Konflik Lahan Warga Vs Pitoby Resort di Pulau Kera Memanas

Kupang

Konflik Lahan Warga Vs Pitoby Resort di Pulau Kera Memanas

Simon Selly - detikBali
Senin, 05 Mei 2025 19:15 WIB
Tokoh masyarakat adat Pulau Kera, Hamdan Saba, saat menyampaikan keberatan masyarakat adat Pulau Kera, Senin (5/5/2025).
Tokoh masyarakat adat Pulau Kera, Hamdan Saba, saat menyampaikan keberatan masyarakat adat Pulau Kera, Senin (5/5/2025). (Foto: Simon Selly/detikBali)
Kupang -

Konflik lahan di Pulau Kera memanas. Masyarakat Adat Pulau Kera menolak rencana pembangunan Pitoby Resort di wilayah Pulau Kera, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Mereka menuntut agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kupang dan Pitoby Grup menghentikan rencana relokasi warga dari pulau tersebut. Penolakan ini disampaikan oleh tokoh adat Pulau Kera, Hamdan Saba, dalam pernyataan sikap yang dibacakan di Kupang, Senin (5/5/2025).

Menurut Hamdan, warga Pulau Kera telah menempati pulau tersebut sejak tahun 1884. Hingga kini, sebanyak 88 kepala keluarga atau sekitar 500 jiwa tinggal di pulau yang mereka anggap sebagai tanah adat peninggalan leluhur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami merasa terhina dan terluka apabila Pulau Kera, yang dihuni pertama kali di pulau kera dan pemilik tanah yang sah, yang dipaksa untuk direlokasi ke tempat lain dan memberikan izin kepada Pitoby Grup, tanpa sepengetahuan kami sebagai pemilik sah atas tanah di Pulau Kera," jelas Hamdan.

Hamdan menegaskan, masyarakat adat tidak akan mundur dari wilayahnya dan siap mempertahankan tanah leluhur.

"Kami siap mati mempertahankan tanah adat peninggalan leluhur kami yang berasal dari rumpun suku Bajo, Timor, dan Rote. Kami merasa bersalah terhadap leluhur kami kalau membiarkan pengrusakan dan penghancuran komunitas adat dan budaya di pulau ini," tegasnya.

Lebih lanjut, Hamdan menyampaikan tuntutan agar Pemkab Kupang menghentikan segala upaya pemindahan paksa, termasuk tindakan intimidatif terhadap warga.

"Kami mendesak pemerintah daerah dan Pitoby Grup, untuk hentikan segala upaya paksa, intimidasi, kriminalisasi maupun adu domba kepada masyarakat adat Pulau Kera," pungkasnya.

Pitoby Klaim Miliki Sertifikat Hak Milik Sejak 1986

Di sisi lain, pihak Pitoby Raya Resort menyatakan telah memiliki sertifikat hak milik atas lahan seluas 25 hektare di Pulau Kera sejak 1986. Lahan itu dibeli dari keluarga Besilising yang disebut sebagai tuan tanah.

Perwakilan Pitoby Raya Grup, Bobby Pitoby, mengatakan, perusahaan mendukung langkah Pemkab Kupang merelokasi warga Pulau Kera agar mendapatkan pelayanan pemerintah yang lebih baik.

"Kalau untuk relokasi masyarakat yang di Pulau Kera oleh Pemerintah Kabupaten Kupang, saya sangat mendukung karena mau merelokasi masyarakat yang ada di Pulau Kera ke tempat lain agar kehidupan mereka bisa lebih baik guna mendekatkan pelayanan," kata Bobby.

Ia menyebutkan, dari total 46 hektare daratan Pulau Kera, pihaknya berencana membangun vila di atas 25 hektare lahan yang dimiliki. Bobby menegaskan, status lahan mereka bukan hibah dari pemerintah, melainkan hasil jual beli resmi.

"Kami tidak mendapatkan lahan ini secara cuma-cuma atau dari Kabupaten Kupang, kami beli dari tuan tanah yaitu keluarga Besilising," tegasnya.

Menurut Bobby, peruntukan lahan di Pulau Kera bukan untuk permukiman, melainkan untuk pengembangan pariwisata. Ia juga menyampaikan Pitoby telah memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) yang berlaku hingga 2047.

"HGB itu selama 30 tahun dan sudah diperbarui pada tahun 2017 dan akan berakhir tahun 2047. Dan kenapa statusnya HGB karena kepemilikan lahan oleh badan hukum harus berbentuk HGB, tidak bisa hak milik karena hak milik hanya untuk orang per orang," jelasnya.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...

Terkendala Perizinan, Pembangunan Belum Dimulai

Bobby mengungkapkan, sejak 1986, pihaknya belum membangun apa pun di atas lahan tersebut karena menghadapi kendala dalam pengurusan izin, terutama karena Pulau Kera masuk dalam kawasan taman laut.

"Kenapa kami tidak bangun selama ini karena ada masalah kepengurusan izin yang sulit di Kementerian Lingkungan Hidup karena di seluruh Pulau Kera itu masuk dalam kawasan taman laut. Untuk itu pembangunan dermaga sampai saat ini sangat sulit karena izinnya harus langsung ke Kementerian LHK," jelas Bobby.

Meski izin belum rampung, pihaknya menyatakan tetap berencana membangun di bagian darat pulau.

"Kami sudah coba urus selama tujuh tahun ini, tapi belum berakhir. Kami akan tetap membangun untuk saat ini di daratnya," katanya.

Terkait rencana Pemkab Kupang mencabut HGB Pitoby Raya Resort, Bobby menyebut hal itu tidak tepat karena lahan tersebut masih sah secara hukum.

"Tetapi kalau Pak Bupati bicara mau menghapus HGB saya, saya rasa itu agak keliru karena kami juga punya hak yang sampai saat ini masih berlaku. Kami akan tetap perjuangkan untuk membangun itu (resort)," tegasnya.

Pemkab Kupang Sebut Relokasi demi Pelayanan Dasar

Sementara itu, Bupati Kupang Yosef Lede menjelaskan rencana relokasi warga Pulau Kera ke Desa Pantulan, Kecamatan Sulamu, bertujuan untuk mendekatkan pelayanan pemerintah.

"Tujuannya, agar hak-hak dasar dari warga di pulau ini dapat dipenuhi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kupang," kata Yosef.

Ia menambahkan, warga Pulau Kera selama ini kesulitan mendapatkan akses terhadap layanan dasar seperti air bersih, listrik, pendidikan, dan kesehatan.

"Seperti air bersih, listrik, pendidikan bagi anak-anak di usia 6-12 tahun, serta layanan kesehatan yang layak. Tujuannya agar Pemkab Kupang lebih mudah menjangkau mereka. Bayangkan anak-anak di sana (Pulau Kera), itu tidak sekolah sampai saat ini, sehingga saya harus relokasi," pungkas Yosef.



Simak Video "Video: Mensos Sebut Pangkal Pinang Disiapkan Jadi Penampungan Warga Gaza"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads