Pimpinan Ponpes di Lombok Buka Kelas Pengajian Seks Sebelum Cabuli Santriwati

Mataram

Pimpinan Ponpes di Lombok Buka Kelas Pengajian Seks Sebelum Cabuli Santriwati

Ahmad Viqi - detikBali
Senin, 22 Mei 2023 21:01 WIB
Ilustrasi Pencabulan Anak. Andhika Akbarayansyah/detikcom.
Ilustrasi. HSN, pimpinan pondok pesantren di Lombok Timur, diduga membuka pengajian seks untuk santriwati yang akan dicabuli. (Andhika Akbarayansyah).
Mataram -

HSN, pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Sikur, Lombok Timur, diduga membuka kelas pengajian seks sebelum mencabuli para santriwati. Tujuannya, yakni menjelaskan tata cara berhubungan intim antara suami-istri kepada para santriwati.

Hal itu diungkapkan oleh Badaruddin, Ketua Lembaga Studi Bantuan Hukum Nusa Tenggara Barat (NTB) sekaligus kuasa hukum puluhan santriwati korban pencabulan. Menurut Badar, sapaan akrabnya, modus membuka pengajian seks diberikan jauh-jauh hari sebelum beraksi mencabuli para santriwati.

"Jadi korban lupa itu pengajian tentang apa. Yang jelas, pelaku sengaja buka pengajian seks itu kepada korban-korban yang dia bidik untuk dicabuli," tutur Badar kepada detikBali, Senin (22/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pengajian seks itu, HSN memberikan pengajian khusus bagi santriwati yang tinggal di pondok. Kemudian, santriwati yang diincar jadi korban dikelompokkan ikut dalam materi pengajian tentang hubungan intim suami-istri.

"Dikelompokkan di situ. Jadi, satu rombongan ngaji di satu ruangan. Karena tidak semua diberikan pengajian soal hubungan suami istri kan. Nah, korban ini mengaku pernah ikut pengajian tersebut," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Dalam pengajian tersebut, para santriwati diajarkan bagaimana berhubungan intim. Lebih parahnya lagi, para santriwati itu baru berusia 15-16 tahun.

"Saya pikir materi bagaimana cara berhubungan intim dengan pasangan isinya pengajian itu belum waktunya diberikan kepada santri di bawah umur itu," kata Badar.

Saat ini, dia hanya meminta kepada para penegak hukum untuk memberi perhatian khusus untuk kasus tersebut. Bahkan, beberapa kejanggalan sejak kasus itu mencuat pada 3 April 2023 lalu, keluarga korban sempat diintimidasi oleh pondok pesantren.

"Kami minta kasus ini diatensi agar tidak ada kepentingan politik yang membuat laporan ini tidak diproses," ujar Badar.

Kasus pencabulan puluhan santriwati ini sempat mendapatkan intervensi dari RSUD Selong, Lombok Timur. Saat salah satu korban melakukan visum, manajemen rumah sakit disebut sempat menahan hasil visum.

"Jadi, ada intervensi oleh pihak RSUD menahan hasil visum korban. Jangan sampai kasus ini ditutup. Karena ini bisa berbahaya kepada kondisi psikis korban," jelas Badar.

Hulain, selaku kuasa hukum HSN belum bisa memberi komentar. detikBali sudah mencoba menghubungi Hulain baik melalui WhatsApp dan sambungan telpon, tapi belum direspons hingga Senin (22/5/2023) malam.

Diberitakan sebelumnya, Kasi Humas Polres Lombok Timur Iptu Nicolas Osman menjelaskan sementara baru dua oknum pimpinan ponpes inisial HSN dan LMI yang diamankan polisi. HSN ditetapkan tersangka dan ditahan Rabu (17/5/2023), sedangkan LMI sudah lebih dulu ditahan pada Selasa (9/5/2023).

"HSN ini pimpinan Ponpes di Kecamatan Sikur. LMI juga pimpinan Ponpes di Kecamatan Sikur, tapi berbeda desa," terang Nico.

Menurut Nico, jumlah korban dari HSN yang melapor baru satu orang. Sedangkan, jumlah korban dari LMI disinyalir berjumlah lima orang dan baru dua yang melapor.

"Kami mengimbau kepada masyarakat agar tidak main hakim sendiri dan mempercayakan kepada aparat penegak hukum (APH) untuk memroses ini secara profesional," imbuh Nico.

Menurut Nico, modus kedua pelaku masih didalami. Namun dari hasil pemeriksaan saksi, LMI mencabuli para santriwatinya dengan modus ajakan masuk surga.

"Ya, kira-kira begitu pengakuan korban. Sementara itu yang kami dapatkan," tandasnya.




(BIR/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads