Beda Perlakuan Hukum Sukena dengan Giri Prasta dalam Kasus Satwa Dilindungi

Round Up

Beda Perlakuan Hukum Sukena dengan Giri Prasta dalam Kasus Satwa Dilindungi

Agus Eka Purna Negara - detikBali
Rabu, 11 Sep 2024 08:22 WIB
Bupati Badung, Bali I Nyoman Giri Prasta saat menyerahkan hewan peliharannya Owa Siamang (Symphalangus syndactylus) kepada BKSDA. (dok. Istimewa)
Bupati Badung, Bali I Nyoman Giri Prasta saat menyerahkan hewan peliharannya Owa Siamang (Symphalangus syndactylus) kepada BKSDA. (dok. Istimewa)
Badung -

Seorang warga Badung, I Nyoman Sukena, didakwa dan terancam hukuman 5 tahun penjara karena memelihara landak jawa. Publik ramai dan membandingkan perlakuan hukum berbeda terhadap Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta yang memelihara owa siamang pada 2021 lalu.

Landak jawa maupun owa siamang diketahui merupakan satwa dilindungi. Sanksi pidana mengancam pihak yang sengaja memelihara, menjual, hingga membunuh satwa liar itu.

Belakangan dukungan terhadap Sukena menggema di media sosial. Netizen ramai-ramai meminta agar Sukena dibebaskan karena ketidaktahuannya akan status landak jawa yang terancam punah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka juga menyoroti beda perlakukan hukum antara Sukena dengan Giri Prasta. Sukeda diadili, sementara Giri Prasta 'aman-aman' saja.

Sukena semula ditangkap oleh Ditreskrimsus Polda Bali lantaran memelihara landak pada 4 Maret 2024. Empat ekor landak yang dipelihara Sukena merupakan spesies landak jawa atau Hystrix javanica. Sukena memperoleh hewan pengerat yang memiliki rambut tebal dan berbentuk duri tajam itu dari mertuanya.

Ia didakwa melanggar Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAE). Selain terancam lima tahun penjara, Sukena juga terancam membayar denda mencapai Rp 100 juta.

Sukena seusai menjalani sidang di PN Denpasar gegara pelihara landak langka, Kamis (29/8/2024). (Aryo Mahendro/detikBali).Sukena seusai menjalani sidang di PN Denpasar gegara pelihara landak jawa, Kamis (29/8/2024). (Aryo Mahendro/detikBali).

Respons Giri Prasta

Giri Prasta merespons kasus Sukena yang dikait-kaitkan dengan dengan owa siamang yang dipelihara Giri pada 2021 lalu.

Giri menegaskan waktu itu ia sudah mengantongi izin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali sebagai orang tua asuh owa siamang. Namun Giri akhirnya mengembalikan satwa dengan nama latin symphalangus syndactylus itu karena mendapat banyak perdebatan oleh masyarakat, terutama oleh para pecinta lingkungan.

"Kalau siamang itu, kami sudah dapat surat izin sebagai bapak asuh. Sebenarnya kalau saya pelihara nggak masalah. Ketika dipersoalkan oleh netizen, kami perhatikan agar itu tidak dijadikan beban oleh netizen, kami akhirnya kembalikan ke BKSDA," kata Giri, Selasa (10/9/2024).

Menurut Giri, masyarakat bisa memelihara satwa yang dilindungi sepanjang mendapat izin sebagai orang tua asuh dari BKSDA. Ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi dan ada jangka waktunya sebelum akhirnya satwa itu dikembalikan lagi ke habitatnya.

"Sekarang masih aturan itu. Kalau masyarakat mau memelihara satwa yang dilindungi, itu harus ada izin dari BKSDA. Dari izinnya ada yang dapat 4 tahun, 3 bulan, 6 bulan untuk memelihara. Setelah itu kita kembalikan ke habitatnya," tutur Giri.

Saat kasus owa siamang itu, selain menyerahkan satwa, Giri Prasta juga menyerahkan dokumen dirinya sebagai orang tua asuh owa siamang itu ke BKSDA. Dia menyerahkan owa siamang yang diberi nama Mimi itu agar bisa 'bersekolah' sebelum dilepasliarkan.

Giri Prasta turut merespons kasus hukum yang menjerat Sukena karena memelihara landak. Dia tak bisa berbuat banyak karena kasusnya sudah masuk ke pengadilan.

"Ini persoalan hukum. Jangan sampai nanti (Pemkab Badung) diinterpretasikan yang berbeda ada penekanan hukum. Nggak boleh ada penekanan hukum," katanya.

Di sisi lain, ia berharap ada pertimbangan sehingga Sukena mendapat keringanan. Pihaknya bakal berkomunikasi dengan BKSDA agar sosialisasi ke masyarakat mengenai mana saja satwa yang dilindungi bisa lebih masif.

Tanggapan jaksa, baca selengkapnya di halaman selanjutnya...

Jaksa Tak Bisa Hentikan Kasus

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali Ketut Sumedana mengungkapkan kasus yang menjerat Sukena tak bisa disetop. Kasus itu telah dilimpahkan atau P21 dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali ke Kejati Bali.

"Kasus ini setelah tahap 1 memang mempunyai unsur pidana sehingga tidak bisa kami mengelak untuk menolak perkara oleh JPU diterbitkan P21," kata Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/9/2024).

Kejati Bali sebenarnya bisa menyetop sebuah kasus melalui pendekatan keadilan restoratif atau restorative juctice (RJ). Namun, Sumedana mengungkapkan langkah tersebut tak bisa dilakukan terhadap kasus Sukena. Sebab, kejaksaan belum mempunyai petunjuk teknis operasional terkait pelaksanaan keadilan restoratif terkait UU KSDAE.

"Dikarenakan peristiwa tindak pidana tersebut merupakan jenis delik tanpa korban dan berhadapan dengan kepentingan negara terkait sumber daya alam hayati (hewan) serta masuk kualifikasi sebagai pelanggaran terhadap hukum administrasi pidana," ujar Sumedana.

Sumedana menjelaskan kasus Sukena yang memelihara satwa dilindungi memiliki ancaman pidana kumulatif, yaitu pidana penjara dan denda. Menurutnya, belum ada regulasi tuntutan dihentikan demi hukum terkait pemulihan keadaan seperti semula.

"Karena sudah di pengadilan, perkara sudah teregistrasi, tidak bisa ditarik oleh JPU," ungkapnya.



Simak Video "Ekspresi Nyoman Sukena Seusai Divonis Bebas Kasus Landak Jawa"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads