Hukum Menjual Daging Kurban Idul Adha, Boleh atau Dilarang?

Hukum Menjual Daging Kurban Idul Adha, Boleh atau Dilarang?

Zheerlin Larantika Djati Kusuma - detikBali
Sabtu, 15 Jun 2024 08:56 WIB
Penjelasan daging kurban masih bergerak
Ilustrasi daging kurban. Foto: iStock
Denpasar -

Menjelang Hari Raya Idul Adha, perdebatan mengenai hukum jual-beli daging kurban kembali ramai diperbincangkan. Terkadang terbesit sebuah pertanyaan dalam benak tentang "Bolehkah menjual daging kurban?".

Mengutip dari NU Online, ibadah kurban hukumnya adalah sunah muakkad atau sunah yang dikuatkan. Berkurban adalah ibadah yang dianjurkan bagi seseorang yang mampu melaksanakannya, kemudian dagingnya dibagikan kepada mereka yang membutuhkan.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 28:


فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

Artinya: "Maka makanlah sebagian darinya (hewan kurban) dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan oleh orang-orang yang sengsara dan fakir."

ADVERTISEMENT

Lantas apakah bolehkah menjual daging kurban kepada orang lain? Temukan jawabannya di sini!

Hukum Menjual Daging Kurban bagi Shohibul Kurban

Melansir laman Universitas Airlangga, Dosen Ekonomi Islam Universitas Airlangga Dr Irham Zaki SAg MEI memberikan pendapatnya tentang hukumnya menjual daging kurban bagi yang turut berkurban. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa orang yang berkurban tidak diperbolehkan menjual daging atau kulit hewan kurban.

Selain itu, mereka juga tidak boleh menggunakan hasil kurban untuk membiayai proses penyembelihan, seperti membayar tukang jagal dan sebagainya.

"Secara umum filosofi kurban untuk mendekatkan diri ke Allah, tidak ada motif untuk bisnis dan keuntungan pribadi," jelas , yang dirujuk dari lama Universitas Airlangga, Kamis (13/6/2024).

Mengutip NU Online, Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini dalam Kitab Kifayatul Ahyar menulis:

وَاعْلَم أَن مَوضِع الْأُضْحِية الِانْتِفَاع فَلَا يجوز بيعهَا بل وَلَا بيع جلدهَا وَلَا يجوز جعله أُجْرَة للجزار وَإِن كَانَت تَطَوّعا ...وَعند أبي حنيفَة رَحمَه الله أَنه يجوز بَيْعه وَيتَصَدَّق بِثمنِهِ

Artinya: "Dan ketahuilah bahwa fungsi hewan kurban adalah untuk dimanfaatkan. Oleh karena itu tidak diperbolehkan menjualnya, tidak diperbolehkan pula menjual kulitnya dan juga tidak boleh menjadikan hasil penjualan untuk upah tukang jagal meskipun kurban sunnah (bukan kurban nadzar) dst... Menurut Abi Hanifah, menjual daging kurban dan menyedekahkan uang hasil penjualannya hukumnya boleh."

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa daging kurban, termasuk kulitnya tidak boleh dijual. Pada sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّمَا نَهَيْتُكُمْ مِنْ أَجْلِ الدَّافَةِ الَّتِي دَفَّتْ عَلَيْكُمْ فَكُلُوْا وَتَصَدَّقُوْا وَادَّخِرُوْا رواه ابو داود

Artinya: "Kami telah mengharamkan untuk kamu (makan daging kurban setelah tiga hari) agar bisa diberikan kepada orang-orang yang lemah yang datang kemudian, maka makanlah, berikanlah sedekah, dan simpanlah." (HR. Abu Dawud).

Hukum Menjual Daging Kurban bagi Penerima Daging Kurban

Dr Irham Zaki kemudian turut berpendapat tentang hukum menjual daging kurban bagi penerima daging kurban. Dosen sekaligus Pengurus Badan Pengembangan Industri Halal MUI Jawa Timur itu menjelaskan daging kurban yang sudah diberikan merupakan hal mutlak bagi si penerima. Penerima daging berhak untuk mengonsumsi, dimanfaatkan, atau dijual kembali.

Zaki juga menggarisbawahi, daging yang boleh dijual hanya merupakan daging yang sudah didistribusikan. Artinya, daging yang sah dijual adalah bukan daging kurban yang baru saja dipotong atau daging kurban milik individu yang menunaikan ibadah kurban.

"Penerima kurban lebih fleksibel. Tentu kalau untuk konsumsi itu akan lebih baik. Tetapi jika menjual akan mendatangkan lebih banyak manfaat untuk kebutuhan lain, ya boleh saja," jelasnya.

Akan tetapi, yang boleh menjual daging hasil kurban hanyalah untuk orang miskin. Pasalnya ia tidak memiliki kewajiban seperti orang kaya, jika ia menerima daging kurban, ia diperbolehkan menjualnya kepada orang lain. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Habib Abdurrahman Ba'alawi:

وللفقير التصرف في المأخوذ ولو بنحو بيع الْمُسْلَمِ لملكه ما يعطاه، بخلاف الغني فليس له نحو البيع بل له التصرف في المهدي له بنحو أكل وتصدق وضيافة ولو لغني، لأن غايته أنه كالمضحي نفسه، قاله في التحفة والنهاية

Artinya, "Bagi orang fakir boleh menggunakan (tasharruf) daging kurban yang ia terima meskipun untuk semisal menjualnya kepada pembeli, karena itu sudah menjadi miliknya atas barang yang ia terima. Berbeda dengan orang kaya. Ia tidak boleh melakukan semisal menjualnya, namun hanya boleh mentasharufkan pada daging yang telah dihadiahkan kepada dia untuk semacam dimakan, sedekah, sajian tamu meskipun kepada tamu orang kaya. Karena misinya, dia orang kaya mempunyai posisi seperti orang yang berkurban pada dirinya sendiri. Demikianlah yang dikatakan dalam kitab At-Tuhfah dan An-Nihayah. (Lihat Bughyatul Mustarsyidin, Darul Fikr, halaman 423).

Demikian penjelasan tentang hukum menjual daging kurban, baik untuk shohibul kurban atau penerimanya. Semoga bermanfaat!

Artikel ini ditulis oleh Zheerlin Larantika Djati Kusuma, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(nor/nor)

Hide Ads