Kadis DPMPTSP Buleleng Peras Pengembang Saat Izin Bangun Rumah Subsidi

Kadis DPMPTSP Buleleng Peras Pengembang Saat Izin Bangun Rumah Subsidi

Aryo Mahendro - detikBali
Kamis, 20 Mar 2025 20:45 WIB
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Buleleng, Made Kuta, seusai diperiksa di kantor Kejati Bali, Kamis (20/3/2025).
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Buleleng, Made Kuta, seusai diperiksa di kantor Kejati Bali, Kamis (20/3/2025). Foto: Aryo Mahendro/detikBali
Denpasar -

Sebanyak 40 rumah bersubsidi di Kabupaten Buleleng disita Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Para pengembang diperas oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Buleleng, Made Kuta, demi mendapatkan izin pembangunan rumah subsidi.

"Ada perbuatan pemerasan atau permintaan uang oleh pejabat. Rumah bersubsidi yang kami sita sebanyak 40 unit lebih," kata Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Bali, Putu Eka Sabana, saat konferensi pers di kantornya, Denpasar, Bali, Kamis (20/3/2025).

Eka mengatakan tindak pidana itu berawal dari adanya laporan masyarakat. Dilaporkan ada prosedur penyaluran bantuan rumah subsidi yang tidak sesuai ketentuan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yakni, dugaan penggunaan KTP orang lain untuk memasarkan 329 rumah bersubsidi kepada orang yang tidak berhak. Sepanjang penyidikan dugaan penyelewengan itu, penyidik justru mendapati dugaan pemerasan yang dilakukan Made Kuta.

Sebanyak 19 orang saksi dari para pengembang, termasuk Made Kuta, diperiksa penyidik. Made Kuta diperiksa dua kali sebagai saksi hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.

ADVERTISEMENT

"Dalam proses penyidikan kami temukan fakta bahwa adanya pemerasan dalam proses penerbitan perizinan. Ini yang bisa kami temukan di awal," kata Eka.

Eka mengatakan para pengembang dimintai sejumlah uang dengan nominal beragam. Totalnya Rp 2 miliar. Dari pengakuan Made Kuta, uang hasil pemerasan itu digunakan untuk menunjang aktivitas pemerintahan di Dinas DPMPTSP Kabupaten Buleleng.

"Kalau yang diminta variatif ya. Kalau ditotal, (aksi pemerasan yang dilakukan Made Kuta) mulai 2019 sampai 2024, sekitar Rp 2 miliar," ungkapnya.

Sementara itu belum ada fakta terbaru terkait penyidikan awal terkait dugaan pemasaran rumah subsidi menggunakan KTP orang lain. Menurutnya, ada modus lain yang dilakukan, terkait penyelewengan rumah subsidi itu.

Sebelumnya, I Made Kuta diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah pengembang rumah subsidi. Pemerasan ini terkait dengan proses perizinan pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

"Tersangka IMK (I Made Kuta), berdasarkan bukti berupa keterangan saksi dan tersangka, disimpulkan telah melakukan pemerasan terhadap beberapa pengembang rumah bersubsidi," kata Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Putu Eka Sabana di kantornya, Denpasar, Bali, Kamis (20/3/2025).

Banyak pengembang dimintai sejumlah uang untuk mengurus tiga jenis izin, yaitu Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR). Pemerasan ini berlangsung selama lima tahun sejak 2019 dan diperkirakan mencapai Rp 2 miliar.

Atas perbuatannya itu, Made Kuta dijerat Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.




(nor/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads