Pendaki Jakarta Tewas di Rinjani-Mark Up Anggaran DPRD Kota Kupang

Nusra Sepekan

Pendaki Jakarta Tewas di Rinjani-Mark Up Anggaran DPRD Kota Kupang

Tim detikBali - detikBali
Minggu, 13 Okt 2024 16:55 WIB
Proses evakuasi pendaki asal Jakarta oleh tim SAR Gabungan di tebing jalur ke Puncak Gunung Rinjani, Rabu (9/10/2024). (Humas SAR Mataram)
Foto: Proses evakuasi pendaki asal Jakarta oleh tim SAR Gabungan di tebing jalur ke Puncak Gunung Rinjani, Rabu (9/10/2024). (Humas SAR Mataram)
Denpasar -

Pendaki asal Jakarta yang tewas setelah jatuh di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi salah satu berita paling populer dari kawasan Nusa Tenggara (Nusra) selama sepekan terakhir. Pendaki belia bernama Kaifat Rafi Mubarok (16) itu sebelumnya dilaporkan jatuh dan hilang di dasar jurang.

Kemudian, ada kasus mark up anggaran DPRD Kota Kupang yang tengah diselidiki Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT. Total, negara dirugikan sebesar Rp 1,57 miliar dari mark up anggaran tersebut. Namun, uang tersebut sudah dikembalikan.

Selanjutnya, ada kasus pencurian sepeda motor (curanmor) yang melibatkan pecatan polisi di Kota Mataram. Mantan polisi itu bernama Randi Purwana (35). Satu pelaku lainnya adalah Sultoni Zamzam Hamzaini (23).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada pula aksi guru-guru di SMKN 1 Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menyegel ruangan kepala sekolah (kepsek). Mereka kecewa lantaran kepsek tersebut diduga menyalahgunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS).

Sementara itu, di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), seorang pria bernama Yohannes Tamonob kaget begitu tahu dirinya dinyatakan sudah meninggal lewat akta kematian. Dia pun melapor ke sejumlah pihak lantaran sejumlah hak-hak sebagai warga negara Indonesia (WNI) hilang.

ADVERTISEMENT

Berikut rangkuman berita terpopuler selama sepekan dalam rubrik Nusra Sepekan.

Pendaki Jakarta Tewas di Rinjani

Pendaki asal Jakarta, Kaifat Rafi Mubarok (16), yang dilaporkan jatuh dan hilang di puncak Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), akhirnya ditemukan. Korban ditemukan dalam keadaan meninggal dunia di dasar jurang, Selasa (8/10/2024).

"Jasad korban berhasil dideteksi oleh drone thermal sekitar pukul 10.30 Wita di kedalaman ratusan meter dari lokasi kejadian," ujar Kepala Kantor SAR Mataram Lalu Wahyu Efendi dalam keterangannya, Selasa.

Wahyu mengatakan Tim SAR akan fokus mengevakuasi jasad Kaifat. Proses evakuasi jasad korban dari bawah tebing di jalur puncak Gunung Rinjani membutuhkan waktu yang cukup lama.

"Ya mengingat medan yang sangat terjal dan kondisi cuaca yang tidak menentu di atas," kata Wahyu

Sebelumnya, Kaifat terjatuh pada saat melakukan pendakian ke puncak Gunung Rinjani, Minggu (29/9/2024). Kaifat terjatuh bersama temannya, Muh Afifah Reza. Namun, Afifah Reza selamat setelah sempat berpegangan dengan kayu.

Kedua korban mendaki ke puncak Gunung Rinjani bersama 11 orang temannya selama 4 hari dari tanggal 28 September 2024 hingga 1 Oktober 2024.

Afifah Reza pada saat tergelincir sempat berpegangan pada kayu, sedangkan Kaifat sempat berpegangan pada batu, tapi terlepas sehingga korban terjatuh ke tebing arah Danau Segara Anak.

Mark Up Belanja DPRD Kota Kupang

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) membeberkan modus mark up (penggelembungan) belanja natura, pakan natura, tunjangan transportasi, serta perumahan pimpinan dan anggota DPRD Kota Kupang tahun anggaran 2022-2023.

Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejati NTT, Anak Agung Raka Putra Dharmana menjelaskan mark up itu berawal saat adanya permintaan dari Ketua DPRD Kota Kupang Periode 2019-2024, Yehezkiel Lodoe, melalui sekretarisnya untuk mengajukan permohonan kenaikan tunjangan kepada Penjabat (Pj) Wali Kota Kupang yang saat itu dijabat oleh George Hadjoh.

"Itu kasusnya bermula pada Oktober 2021, mereka meminta kenaikan tunjangan tersebut, misalnya tunjangan perumahan yang awalnya Rp 8,5 juta naik menjadi Rp 19 juta, begitu juga dengan tunjangan transportasi dari Rp 14 juta naik menjadi Rp 24 juta, dan seterusnya," ujar Raka Putra di Kupang, Jumat (11/10/2024).

Raka Putra mengungkan permintaan kenaikan tunjangan tersebut tanpa melalui kajian maupun survei. Sehingga tidak memperhatikan asas kepatutan kewajaran rasionalitas dan standar harga setempat yang berlaku. Namun, diberlakukan berdasarkan kesepakatan antara pimpinan DPRD dengan Pj Walikota Kupang.

"Nah, itu sangat bertentangan dengan peraturan gubernur yang harusnya perlu dilakukan kajian dan survei dulu, apakah harga itu sesuai tidak di Kota Kupang. Ini yang mereka tidak lakukan, makanya dianggap mark up atau melebihi standar kewajaran dan terjadinya selisih pada keuangan negara," ungkap Raka Putra.

Saat ini, setelah penyerahan pemulihan keuangan negara sebesar Rp 1,57 miliar itu, maka Kejati NTT meminta Inspektorat Kota Kupang untuk kembali menghitung keuangannya secara detail terhadap nilai mark up anggarannya.

Setelah itu, baru Kejati NTT menentukan sikap terkait tindak pidana selama 60 hari ke depan dengan menunggu petunjuk dari Kepala Kejati NTT, Zet Tadung Allo, untuk menindaklanjuti hasil audit khusus dari Inspektorat Kota Kupang.

"Jadi, intinya apakah tindak pidana itu lanjut atau tidak, kami masih menunggu petunjuk dari pimpinan, termasuk hasil audit dari Inspektorat Kota Kupang. Setelah 60 hari dari audit itu tidak ada pengembalian, maka baru Inspektorat menujukan sikap apakah diserahkan kepada kami atau tidak. Kalau diserahkan baru kami tindaklanjuti," pungkas Raka.

Diberitakan sebelumnya, Kejati NTT memulihkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,57 miliar lebih dari mark up belanja natura, pakan natura, tunjangan transportasi, serta perumahan pimpinan dan anggota DPRD Kota Kupang tahun anggaran 2022-2023.

"Kami melaksanakan operasi intelijen sehingga berhasil memulihkan keuangan daerah yang signifikan sebesar Rp 1,57 miliar dari mark up pembayaran DPRD Kota Kupang," ungkap Asisten Intelijen Kejati NTT, Bambang Dwi Murcolono, saat konferensi pers di Kejati NTT, Kamis (10/10/2024).

Uang itu langsung dikembalikan oleh Kejati NTT kepada Inspektorat Kota Kupang yang diterima langsung oleh Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Kota Kupang, Matheus Benediktus Lalek Radja.

Bambang menjelaskan dana tersebut sebelumnya dititipkan di rekening titipan Kejati NTT pada Bank NTT. Menurut Bambang, pengembalian uang itu dilakukan secara bertahap oleh pimpinan dan anggota DPRD Kota Kupang.

Tahap pertama diserahkan pada 18 Juni 2024 dengan nominal sebesar Rp 670 juta, tahap kedua pada 27 Agustus 2024 sebesar Rp 555 juta lebih, dan tahap ketiga pada 9 Oktober 2024 sebesar Rp 344 juta lebih.

"Sehingga total pengembalian mencapai Rp 1,57 miliar dari enam anggota DPRD, sedangkan 34 orang lainnya sama sekali belum menyelesaikan pengembalian secara penuh," jelas Bambang.


Pecatan Polisi Terlibat Kasus Curanmor

Dua tersangka kasus pencurian motor (curanmor) di Hotel Tika Cakranegara Barat, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), ditangkap polisi. Salah satu pelaku, Randi Purwana (35), merupakan mantan anggota polisi dari Kota Mataram yang sudah dipecat.

"Iya, salah satu pelaku merupakan pecatan anggota Polri. Terakhir bertugas di Polda NTB," ucap Kanit Jatanras Satreskrim Polresta Mataram Ipda Adhitya Satriya Yudistira, Kamis (10/10/2024).

Satu pelaku lainnya adalah Sultoni Zamzam Hamzaini (23), warga Monjok Baru, Kelurahan Monjok Timur, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram.

"Sultoni ini pelaku utama. Sedangkan pecatan anggota polisi ini sebagai perantara gadai motor curian itu," tuturnya.

Adhitya mengatakan kedua pelaku ditangkap Rabu (9/10) sekitar pukul 16.30 Wita. Aksi pencurian yang dilakukan Sultoni ini terjadi Sabtu (14/9/2024). Motor Nmax bernopol DR 5014 EC yang dicuri Sultoni merupakan milik Ari Lesmana (42), warga Pagutan, Kota Mataram.

Motor korban ini dipinjam oleh temannya bernama Saskin Morgana. Saskin ini kemudian mengantarkan Sultoni ke Hotel Tika yang berada di Jalan Elang nomor 11, Cakranegara, Kota Mataram.

"Karena saksi Saskin Morgana ini merasa lelah, ia kemudian tidur di kamar hotel," kata Adhitya.

Ketika Saskin tidur, Sultoni memanfaatkan situasi itu untuk untuk mengambil kunci motornya. Setelah itu, Sultoni langsung membawa kabur motor Saskin.

"Atas kejadian itu, korban mengalami kerugian Rp 24 juta," ujar Adhitya.

Sultoni lantas mendatangi Randi untuk mencarikan tempat gadai. Randi pun menggadaikan motor curian milik Saskin di wilayah Kecamatan Gunungsari senilai Rp 4 juta.

"Kedua pelaku menggunakan uang hasil gadai motor itu dipakai untuk beli sabu dan belanja kebutuhan sehari-hari. Pecatan polisi ini cuma bantu carikan tempat jual saja," ungkap Adhitya.

Guru Segel Ruang Kepsek SMKN 1 Larantuka

Belasan guru yang menyegel ruang Kepala Sekolah (Kepsek) SMKN 1 Larantuka diperiksa oleh Koordinator Pengawas (Korwas) Dinas Pendidikan (Disdik) Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (10/10/2024) pagi. Dari pantauandetikBalidi lokasi, proses BAP tengah berlangsung.

"Tadi pukul 10.00 Wita, (datang) pengawas Korwas. Harusnya 12 guru di-BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Namun, ada satu guru sedang menjalankan PKL (praktik kerja lapangan)," kata Kepsek SMKN 1 Larantuka Lusia Yasinta Tuti Fernandez di ruang kerjanya, Kamis.

Tuti menegaskan statusnya saat ini masih menjadi kepala sekolah. Dia pun tetap beraktivitas di dalam ruangan kepala sekolah.

"Secarade facto dan de jure saya masih kepala sekolah. Belum ada Surat Keputusan (SK) pemberhentian dan pencabutan SK Kepala Sekolah," imbuhnya.

Tuti mengatakan akan jadi masalah jika dirinya melalaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala sekolah. Dia enggan membeberkan lebih jauh tuduhan korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang kasusnya saat ini tengah diproses Kejaksaan Negeri (Kejari) Flores Timur. Dia menyerahkan semuanya pada kejaksaan.

"Tolong kita hargai proses yang sedang ditangani kejaksaan. Kami menunggu hasil. Teman-teman tahu kasus ini sedang ditangani kejaksaan," terangnya.

Tuti mengungkapkan meski tengah menghadapi kasus, kondisinya baik-baik saja dan tetap menjalankan tugas seperti biasa. Tuti berharap para guru juga tetap menjalankan tugasnya dengan baik.
"Aman, sehat, dan bugar," tandas Tuti.

Sebelumnya, belasan guru SMKN 1 Larantuka menyegel ruangan kepsek, Senin siang (7/10/2024). Mereka menuntut kepsek, Tuti Fernandez, dinonaktifkan dari jabatannya. Para guru juga meminta kejaksaan agar secepatnya mengusut dugaan korupsi yang melibatkan petinggi di sekolah itu.

"Kami minta Kepala Dinas (Pendidikan) segera merespons serta menonaktifkan Ibu Tuti karena tidak pantas lagi menjadi kepala sekolah," kata salah satu guru, Karolus Lein.

Karolus mengatakan jika ruangan kepala sekolah ini dibuka, maka mereka meminta ketua adat di Watowiti melakukan seremonial terlebih dahulu.

"Demi kebaikan kami semua, tidak untuk pribadi seseorang. Saya minta dukungan leluhur yang ada di sini," katanya sambil memalang papan di depan ruangan kepala sekolah.

Saat penyegelan berlangsung, kepsek SMKN 1 Larantuka sedang berada di Kupang.

Sebelum itu, Kejari Flores Timur menggeledah SMKN 1 Larantuka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) senilai Rp 321 juta, Selasa (2/7/2024). Sekolah tersebut beralamat di Jalan Soekarno, Desa Tiwatobi, Kecamatan Ile Mandiri, Flores Timur.

"Penggeledahan di SMKN 1 Larantuka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana BOS tahun anggaran 2022, yang indikasi kerugian mencapai Rp 321.168.518," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) Raka Putra Dharmana melalui sambungan telepon, Selasa.

Pria Dinyatakan Meninggal, padahal Masih Hidup

Seorang pria di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), bernama Yohanes Tamonob (38) sudah tiga tahun dinyatakan meninggal dunia. Padahal, Yohanes masih hidup dan saat ini dalam keadaan sehat.

Kasus itu berawal ketika Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) TTS mengeluarkan akta kematian Yohanes dengan keterangan dia meninggal pada 2021. Tindakan Disdukcapil itu didasari laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU) TTS.

Saat ini, Yohanes mengadukan kasus itu ke KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Kupang lantaran hak pilihnya terancam. Dia juga melapor ke Polres TTS.

Status meninggal itu juga membuat Yohanes kesulitan mengurus administrasi. Salah satunya berimbas pada kartu BPJS Kesehatan miliknya yang dinonaktifkan.

"Saya datang ke Kantor KPU dan Bawaslu NTT, mau cek data saya telah meninggal dunia. Namun masih tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)," ujar Yohanes kepada detikBali di Kupang, Senin (7/10/2024).

Yohanes mengaku baru mengetahui statusnya dinyatakan meninggal saat memeriksakan anaknya di salah satu Puskesmas. Saat itu, kartu BPJS miliknya dinyatakan tidak aktif.

"Saya kaget karena berimbas pada Kartu BPJS nya yang telah dinonaktifkan dengan keterangan meninggal dunia. Dari kejadian ini saya mendatangi kantor KPU dan Bawaslu NTT, untuk mempertanyakan status memilih," keluh Yohanes.

Dia ke kantor KPU dan Bawaslu dengan membawa sejumlah dokumen. Antara lain, akta kematian, kartu BPJS yang dinonaktifkan, serta surat keterangan telah meninggal dunia.

Yohanes menduga akta kematian miliknya dikeluarkan Disdukcapil lantaran manipulasi data yang dilakukan oleh sejumlah mafia berkaitan denan Pilkada 2024. Akta kematian itu baru dikeluarkan pada Agustus lalu dengan keterangan meninggal sejak 2021.

"Di dalam akta kematian yang dikeluarkan tanggal 22 Agustus 2023, dinyatakan meninggal pada 13 Februari 2021. Sehingga saya merasa tidak nyaman dan telah melaporkan kasus ini ke Polres TTS," urai dia.

Yohanes juga membeberkan hampir kehilangan hak pilih saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Dia sempat tidak diizinkan memilih karena tidak terdaftar sebagai DPT. Setelah protes, Yohanes akhirnya bisa memilih lewat Daftar Pemilih Khusus (DPK).

"Saya berharap data pribadi dapat segera dipulihkan, dan meminta aparat dapat mengungkap kasus ini, sehingga oknum-oknum yang terlibat dapat segera ditangkap," tandasnya.

Sementara itu, Kadisdukcapil TTS periode 2021-2023, Apris Manafe, mengatakan penerbitan akta kematian Yohanes berdasarkan laporan KPU. Total, 4 ribu orang yang dinyatakan sudah meninggal dunia, termasuk Yohanes. Untuk itu, perlu diterbitkan akta.

"Kalau tidak salah waktu itu mau pileg, ada data dari KPU kurang lebih ditemukan 4 ribu masyarakat di Kabupaten TTS ditemukan sudah meninggal, temuan itu pada saat dilakukan pendataan oleh pantarlih termasuk Tamonob itu," ujar Apris melalui sambungan telepon, Selasa.

Namun, Disdukcapil TTS tidak bisa langsung menggunakan data KPU untuk menghapus data-data kependudukan Yohanes dan ribuan orang lainnya. Sebab, perlu data pendukung dari kepala desa.

"Jadi kami kembalikan data dari KPU. Setelah itu kami meminta KPU untuk melakukan validasi data ke tingkat desa," tegas Apris.

Hal itu diamini oleh Melkior Nenoliu, Kepala Desa Mnelaanen, Kecamatan Amunaban Timur, TTS. Dia saat itu mengeluarkan surat kematian kolektif. Termasuk menerangkan kematian Yohanes Tamonob. Surat itu lantas dibawa oleh petugas KPU ke Disdukcapil. Setelah itu, barulah Disdukcapil TTS mengeluarkan akta kematian Yohanes Tamonob.

"Lalu diantarkan oleh KPU ke Disdukcapil. Saat itu dikeluarkanlah akta kematian kepada Tamonob itu. Apa yang dilakukan oleh Disdukcapil TTS telah melalui mekanisme yang benar karena Disdukcapil telah mengantongi surat dari pemerintah desa setempat yang menerangkan kalau yang bersangkutan telah meninggal dunia," beber Melkior.

Imigrasi Tangkap 10 WN China

Sepuluh warga negara (WN) China yang ditangkap Imigrasi Kelas I TPI Mataram membantah menjual mutiara ilegal di kawasan Wisata Senggigi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Qian Jiacheng, salah satu rekan para terduga pelaku, mengatakan mutiara itu merupakan mutiara laut yang diambil dari budidaya dan pengusaha mutiara di Lombok, Kupang, serta Sulawesi.

"Jadi mutiara ini tidak ilegal. Bahkan kami membeli mutiara kelas A atau grade A di beberapa pengusaha di Lombok," kata Qian ditemui bersama tiga pengusaha Mutiara China dan Mataram di Senggigi, Lombok Barat, Kamis (10/10/2024).

Qian mengatakan 10 WNA yang menjual mutiara di kawasan Senggigi tersebut juga menguntungkan pengusaha mutiara di Kota Mataram dan Lombok Barat. Ia mengeklaim para terduga pelaku membantu ekonomi sopir travel, hotel, restoran, dan pengusaha.

"Jadi 10 WNA ini mendatangkan pembeli mutiara dari China," ujarnya.

Qian menyebut 10 WN China tersebut sebelumnya telah mengurus kartu izin tinggal sementara (Kitas) di kantor Imigrasi Mataram pada 2022. Namun, selama proses pengurusan izin tinggal, mereka diduga dipersulit.

"Sekarang kami sedang proses mengurus izin tinggal teman-teman yang diamankan. Kami juga mendorong perusahaan mutiara di Lombok untuk bekerja sama dengan pengusaha China," katanya.

Dia mengatakan informasi yang menyebut 10 WN China membawa mutiara ilegal tidaklah benar. Seluruh mutiara dibeli dari pengusaha di Mataram dan beberapa pengusaha di luar Lombok.

"Jadi selama 2022 mereka menjual mutiara sudah mendatangkan banyak tamu ke Senggigi. Dalam sebulan mereka membawa tamu China ke Lombok sampai 300 orang dalam sebulan," jelas Qian.

Sementara, Kepala Subseksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Imigrasi Mataram Yogi Febrian mengatakan 10 WN China yang kedapatan menjual mutiara di wilayah Senggigi, Lombok Barat, masih ditahan di Imigrasi Mataram.

"Masih kami periksa izin tinggalnya. Ini sedang kami rapatkan di kantor sebentar ya," singkat Yogi dikonfirmasi detikBali.

Sebelumnya, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Mataram menggerebek satu vila yang diduga menjadi lokasi penjualan mutiara ilegal di kawasan wisata Senggigi, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat, NTB. Petugas mengamankan 10 warga negara (WN) China dari lokasi itu.

"Mutiara yang dijual secara ilegal itu diduga berasal dari China yang dibawa langsung oleh mereka," ungkap Kepala Subseksi Intelejen dan Penindakan Keimigrasian Imigrasi Mataram Yogi Febrian saat dikonfirmasi detikBali, Selasa (8/10/2024).




(hsa/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads