Pemilik Lahan Gugat Sertifikat Hak Milik Adat di Nusa Penida ke Pengadilan

Klungkung

Pemilik Lahan Gugat Sertifikat Hak Milik Adat di Nusa Penida ke Pengadilan

Putu Krista - detikBali
Kamis, 09 Jan 2025 22:18 WIB
Sidang perdata kasus sengketa tanah di PN Semarapura Klungkung, Kamis (9/1/2025).
Sidang perdata kasus sengketa tanah di PN Semarapura Klungkung, Kamis (9/1/2025). (Foto: Putu Krista/detikBali)
Klungkung -

Pemilik lahan di Banjar Gelagah, Desa Kutampi, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, menggugat pengajuan Sertifikat Hak Milik (SHM) Adat Gelagah ke Pengadilan Negeri Semarapura. Gugatan diajukan oleh I Putu Lilir, warga Banjar Bayuh, Desa Kutampi, melalui kuasa hukumnya.

Ada tiga kuasa hukum yang melayangkan gugatan ini yakni Dewa Putu Adnyana, Ida Bagus Trian Dhana, dan Cokorda Istri Oka Adnyaswari. Gugatan dilayangkan karena Kelihan Banjar Gelagah, I Wayan Duduk, mengajukan permohonan SHM Adat Gelagah pada 2022, meski tanah tersebut telah dikuasai I Putu Lilir secara turun-temurun.

Tergugat dalam perkara ini meliputi Kepala Desa Kutampi I Wayan Mustika, Kepala Dusun Gelagah I Ketut Sudirata Astawa, dan Kelian Banjar Adat Gelagah I Wayan Duduk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kepala Desa Kutampi digugat karena menerbitkan Surat Keterangan Kepala Desa (SKKD) tahun 2022 sebagai syarat permohonan SHM oleh I Wayan Duduk," kata Dewa Putu Adnyana, Kamis (9/1/2025).

Menurut penggugat, SKKD tersebut dinilai cacat hukum karena sebelumnya Kepala Desa Kutampi telah mengetahui adanya surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah oleh I Putu Lilir. Penggugat juga melibatkan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Klungkung dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah Kabupaten Klungkung sebagai turut tergugat.

ADVERTISEMENT

Dalam sidang yang telah memasuki agenda pembuktian, penggugat menghadirkan saksi fakta dan saksi ahli tanah adat Bali, I Ketut Alit Priana Nusantara, S.H., M.H., C.L.A.

"Adapun tuntutan dari Putu Lilir selaku penggugat dalam gugatan ini ialah agar berkas permohonan SHM yang diajukan oleh I Wayan Duduk atas nama Pura Banjar Adat Gelagah dinyatakan cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," terangnya.

Saksi ahli I Ketut Alit Priana Nusantara menyebutkan bahwa tanah di Nusa Penida memiliki nilai ekonomis tinggi akibat pesatnya perkembangan pariwisata. Sengketa tanah seluas 330 meter persegi ini, kata dia, pernah dilaporkan ke Polda Bali karena dugaan pemalsuan surat oleh kepala desa dan kelihan banjar adat.

Surat palsu itu dijadikan dasar pengajuan SHM. Jika praktik seperti ini tidak ditindak, tegasnya, bisa menjadi bom waktu.

Ia menambahkan, tanah-tanah yang belum bersertifikat, seperti laba pura, tanah negara, atau tanah catu, rentan dimanfaatkan oleh oknum untuk mengeluarkan surat sporadik palsu. Kepala desa harus berhati-hati dan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menerbitkan surat keterangan.




(dpw/dpw)

Hide Ads