Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali mengungkap kasus pemerasan yang dilakukan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Buleleng, Made Kuta. Terungkapnya kasus itu berawal dari penyelidikan dugaan penyelewengan bantuan puluhan rumah subsidi di Buleleng. Kuta mengaku uang hasil pemerasan sebesar Rp 2 miliar untuk menunjang pemerintahan.
"Kami justru memperoleh fakta adanya tindak pidana lain. Yakni pemerasan yang dilakukan seorang kepala dinas," kata Kasi Penkum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra, di kantornya, Kamis (20/8/2025).
Eka mengatakan berawal saat penyidik mendapat laporan dari masyarakat soal adanya dugaan penyelewengan bantuan rumah subsidi. Laporan itu ditanggapi dan diselidiki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasilnya, ada puluhan rumah subsidi milik PT Pacung Permai Lestari, yang dipasarkan kepada orang yang tidak berhak. Modusnya, diduga dengan meminjam KTP warga yang berpenghasilan rendah dengan imbalan uang.
Sebanyak 58 unit rumah subsidi milik PT Pacung Permai Lestari disita. Namun, penyelidikan tidak berhenti di situ. Kasus itu terus diselidiki lebih dalam oleh penyidik dan diduga ada 395 unit rumah subsidi yang diselewengkan.
Diperas Saat Proses Perizinan
Namun, saat 19 saksi dari perusahaan pengembang termasuk Made Kuta diperiksa terkait dugaan penyelewengan itu, penyidik malah menemukan keterangan yang mengarah ke aksi pemerasan. Para pengembang mengaku dimintai saat mengurus izin membangun rumah subsidi.
"Jadi ini pengembangan dari penyidikan penanganan bantuan rumah subsidi itu. Saat itu kami melihat bagaimana mekanisme (pembangunan) rumah subsidi itu mulai dari perizinan sampai pencairan (dana bantuan pembangunannya)," kata Eka.
"Dalam proses penyidikan itulah kami temukan fakta di situ bahwa dalam proses perizinannya itu ada pungutan liar atau pemerasan yang dilakukan oleh kepala dinas ini," imbuhnya.
Setelah dua kali diperiksa sebagai saksi, akhirnya Made Kuta jadi tersangka. Diakui Made Kuta telah meminta sejumlah uang dengan nominal berbeda dari para pengembang properti.
Uangnya diminta saat pihak pengembang mengajukan tiga jenis izin. Yakni, Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR).
Uang Pemerasan Rp 2 M Diduga untuk Menunjang Pemerintahan
Pemerasan itu sudah dilakukan Made Kuta selama lima tahun sejak 2019. Total uang hasil pemerasan, yang didapat dari para pengembang properti saat mengurus perizinan, sebesar Rp 2 miliar.
"Nominalnya berbeda-beda. Tersangka mengaku menggunakan uang pemerasan itu untuk menunjang pemerintahan di Buleleng," ungkapnya.
Kini, Made Teja sudah mendekam di Lapas Kerobokan. Dia dijerat Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Meski begitu, penyidikan terhadap kasus yang menjetat Made Kuta terus dilanjutkan. Sebanyak 40 unit rumah yang izin pembangunannya diterbitkan dengan modus pemerasan, kini sudah disita sebagai barang bukti.
Eka mengatakan jika dalam proses penyidikan rumah itu akan dikembalikan ke pemiliknya. Rumahnya akan dikembalikan ke pemiliknya setelah dipastikan legalitasnya.
"Proses (penyidikan) masih berjalan. Kita ikuti saja. Penyidik tentu akan melihat legalitas rumah tersebut. Kalau memang sudah ditempati orang dan dia legal maka akan kami kembalikan apabila proses hukumnya selesai," jelasnya.
Penjualan Rumah Subsidi Pakai KTP Pinjaman
Eka mengatakan, modus yang digunakan PT Pacung Permai Lestari dengan meminjam KTP warga yang tidak mampu, sudah dipastikan benar. Fakta itu yang pertama ditemukan penyidik Kejati Bali.
"Sejauh ini itu modus pertama yang sudah kami temukan," katanya.
Eka mengatakan penyidikan atas dugaan pinjam KTP untuk memasarkan dan menjual rumah subsidi ke orang yang tidak berhak, masih terus dilakukan. Menurutnya, ada kemungkinan tindak penyelewengan rumah subsidi itu dilakukan dengan modus yang berbeda.
"Kami masih dalami lagi. Bisa jadi kemungkinan ada modus yang lain. Proses penyidikan masih berjalan. Ditunggu saja," tegasnya.
Bakal Ada Tersangka Lain
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali Ketut Sumedana mengungkapkan tersangka pemerasan pembangunan rumah bersubsidi di Buleleng bakal bertambah.
"Ada, besok (hari ini) mungkin ada lagi. (Kasus ini) terus berkembang," ujar Sumedana yang dikonfirmasi detikBali via WhatssApp, Kamis.
Namun, Sumedana belum membeberkan sosok calon tersangka baru dalam kasus tersebut. Namun, dia berujar, tidak menutup kemungkinan kasus itu menyeret pihak bank yang mencairkan kredit rumah bersubsidi.
"Masih didalami semua perannya," imbuh mantan Kapuspenkum Kejagung itu.
Menurut Sumedana, tersangka Made Kuta mendapat uang Rp 2 miliar dari satu pengusaha properti. Untuk mengembangkan kasus tersebut, penyidik berencana memeriksa puluhan pengusaha properti pada Senin (24/3/2025).
"Yang paling penting penyidik akan mendalami Rp 2 miliar ini digunakan dan diberikan kepada siapa saja," kata mantan penyidik KPK itu.
Pemberi Uang juga Bisa Dipidana
Dia menjelaskan bukan cuma penerima aliran yang bisa dijerat pidana. Namun, para pemberi uang. "Pengusaha pemberi dan pengusaha properti tentu sebagai orang yang paling bertanggung jawab kenapa ratusan rumah subsidi bodong itu bisa dilaksanakan," beber Sumedana.
Dia berharap setelah ditahan, Made Kuta akan membuka seterang-terangnya aliran dana kasus tersebut. Penyidik juga berupaya menggali kerugian negara yang ditimbulkan dan siapa saja yang diuntungkan.
Sejauh ini, penyidik juga menemukan dokumen catatan yang diduga berisi aliran dana. Untuk itu, penyidik akan mendalami pihak-pihak lain yang diduga terlibat.
"Termasuk pihak bank juga akan didalami secara serius," tandas Sumedana.
Sutjidra Ingatkan OPD Bekerja Sesuai Aturan
Sebelumnya, Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra, tengah menunggu informasi resmi mengenai penetapan tersangka Made Kuta dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Sutjidra mengaku baru mendengar informasi tersebut secara lisan.
"Kami masih menelusuri informasi itu, kasusnya apa, ini baru lisan saja," kata Sutjidra saat ditemui di Rumah Jabatan Bupati Buleleng, Kamis (20/3/2025) sore.
"Kami ingin informasi yang jelas dari pihak kejaksaan tentang status kepala dinas kami. Sudah barang tentu jika ada pengumuman secara resmi mengenai statusnya, kami akan diskusikan dengan aparatur kami yang ada di Buleleng yang berkepentingan untuk itu," terang Sutjidra.
Sutjidra mengaku sangat prihatin dengan adanya salah satu kepala dinas yang ditahan. Ia meminta agar semua pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng tetap bekerja sesuai tugas dan fungsinya.
Sutjidra juga mengingatkan kepada semua pimpinan OPD agar bekerja sesuai aturan. "Tetap bekerja ikuti aturan dan tupoksi supaya tidak keluar dari aturan-aturan yang sudah ada," pinta Sutjidra.
(hsa/hsa)