi anggaran dan berpotensi menurunkan kualitas pelayanannya.

"Harapan kita besar ada lahir kebijakan baru pemerintah pusat. Fakta dan kondisi yang sama-sama kita hadapi di banyak daerah dengan provinsi lain tidak saja dihadapi pula oleh pemerintah kabupaten/kota se-NTB," katanya.

Ada pun proses penerimaan CPNS 2024 dan PPPK penuh waktu sudah selesai, tinggal berproses PPPK paruh waktu. Di luar itu semua ada masih tenaga honorer yang belum termasuk dalam 2 skema belum bisa diusulkan ke pemerintah pusat karena terkendala aturan yang dikeluarkan Kemenpan RB.

"Jumlah nya se-NTB itu sebanyak 7.523 orang, terbesar di Kabupaten Lombok Timur 1.692 orang, Kabupaten Lombok Barat 1.632 orang. Pemprov NTB 518 orang masih di bawah jumlah dari Kabupaten Bima, Sumbawa Barat, Lombok Tengah, dan juga Kota Mataram. Kita berharap ada kebijakan lahir dari pemerintah yang berpihak kepada mereka," tandas Yusron Hadi.



Simak Video "Video: Dicegah Bergerak ke Istana, Massa Aliansi Honorer Kembali ke DPR"

(hsa/hsa)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork