8 Selebgram Bali Komunikasi dengan Sindikat Judol via Medsos, Upah Rp 7 Juta

8 Selebgram Bali Komunikasi dengan Sindikat Judol via Medsos, Upah Rp 7 Juta

Aryo Mahendro - detikBali
Selasa, 10 Des 2024 17:24 WIB
Polisi menunjukkan barang bukti promosi judol yang dilakukan 10 tersangka, Selasa (10/12/2024). (Aryo Mahendro/detikBali).
Foto: Polisi menunjukkan barang bukti promosi judol yang dilakukan 10 tersangka, Selasa (10/12/2024). (Aryo Mahendro/detikBali).
Denpasar -

Delapan perempuan selebgram di Bali ditangkap karena mempromosikan judi online (judol). Mereka berkomunikasi dengan para sindikat judol dari luar negeri melalui media sosial.

Total tersangka yang ditangkap 10 orang, dua adalah pria bukan selebgram. Delapan selebgram yang diamankan berinisal NKAP (19), warga Karangasem; DALC (24), warga Tabanan; Veronika alias VP (23) warga Jakarta Utara; NWSW (21), warga Karangasem; PJAP (21), warga Karangasem; NKSA (21) warga Gianyar; NPCW (19), warga Bangli; NWRAA (22), warga Karangasem. Dua pria berinisial IWD (59) warga Bangli dan IKS (46) warga Jembrana.

"Mereka ini beda jaringan. Tidak saling kenal. Mereka (mempromosikan situs judol) di akun media sosial. Instagram, Whatsapp, ada juga Facebook. Kebanyakan Instagram," kata Dirreskrimsiber Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra di kantornya, Selasa (10/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ranefli mengungkapkan, para bandar judi online berada di luar negeri. Mereka berlokasi di Laos, Kamboja, Filipina, hingga Singapura. Modusnya, para bandar itu menyaru menjadi salah satu pengikut di akun media sosial para tersangka.

Akun media sosial para bandar itu palsu. Kemudian, mereka akan menghubungi para selebgram lokal dengan puluhan hingga ratusan ribu pengikut, melalui fitur pesan pribadi di media sosial.

Mereka menawarkan situs judol untuk dipasarkan dengan upah ratusan ribu hingga jutaan per minggu, tergantung jumlah pengikutnya. Misal Veronika yang mendapat upah hingga Rp 7 juta per minggu sejak setahun lalu. Ia melakoni aktivitas promosi judol di akun media sosialnya.

"Ada (yang diupah) Rp 3 juta. Yang paling besar Rp 7 juta. Itu si Veronika, dia sudah setahun (promosi judol). Si Veronika ini sempat berhenti, tapi kumat lagi sekarang," kata Ranefli.

"Rata-rata, mereka (para tersangka) tidak pernah bertemu. Cuma komunikasi di akun media sosial," imbuhnya.

Ranefli mengaku tidak dapat melacak dan menyebut berapa jumlah perputaran dana dari judol itu. Uang para penjudi mengalir ke rekening bandar yang berada di luar negeri.

Para tersangka, lanjut dia, juga tidak mendapat komisi dari tiap orang yang mengakses situs judol yang dipromosikan. Mereka semua mendapat upah mingguan berdasarkan jumlah pengikutnya.

"Nggak (dapat komisi dari tiap orang yang akses situs yang dipromosikan). Mereka langsung dibayar. Karena para pelaku sindikat kejahatan judol melihat jumlah follower dan subscriber. Jadi, transaksinya ada link (situs judol) tersebut," ungkapnya.

Ranefli mencatat ada 21 kasus promosi situs judol dengan lebih dari 10 orang yang ditangkap sejak awal 2024. Rerata, para bandar judol itu menyasar pengguna media sosial perempuan berusia 19 hingga 23 tahun.

"Mereka sadar itu salah. Tapi, karena motif ekonomi, mereka terima saja," katanya.

Atas tindak pidana yang dilakukan, mereka dijerat dengan Pasal 27 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Mereka terancam 10 tahun penjara.




(nor/gsp)

Hide Ads