Jurus Manggarai Barat Tekan Stunting di 2023

Jurus Manggarai Barat Tekan Stunting di 2023

Ambrosius Ardin - detikBali
Minggu, 18 Des 2022 23:12 WIB
Babys foot With the hands of older adults
Ilustrasi stunting (Foto: Getty Images/iStockphoto/Aree Thaisagul)
Manggarai Barat -

Wakil Bupati Manggarai Barat dr Yulianus Weng mengklaim kasus stunting di daerahnya tahun ini mengalami tren menurun. Pihaknya menyiapkan berbagai jurus untuk menekan kasus stunting di Manggarai Barat pada 2023.

"Target kita tahun depan harus di bawah 10 persen. Kita harapkan operasi timbang Februari 2023 sudah ada penurunan yang signifikan terkait dengan stunting," kata dr Weng, Sabtu (17/12/2022) malam.

Setiap desa, kata dr Weng, nantinya akan memiliki pos gizi. Pemberian makanan tambahan (PMT) tidak lagi dibagikan ke rumah ibu-ibu yang memiliki anak stunting, tapi dipusatkan di pos gizi. PTM yang dibagikan ke rumah tidak efektif untuk pemenuhan gizi balita stunting.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dimasak oleh kader kesehatan di desa, ibu-ibu itu nanti bawa anaknya untuk makan. Tidak lagi kasi PMT, misalnya 1 bulan kasi telur langsung 30 butir. Harapannya telur ini dimakan anaknya tiap hari 1 butir. Yang terjadi 1 minggu atau 5 hari sudah habis, yang makan bukan hanya dia, masa ibunya tega kasi anaknya satu, yang lain tidak, misalnya dia punya anak 2-3 orang. Ada tamu tambah lagi masaknya," jelas dr Weng.

Berikutnya, pihaknya kembali menggalakkan program penanaman sayur di pekarangan rumah masing-masing keluarga. Sebab, sayur bermanfaat penting untuk pemenuhi gizi anak.

"Biar sayur tidak beli, manfaatkan pekarangan. Kalau kasi makan anak, kasi juga sayurnya. Bukan hanya kasi makan asal anak kenyang, tapi tidak ada lauknya, sayurnya," kata dr Weng.

Strategi lainnya adalah setiap tenaga kesehatan (nakes) di Puskesmas akan memiliki satu desa binaan. Tiap minggu, nakes tersebut akan datang ke desa binaannya untuk mengetahui perkembangan balita stunting. Data bayi stunting sudah ada di setiap puskesmas.

"Sekarang setiap puskesmas sudah punya data by nama by address anak-anak stunting di wilayah desanya masing-masing. Setiap staf di Puskesmas mempunyai satu desa binaan. Dia bawa data stunting tadi, tiap Minggu dia pergi cek bagaimana anak itu, perkembangannya," jelas mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai ini.

"Orang dari Puskesmas akan sosialisasi, omong tentang stunting, pantau perkembangan anak, bagaimana ibunya, bagaimana lingkungannya, itu dia punya tugas. Beri pemahaman pola hidup sehat dan harus beri pengertian yang baik kepada masyakat, misalnya mengubah budaya yang sudah dari dulu begitu," lanjut dia.

Berbagai strategi ini dilakukan selain dengan dua intervensi penanganan stunting yang selama ini dilakukan, yakni intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik dilakukan oleh nakes, seperti pemberian tablet tambah darah, membantu persalinan di faskes dan lainya.

Berikutnya intervensi sensitif yang menjadi tanggunjawab lintas organisasi perangkat daerah (OPD), seperti penyediaan air bersih, lingkungan bersih, ketersediaan makanan cukup, dan lainnya.

Diketahui, berdasarkan data tahunan yang dikeluarkan Dinkes Manggarai Barat setiap Agustus, jumlah balita stunting pada 2022 meningkat dari tahun 2021 menjadi 3.711 orang atau 15,9 persen dari 23.349 balita diukur. Pada 2021, jumlah balita stunting sebanyak 3.495 orang atau 15,1 persen dari 23.185 bayi diukur.

Jumlah terbanyak balita stunting di Kabupaten Manggarai Barat tahun 2022 berada di Labuan Bajo sebanyak 588 orang, naik dari tahun sebelumnya sebanyak 538 orang. Beberapa daerah dengan sebaran kasus stunting tinggi adalah Wae Nakeng 401 orang, Werang 332 orang, Terang 264 orang, dan Orong 260 orang.

Banyak faktor penyebab masih tingginya kasus stunting di Manggarai Barat. Menurut dr Weng, faktor budaya menjadi salah satu penyebabnya, seperti kebiasaan dalam rumah tangga di mana balita kurang mendapat porsi gizi. Ada juga kebiasaan makan asal kenyang yang memandang bahwa anak sudah cukup kenyang dengan makan nasi, tapi tidak memperhatikan asupan protein.

Faktor lainnya ibu hamil juga kurang mendapat asupan makanan bergizi, tidak maksimal mengonsumsi vitamin yang didapatnya dari faskes, persalinan masih ditolong dukun, bayi 6 bulan tidak mendapat ASI eksklusif, lingkungan yang tidak bersih, dan lainnya.




(iws/hsa)

Hide Ads