Seorang guru seni di Kecamatan Gamping, Sleman, Yogyakarta, berinisial EDW alias Hendrik (29), melakukan pencabulan terhadap 22 orang korban. Pria itu mencabuli korbannya yang sesama jenis dan 19 di antaranya masih bocah.
"Pelaku melakukan hubungan seksual menyimpang atau homoseksual dengan korban mayoritas anak. Total korbannya ada 22 orang, tiga korban usianya di atas 18 tahun," kata Kapolsek Gamping, AKP Sandro Dwi Rahadian, Rabu (9/10/2024) dilansir dari detikJogja.
Aksi Hendrik terbongkar setelah orang tua salah satu korban menemukan video persetubuhan. Mereka kemudian melapor ke polisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Diketahui adanya perbuatan tersebut dalam video di dalam HP yang dan ternyata benar bahwa pelaku video pencabulan itu adalah anak kandungnya," katanya.
Sandro mengungkapkan mayoritas korban usia anak, terdiri dari pelajar Kelas V SD hingga SMP. Domisilinya ada yang masih satu kampung dengan pelaku maupun luar kampung. Rata-rata terdiri dari satu kelompok bermain.
"Saat melakukan (tindakan cabul) itu perseorangan. Polanya itu diajak sebagai teman dahulu terus dikasih makan, terus setelah itu jadi. Awalnya diajak main ke rumahnya, kemudian karena di situ ada WiFi, kemudian sering dikasih makan, akhirnya pelaku membujuk korban untuk melakukan kegiatan itu," beber Sandro.
Sandro menjelaskan Hendrik mendekati korban-korbannya dengan menyediakan fasilitas internet maupun makanan di rumahnya. Selain itu, dia juga memengaruhi para korban dengan mengatakan apa yang mereka lakukan adalah hal normal.
"Untuk modus, jadi pelaku ini dekat dengan sesama jenis kemudian karena sudah dianggap sangat dekat, lalu dengan tipu muslihat dan bujuk rayu, akhirnya pelaku dapat menjalankan kegiatan cabulnya," papar Sandro.
Sandro mengungkapkan Hendrik bekerja sebagai tenaga lepas atau outsourcing office boy (OB) di sebuah taman kanak-kanak (TK). Selain itu, ia juga mengajar seni di TK tersebut.
"Yang saya maksud guru itu adalah dia di TK itu outsourcing dalam artian OB, tetapi dia juga mengajar sebagai pengajar seni. Maksud saya tadi guru itu guru seni ya itu, mengajar seni di TK-nya. Jadi ketika ada kegiatan apa dia ngajari seni dia aktif di kegiatan seni, tetapi bukan guru tetap," kata dia.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Satreskrim Polresta Sleman, Ipda Albertus Bagas Satria, menuturkan pelaku memanfaatkan kemampuannya sebagai pengajar atau guru kesenian di kampungnya. Selain itu, juga modus perlakuan baik demi memberikan rasa percaya korban kepada pelaku.
"Kami duga dalam praktiknya menjalankan tindak pidana cabul terhadap anak maupun sesama jenis ini dugaan kami ada korban yang lain. Sehingga saat ini masih kita lakukan pendalaman daripada si pelaku tersebut untuk praktik dia melakukan tindak pidana ini dari kapan dan berapa lama," kata Albertus.
Artikel ini telah tayang di detikJogja. Baca selengkapnya di sini!
(iws/iws)